Homili 13 Maret 2017

Hari Senin, Pekan Prapaskah II
Dan. 9:4b-10
Mzm. 79:8,9,11,13
Luk. 6:36-38

Emang Kamu Sudah Bermurah Hati?

Ada dua orang bersahabat yang sedang berbincang-bincang tentang persiapan untuk acara bakti sosial selama masa prapaskah. Kemungkinan mereka berdua adalah panitia bakti sosial dari sebuah kelompok kategorial di paroki. Sebab itu diskusi mereka memang kelihatan serius, menyangkut persiapan untuk bakti sosial sampai kepada hasil yang hendak dicapai sebagai bentuk Aksi Puasa Pembangunan kelompok kategorial mereka. Mereka sepakat mengatakan bahwa hasil akhir dari bakti sosial mereka adalah, setiap anggota kelompok kategorial itu makin bermurah hati. Seorang sahabat bertanya: “Emang kamu sudah bermurah hati?” Sahabat yang lain tersenyum dan berkata: “Semuanya masih dalam taraf perjuangan”. Perbincangan sederhana yang sempat saya rekam dalam ingatan saya ini menandakan bahwa banyak umat katolik selama masa prapaskah ini hendak melakukan sesuatu aksi nyata dalam perbuatan mereka. Melakukan bakti sosial di tempat kaum miskin merupakan sebuah tindakan kasih kepada sesama manusia. Mengasihi berarti melakukan yang terbaik bagi Tuhan dan sesama.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini mengatakan: “Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.” (Luk 6:36). Murah hati merupakan sebuah kebajikan yang luhur yang kita peroleh dari Bapa di Surga. Bapa di surga lebih dahulu murah hati kepada kita dengan mengutus Yesus Putera-Nya Yang Tunggal untuk menebus dosa-dosa kita. Kita mengingat perkataan Yesus kepada Nicodemus: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.” (Yoh 3:16-17). Yesus Kristus adalah tanda kemurahan hati Bapa bagi manusia.

Yesus menjawabi kemurahan hati Bapa dengan memberi diri-Nya secara total untuk menebus dosa-dosa manusia. Ia menyerahkan diri untuk disiksa, dihina dan dibunuh oleh para algojo hingga wafat. Pada hari ketiga Ia bangkit dengan mulia. Penyerahan diri Yesus ini adalah tanda kemurahan hati-Nya kepada Bapa dan kepada kita orang-orang berdosa. Kita belajar dari Yesus untuk bermurah hati, siap memberi diri kepada Tuhan dan sesama. Bermurah hatilah sebab Tuhan lebih dahulu bermurah hati kepada kita.

Tuhan Yesus memberi motivasi kepada kita untuk bermurah hati. Ia berkata: “Janganlah kamu menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamupun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni. Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.” (Luk 6:37-38). Hal-hal yang dikemukakan Yesus amat penting bagi kita. Dalam hal ini, sikap murah hati itu dapat kita tunjukkan dengan sikap tidak menghakimi sesama, tidak menghukum sesama, dengan mengampuni sesama, dengan suka memberi.

Marilah kita melihat kembali hidup kita, apakah kita sudah bermurah hati selama masa prapaskah? Apakah selama masa prapaskah ini kita bertobat dengan tidak menghakimi sesama semau kita, tidak menghukum sesama dalam sikap dan tutur kata kita setiap hari. Apakah kita berani untuk mengampuni sesama? Apakah kita bermurah hati dengan suka memberi? Periksalah bathinmu dan jujurlah kepada Tuhan.

Kemurahan hati kita menjadi sempurna ketika kita terbuka kepada Tuhan dengan mengakui dosa-dosa kita. Kita mengakui dosa dan salah kita sebagai orang berdosa. Tentu saja untuk mengakui dosa-dosa, kita perlu bersikap rendah hati di hadapan Tuhan dan sesama. Pengakuan dosa kita menjadi bermakna ketika kita mengakui dosa-dosa dengan tulus dan jujur. Kita tentu tidak hanya sekedar menyesal dan mengakui dosa tetapi hasil akhir dari pengakuan dosa adalah pertobatan. Bertobat berarti kembali kepada Tuhan Allah yang lebih dahulu bermurah hati kepada kita.

Saya mengakhiri homili hari ini dengan mengutip doa nabi Daniel ketika ia hendak mengakui dosa-dosanya di hadapan Allah Yang Mahakudus:

“Ah Tuhan, Allah yang maha besar dan dahsyat, yang memegang Perjanjian dan kasih setia terhadap mereka yang mengasihi Engkau serta berpegang pada perintah-Mu! Kami telah berbuat dosa dan salah, kami telah berlaku fasik dan telah memberontak, kami telah menyimpang dari perintah dan peraturan-Mu, dan kami tidak taat kepada hamba-hamba-Mu, para nabi, yang telah berbicara atas nama-Mu kepada raja-raja kami, kepada pemimpin-pemimpin kami, kepada bapa-bapa kami dan kepada segenap rakyat negeri. Ya Tuhan, Engkaulah yang benar, tetapi patutlah kami malu seperti pada hari ini, kami orang-orang Yehuda, penduduk kota Yerusalem dan segenap orang Israel, mereka yang dekat dan mereka yang jauh, di segala negeri kemana Engkau telah membuang mereka oleh karena mereka berlaku murtad terhadap Engkau. Ya Tuhan, kami, raja-raja kami, pemimpin-pemimpin kami dan bapa-bapa kami patutlah malu, sebab kami telah berbuat dosa terhadap Engkau. Pada Tuhan, Allah kami, ada kesayangan dan keampunan, walaupun kami telah memberontak terhadap Dia, dan tidak mendengarkan suara Tuhan, Allah kami, yang menyuruh kami hidup menurut hukum yang telah diberikan-Nya kepada kami dengan perantaraan para nabi, hamba-hamba-Nya.” (Dan 9:4-10).

Mari belajar untuk bermurah hati.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply