Apakah anda memiliki rasa empati?

Menumbuhkan perasaan empati

Adalah Stephen Covey, seorang penulis asal Amerika. Ia pernah berkata: “Yang paling dibutuhkan tubuh adalah udara. Yang paling dibutuhkan hati manusia adalah merasa dipahami, dihargai, dan dihormati. Mendengarkan dengan empati yang tulus bisa memuaskan kebutuhan tersebut. Ingatlah, bagi manusia, dalam soal-soal yang berat, cepat itu lambat dan lambat itu cepat.” Kata-kata sederhana ini telah menginspirasikan saya sepanjang hari ini.

Apa sesungguhnya yang saya pikirkan dengan kata empati ini? Saya memikirkan sekaligus merenung tentang kisah Lazarus yang miskin dalam Injil. Tuhan Yesus menceritakan kisah Lazarus kepada para murid-Nya supaya mereka selalu memiliki rasa empati dengan saudara yang menderita. Inilah kisahnya: ada seorang kaya tanpa nama, selalu mengenakan jubah ungu dan kain halus, ia bersukaria dalam kemewahan setiap hari. Ada juga seorang pengemis bernama Lazarus. Nama Lazarus berasal dari bahasa Ibrani: אלעזר, Elʿāzār, Eleazar, artinya “Allah telah menolong”. Si pengemis malang ini akan mengalami pertolongan dari Allah karena banyak menderita. Ia memiliki tubuh yang penuh dengan borok, berbaring di depan pintu orang kaya dan memilih remah-remah yang jatuh dari meja tuannya. Anjing-anjing menjilati boroknya.

Konon orang kaya dan Lazarus meninggal dunia. Orang kaya ini masuk ke dalam neraka sedangkan Lazarus langsung dijemput oleh malaikat ke surga dan dipangku oleh Abraham. Orang kaya melihat Abraham memangku Lazarus dan ia memohon sedikit air untuk menyejukkan lidahnya. Namun Abraham tidak memperbolehkannya sebab ada jurang dalam yang memisahkan mereka. Orang kaya telah bahagia di dunia sedangkan Lazarus mengalami banyak penderitaan.

Tidak ada empati antara orang kaya dan miskin sehingga pengalaman akhir orang kaya dan Lazarus berubah total. Orang kaya yang tidak berempati itu mengalami penderitaan kelak sedangkan Lazarus mengalami kebahagiaan kekal karena pertolongan Tuhan.

Selama masa prapaskah ini, kita semua diarahkan untuk berempati dengan orang-orang miskin. Kita diingatkan untuk berderma, melakukan perbuatan amal kasih kepada saudara-saudara yang sangat membutuhkan. Sikap empati kita tidak terjadi ketika kita takut untuk berbagi, takut untuk memberi dan takut untuk menjadi miskin.

Mungkin kita belum merasa malu di hadapan Tuhan. Tuhan hanya memiliki Anak Tunggal yakni Yesus Kristus, namun Ia menjadikan-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang. Bahkan Yesus Kristus berkorban, dengan menderita, wafat di kayu salib dan bangkit pada hari ketiga. Sikap berbagi atau empatinya Tuhan jauh lebih besar dibandingkan dengan perasaan empati kita. Kita perlu memahami sesama, menghargai dan menghiormati mereka.

Di sekitar kita masih banyak Lazarus yang tidak dapat dihitung. Apakah kita dapat berempati dengan mereka? Apakah kita berani untuk menumbuhkan perasaan empati dengan berani berbagi dengan sesama manusia? Masa prapaskah menjadi kesempatan kita menumbuhkan semangat dan perasaan empati.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply