Homili 16 Maret 2017

Hari Kamis, Pekan Prapaskah II
Yer 17: 5-10
Mzm 1:1-2.3.4.6
Luk 16:19-31

Siapakah yang engkau andalkan dalam hidumu?

Saya pernah diundang untuk menghadiri sebuah ibadah Oikumene. Seorang pendeta dipercayakan untuk membawakan Firman Tuhan memulai kotbahnya dengan bertanya kepada kami semua: “Siapakah yang engkau andalkan dalam hidupmu?” Semua umat yang hadir saling memandang dan berbisik satu sama lain. Ada yang mengatakan pastinya Tuhan adalah andalan, Dialah nomor satu bagi kita. Ada yang berbisik sambil mengatakan bahwa orang tua adalah andalan karena tanpa orang tua, mereka kita tidak hadir dalam ruangan ibadah. Ada yang menyebut nama pasangan hidupnya dengan dalil bahwa dialah sumber penghasilan keluarga. Sesaat kemudian, sang Pengkotbah dengan suara lantang mengatakan bahwa satu-satunya andalan kita adalah Tuhan, sebab mengandalkan Tuhan adalah berkat sedangkan mengandalkan manusia adalah kutuk. Sambil mendengar perkataan pak pendeta, sekali lagi semua umat saling memadang dan yang mengandalkan Tuhan berkata: “Itu…benarkan?” Yang lain lagi berkata, “Wah, padahal setiap hari kita justru mengandalkan manusia”. Setelah itu semuanya hening untuk mendengar kelanjutan kotbah pak Pendeta. Saya duduk, sambil tersenyum sendiri dan berkata dalam hati: “Inilah realitas gereja kita. Ada yang mengandalkan Tuhan, ada yang hanya mengandalkan manusia yang kelihatan”. Sungguh, sebuah pengalaman sederhana yang sangat mendidik dan menguatkan saya.

Pertanyaan pak Pendeta ini adalah sebuah pertanyaan penting selama masa prapaskah ini bagi kita semua. Pertanyaan penting bagi kita: kira-kira siapakah yang patut kita andalkan selama masa Prapaskah ini? Apakah kita sedang mengandalkan Tuhan atau mengandalkan manusia? Orang yang mengandalkan Tuhan akan berpasrah kepada-Nya dalam doa dan semangat pertobatan. Orang yang mengandalkan manusia akan hidup dalam kesombongan. Tuhan Yesus dalam Injil berkata: “Terlepas dari Aku, kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh 15:5). Benar, Tuhan Yesus adalah pokok anggur yang benar, Dialah sumber kehidupan kita.

Tuhan Allah melalui nabi Yesaya, berkata: “Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari Tuhan.” (Yer 17:5). Orang yang mengandalkan diri dan sesama manusia memang tidak layak bagi Tuhan. Mereka akan terasing dengan dirinya sendiri, laksana semak bulus di padang, tidak ada keadaan baik pada dirinya, laksana orang yang tinggal menyendiri di padang gurun nan gersang. Orang yang mengandalkan manusia akan jauh dari kasih karunia dan berkat Tuhan. Melalui nabi Yeremia, Tuhan berkata lagi: “Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya kepada Tuhan!” (Yer 17:7). Orang yang mengandalkan Tuhan pasti akan mendapat berkat berlimpah dari Tuhan. Ia laksana pohon yang ditanam di pinggir sungai, akarnya merambat ke pinggir sungai, daunnya tetap hijau dan tidak berhenti menghasilkan buah.

Dalam hidup setiap hari, kita selalu menemukan dua tipe manusia. Manusia tipe pertama selalu mengandalkan kekuatan manusiawi. Ia lupa bahwa segala kuasa berasal dari Tuhan. Ketika mengalami kesulitan ia belajar untuk melupakan Tuhan dan berjalan mendekati kuasa manusiawi. Manusia yang menjadi dukun, atau yang dianggap memiliki indera ke-enam atau indera ketujuh selalu menjadi andalan. Banyak umat lebih percaya kepada para pastor yang katanya memiliki indera lain di luar panca inderanya yang normal, dari pada Tuhan dan kemuliaan-Nya. Manusia berani lupa atau pura-pura lupa bahwa segala kuasa berasal dari Tuhan. Manusia tipe kedua mengandalkan Tuhan. Setiap kali mengalami kesulitan, ia pasti datang kepada Tuhan dalam doa dan pujian. Setiap kali mengalami kesulitan, kekuatiran dalam hidup maka ia akan tetap berpegang teguh pada Tuhan. St. Petrus berkata: “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada Tuhan, sebab Ia yang memelihara kamu.” (2Ptr 5:7).

Mengapa kita mengandalkan Tuhan bukan mengandalkan manusia? Orang yang mengandalkan manusia dapat menampakan wajah yang penuh kelicikan hati. Dari matanya kita dapat melihat kelicikan dan kedegilan hatinya. Yeremia berkata: “Tuhan selalu menyelidiki hati manusia, menguji batin dan memberi balasan kepada setiap orang setimpal dengan tingkah langkahnya, setimpal dengan hasil perbuatannya” (Yer 17: 10). Manusia boleh licik, boleh bersikap jahat namun Tuhan sendiri tidak pernah bersikap licik dan jahat dengan manusia. Dia mengetahui hati kita dan tidak akan melupakan kita. Dia akan menyelamatkan kita dan menganugerahkan penebusan yang berlimpah.

Dalam Kitab Mazmur, kita membaca: “Sungguh berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk di dalam kumpulan kaum pencemooh; tetapi kesukaannya adalah hukum Tuhan dan siang dan malam merenungkannya.” (Mzm 1:1-2). Sekali lagi, orang yang mengandalkan Tuhan pasti hidup menurut hukum Tuhan. Ia menyukai hukum Tuhan dan merenungkannya. Ia juga melakukan hukum Tuhan dalam hidupnya yang nyata.

Apa hukum Tuhan yang menyukakan hati manusia? Hukum Tuhan adalah mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan kita. Kita mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri. Mengasihi sesama berarti bersikap empati, berbela rasa dengan sesama yang menderita, miskin dan tak berdaya. Kita berbela rasa dengan para Lazarus yang ada di sekitar kita. Nama Lazarus dalam bahasa Ibrani “Eleazar” berarti Allah telah menolong. Ia digambarkan dalam Injil sebagai orang miskin yang tidak diperhatikan oleh orang kaya di dunia. Tetapi setelah meninggal dunia, ia justru mengalami kebahagiaan kekal dibandingkan dengan orang kaya yang tidak memperhatikannya di dunia ini.

Mengapa orang tidak memperhatikan Lazarus-Lazarus di dunia ini? Mereka adalah orang-orang yang hanya mengingat diri sendiri. Mereka tidak dapat melakukan perbuatan amal kasih sebab harta lebih mengikat hatinya. Mereka tidak memiliki semangat untuk bertobat secara radikal. Sebab itu mereka lebih mengandalkan manusia dan harta kekayaan yang ada dari pada mengandalkan Tuhan. Apakah anda sudah mengandalkan Tuhan atau melupakan Tuhan dan mengandalkan manusia? Masa prapaskah adalah masa untuk membaharui diri kita. Bertobatlah dan baharuilah hidupmu.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply