Homili 30 Maret 2017

Hari Kamis, Pekan Prapaskah ke-IV
Kel 32:7-14
Mzm 106:19-20.21-22.23
Yoh 5:31-47

Inilah saksi-saksi-Ku

Selama tiga hari terakhir ini kita mendengar perdebatan antara Yahudi dengan Yesus. Latar belakang perdebatan mereka adalah pertama, Yesus telah  menyembuhkan seorang lumpuh di pinggir kolam Betesda pada hari Sabat sehingga Ia dianggap melanggar hari Sabat. Kedua, Yesus mengakui Allah sebagai Bapa-Nya yang bekerja sampai sekarang maka Ia pun bekerja. Bagi orang-orang Yahudi kedua kesalahan ini sangat bertentangan dengan hukum dan ketetapan-ketetapan dari Tuhan. Yesus juga seorang Yahudi maka Ia harus ikut menguduskan hari Sabat. Dia hanya seorang anak tukang kayu dari Nazaret maka tidak layak untuk menyapa Allah sebagai Bapa-Nya. Kedua hal ini menimbulkan kemarahan orang-orang Yahudi.

Kita tentu merasa heran mengapa Yesus berbuat baik tetapi tidak disukai orang Yahudi? Mengapa Yesus menyapa Allah sebagai Bapa juga tidak disukai orang-orang Yahudi? Alasannya adalah orang-orang Yahudi saat itu memang sangatlah legalis dan kaku. Mereka lupa bahwa Tuhan menghendaki supaya manusia membangun semangat keadilan dan kasih sayang di antara mereka. Dan juga, perbuatan baik itu jauh lebih bernilai dari pada suatu persembahan apa pun.

Lalu apa sikap Tuhan Yesus terhadap orang-orang Yahudi? Kita patut bersyukur dan berbangga karena memiliki seorang Yesus yang hebat. Ia tidak mencari jalan untuk menyerang balik orang-orang Yahudi. Ia justru menunjukkan kesabaran-Nya kepada mereka. Ia membuka pikiran mereka dengan menghadirkan para saksi yang berbicara tentang diri-Nya, bahwa Dia adalah Tuan atas hari Sabat dan sebagai Anak Tunggal Allah Bapa. Yesus berkata: “Kalau Aku bersaksi tentang diri-Ku sendiri, maka kesaksian-Ku itu tidak benar. Ada lain yang bersaski tentang Aku dan Aku tahu, bahwa kesaksian yang diberikannya tentang Aku adalah benar.

Siapakah para saksi yang dimaksud Yesus?

Pertama, Yohanes Pembaptis. Yohanes bersaksi tentang kebenaran. Ia adalah pribadi yang menyiapkan jalan bagi Tuhan. Dialah yang bersukacita karena kehadiran Yesus meskipun masih berada di dalam kandungan ibunya. Dialah yang membaptis Yesus di sungai Yordan. Dalah yang menunjuk para murid untuk melihat Yesus sebagai Anak domba Allah. Dialah pelita yang menyala dan bercahaya dan orang-orang Yahudi hanya menimatinya seketika saja. Dialah yang wafat sebagai martir karena membela kebenaran dan keadilan.

Kedua, Segala pekerjaan Yesus. Yesus datang ke dunia untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang kelihatan dan tidak kelihatan. Pekerjaan-pekerjaan itu diberikan oleh Bapa kepada-Nya. Misalnya, Ia membuat berbagai mukjizat dan menyembuhkan segala penyakit dan kelemahan. Ia mengajar dengan kuasa dan wibawa. Ia bahkan wafat di kayu salib untuk keselamatan kita dan seluruh dunia.

Ketiga, Allah Bapa. Tuhan Allah Bapa memberi kesaksian bahwa Yesus adalah Anak kesayangan-Nya. Hati-Nya selalu berkenan kepada-Nya. Bapa menyerahkan segala pekerjaan kepada Yesus Kristus sang Anak. Pekerjaan-pekerjaan memberi kesaksian tentang Yesus sebagai Anak.

Keempat, Kitab-Kitab Suci. Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, memberi kesaksian tentang Yesus sebagai Mesias. Dia datang ke dunia, menderita, wafat dan dimakamkan. Ia mengalahkan maut dengan kebangkitan-Nya. Kitab Suci memberi kesaksian namun orang-orang tidak datang kepada Yesus.

Kelima, Musa. Ia merupakan saksi yang kuat tentang kedatangan sang Mesias. Sebab itu kalau orang Yahudi percaya kepada Musa maka mereka juga harus percaya kepada Yesus yang mereka temukan sosoknya dalam Kitab Taurat.

Inilah kelima saksi yang menegaskan tentang jati diri Yesus. Dia sungguh Allah dan sungguh manusia. Tidak ada kepalsuan di dalam diri-Nya.

Apa yang Tuhan hendak katakan kepada kita pada hari ini?

Bacaan Injil membuka wawasan kita untuk mengenal Yesus lebih dalam lagi. Dia memiliki sikap sabar terhadap orang-orang pada zaman-Nya. Apakah anda seorang yang sabar dengan diri dan sesamamu? Kita menemukan lima saksi yang menguatkan iman kita. Apakah anda dan saya juga dapat menjadi saksi Kristus? Jawabannya adalah Ya. Maka sesudah dirimu diselamatkan, jadilah saksi Kristus. Masa prapaskah merupakan kesempatan bagi kita untuk bersaksi tentang Kristus yang kita imani.

Persoalan yang dialami Yesus dalam dunia Perjanjian Baru sebenarnya pernah dialami sendiri oleh Yahve dalam dunia Perjanjian Lama. Tuhan sudah berbuat baik dengan mengeluarkan orang-orang Israel dari perbudakan di Mesir namun mereka sendiri tidak bersyukur kepada Yahve. Mereka bahkan bersungut-sungut melawan Tuhan melalui Musa. Hal fatal yang mereka lakukan adalah dengan membuat patung anak lembu dan menyembahnya sebagai Tuhan mereka.

Tuhan meminta Musa untuk kembali kepada umat Israel dan menegur mereka. Dosa yang mereka lakukan adalah menyembah anak lembu tuangan buatan tangan mereka. Padahal Tuhan sendiri sudah mengeluarkan mereka dari perbudakan Mesir. Kebaikan Tuhan begitu mudah dilupakan oleh mereka. Tuhan merancang hukuman-Nya bagi mereka.

Di saat-saat seperti ini, Musa tampil mewakili umat Israel. Ia bernegosiasi dengan Tuhan dengan mengingatkan-Nya bahwa Dia adalah Kasih. Ia sudah menunjukkan kasih-Nya kepada umat Israel selama berada di Mesir dan saat keluar dari Mesir hingga mengembara di Padang Gurun. Dengan demikian Musa berharap agar Tuhan tidak menghancurkan mereka. Musa juga mengingatkan Tuhan atas keteladanan nenek moyang mereka yakni Abraham, Ishak dan Yakub. Mereka menerima sumpah dari Yahwe sendiri.

Setelah mendengar semua perkataan Musa ini maka Tuhan menyesal atas malapetaka yang telah dirancang-Nya atas umat Israel. Tuhan menunjukkan kemurahan hati-Nya kepada umat Israel. Kita perlu belajar malu kalau kita tidak menyesali semua perbuatan jahat yang sudah kita lakukan kepada sesama. Tuhan saja menyesali rancangan malapetaka kepada umat-Nya. Mengapa kita masih menyimpan dendam terhadap sesama? Mengapa kita masih sulit mengampuni? Kita belum menjadi saksi Kristus yang baik di tengah dunia ini.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply