Homili 1 April 2017

Hari Sabtu, Pekan Prapaskah ke-IV

Yer 11:18-20

Mzm 7:2-3.9bc-10.11-12

Yoh 7:40-53

Berserah kepada Tuhan

Seorang sahabat barusan menyelesaikan sebuah perkara di pengadilan. Ia bersyukur kepada Tuhan karena keadilan masih memihaknya sehingga ia mendapat kembali apa yang menjadi haknya. Konon salah seorang staf kepercayaannya telah menyelewengkan sejumlah dana perusahaannya. Trntu saja hal ini amat mengherankan karena staf itu merupakan kepercayaannya. Rupa-rupanya staf ini sudah menyalahgunakan kebaikan dan kepercayaan yang telah diberikan kepadanya. Ia tidak menyesali perbuatannya malah berlaku semakin jahat terhadapnya. Namun ia bersyukur karena Tuhan mendengar doanya. Pengadilan memutuskan supaya semua yang sudah diselewengkan dapat dikembalikan kepada perusahaan. Pengalaman sederhana ini hendak mengatakan kepada kita bahwa tidak semua orang adalah sahabat yang setia. Tidak semua staf itu berpasrah kepada pimpinannya.

Pada hari ini kita menemukan dua sosok inspiratif untuk hidup pribadi kita dalam masa prapaskah ini, yang dikenal begitu dekat dengan Tuhan Allah Bapa di surga. Kedua sosok ini berani berpasrah kepada Tuhan, meskipun mereka mengalami banyak kesulitan. Kesulitan yang datang bukan berasal dari orang-orang jauh, melainkan dari orang-orang yang dekat dengan mereka. Orang-orang yang selalu ada bersama mereka. Figur inspiratif yang dimaksud adalah Nabi Yeremia dan Tuhan Yesus Kristus. Apa yang terjadi pada mereka berdua? Mari kita menyimak pengalaman berserah kepada Tuhan di dalam diri mereka.

Nama Yeremia (Ibrani:יִרְמְיָה , Ibrani Modern:Yirməyāhū, Arab إرميا). Nabi Yeremia merupakan salah seorang nabi besar dalam Kitab Perjanjian Lama. Ia adalah putra Hilkia yang lahir di Anatot pada tahun 645 SM. Ia bernubuat sebelum Kerajaan Yehuda ditaklukan oleh para penguasa Babel. Selama masa hidupnya, Yeremia dikenal sebagai seorang figure penting yang menentang dua kejahatan besar di Yehuda yakni umat Allah yang menyembah berhala dan ketidakadilan sosial dalam masyarakat. Apa yang dilakukannya? Ia menentang nubuat nabi-nabi palsu pada zamannya. Ia sangat peka terhadap isu-isu kemanusiaan. Ia bernubuat sekaligus mengalami apa yang dinubuatkannya. Jadi apa yang diwartakannya, itu pun yang dialami dalam hidupnya.

Pada hari ini kita mendengar Yeremia mengisahkan pengalaman pribadinya di Anatot. Pada waktu itu nyawanya terancam di sana. Ia mengaku mendapat pemberitahuan dari Tuhan shingga ia mengetahui semuanya. Tuhan sendiri memperlihatkan rencana-Nya kepada Yeremia. Yeremia merasa bahwa sebelumnya hidupnya laksana anak domba jinak yang dibawa untuk disembeli. Orang-orang fasik bersepakat untuk melakukan kejahatan kepadanya. Mereka berkata: “Marilah kita binasakan pohon ini dengan buah-buahnya! Marilah kita melenyapkannya dari negeri orang-orang yang hidup, sehingga namanya tidak diingat-ingat orang lagi!” (Yer 11: 19).

Orang-orang fasik memiliki rencana-rencana tertentu untuk menghabiskan orang-orang benar. Mereka berkata: “Jangan bernubuat demi nama Tuhan, supaya jangan engkau mati di tangan kami” (Yer 11:20).  Nabi Yeremia mengalami ancaman kehilangan nyawanya di kampung halamannya sendiri. Ancaman pembunuhan ini didengar sendiri oleh Yeremia dari Tuhan sehingga ia memilih untuk berpasrah kepada-Nya. Ia percaya bahwa hanya pada Tuhan saja ia mendapat perlindungan.

Pengalaman hidup nabi Yeremia ini adalah pengalaman hidup kita masa kini. Kita mau berbuat baik pasti memiliki banyak musuh. Orang jujur juga memiliki banyak musuh. Inilah hidup kita yang benar-benar nyata di hadapan Tuhan. Orang-orang fasik akan tetap bersekongkol untuk tetap hidup dalam kefasikan mereka. Orang-orang baik mengandalkan Tuhan untuk mengubah kefasikan hidup manusia. Pengalaman nabi Yeremia menginspirasikan kita bahwa Tuhan memang baik. Ia tidak membiarkan hamba-Nya menderita penganiayaan. Ia justru akan menyadarkan manusia untuk berlaku adil terhadap sesama.

Figur kedua adalah Tuhan Yesus dalam Injil. Ia mengalami penolakan bahkan ancaman untuk menghilangkan nyawa-Nya karena Ia melakukan mukjizat pada hari Sabat dan menyapa Allah sebagai Bapa-Nya. Tindakan Yesus ini tentu tidak masuk dalam kategori pemikiran orang-orang Yahudi yang begitu legalis saat itu. Sebab itu ada di antara mereka yang hendak menangkap dan menganiaya Yesus. Orang-orang yang lain justru tidak menolak Yesus. Mereka membuka dirinya untuk menerima Yesus sebagai Tuhan yang menyelamatkan manusia.

Ada dua kelompok orang yang memiliki sikap tertentu terhadap Yesus di Yerusalem. Kelompok pertama, Mereka yang mendengar perkataan Yesus dan mengakui-Nya bahwa Dialah benar-benar nabi yang akan datang. Kedua, ada yang mengakui Yesus sebagai Mesias. Ada yang menyangkal bahwa Mesias berasal dari Bethlehem bukan dari Galilea. Dengan demikian muncul pertentangan tertentu di antara mereka. Ada yang bahkan terang-terangan mau menangkap dan menganiaya Yesus, tetapi belum ada yang berani menyentuh-Nya. Para imam kepala dan kaum Farisi menghendaki supaya Yesus dibunuh. Nikodemus pernah datang kepada Yesus pada malam hari. Ia menghendaki supaya sebelum menghukum seseorang, orang perlu mendengarnya terlebih dahulu. Berilah kesempatan kepada-Nya untuk membela dirinya. Dengan demikian keadilan sosial berlaku untuk semua orang, semua warga negara.

Bagaimana dapat mengenal jati diri Yesus? Orang harus rajin membaca Kitab Taurat sebagai jalan untuk mengenal Yesus lebih dalam lagi. Dalam masa prapaskah ini kita diberi kesempatan untuk rajin membaca Kitab Suci, merenungkan dan melakukannya di dalam hidup kita masing-masing. Kita harus berani berserah kepada Tuhan. Biarkan Ia melakukan segalanya bagi kita.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply