Homili 5 April 2017 (Dari Bacaan pertama)

Hari Rabu, Pekan Prapaskah ke-V
Dan 3:14-20.24-25.28
Mzm Dan 3:52.53.54.55.56
Yoh 8:31-42

Terpujilah Tuhan Allah kita

Ada seorang bapa yang menceritakan pengalaman pribadinya dalam sebuah rekoleksi keluarga. Ia mengakui bahwa ternyata menjadi orang katolik itu tidaklah mudah. Ada saja pengalaman-pengalaman hidup yang sulit untuk dilewati, namun ketika bisa melewatinya dengan iman maka semuanya akan baik-baik saja. Beberapa tahun yang lalu ia mengalami cobaan besar dalam keluarganya. Setelah sepuluh tahun menikah, ia merasa jatuh cinta lagi dengan seorang wanita lain. Apa yang dilakukannya saat itu? Ia selalu membohongi istrinya dengan seribu satu alasan untuk bersama dengan wanita lain itu. Namun ada satu hal yang menakjubkan dari istrinya adalah bahwa ia tetap setia dan bersikap sebagai wanita yang bijaksana. Ia tidak mencari-cari kesalahan suaminya, demikian bapa itu juga tidak mencari-cari kesalahan istrinya.

Pada suatu hari istrinya bertanya kepadanya apakah ia masih mengingat kalimat pertama saat jatuh cinta kepadanya. Bapa itu tidak mau membohongi istrinya maka ia jujur mengakui bahwa ia masih tetap mengingatnya. Kalimat itu bunyinya: “Love You More Than You Know” (LYMTYK). Kalimat ini yang membuat wanita itu berani meninggalkan segalanya untuk menjadi istrinya. Ini juga menjadi kesempatan istimewa bagi bagi bapa itu untuk sadar diri dan kembali ke dalam keluarganya. Ia membaharui diri dan memulihkan hubungannya yang sudah lemah dengan istri dan anak-anaknya. Ia berkata: “Terpujilah Tuhan Allah yang mempersatukan kami di saat-saat yang sulit”. Pengalaman hidup Bapa ini mungkin dialami juga oleh banyak bapa dan ibu di dalam keluarga. Ada keinginan yang datang silih berganti hingga nyaris lupa pasangannya sendiri. Mungkin yang sedang berkuasa adalah hawa nafsu bukan cinta kasih. Pengalaman Bapa ini meneguhkan keluarga-keluarga yang sempat mengalami goncangan. Baginya, Tuhan dapat menyapanya dan memulihkan hidupnya pada saat yang tidak disadarinya.

Kita sedang melanjutkan peziarahan iman kita dalam masa prapaskah hingga pekan kelima ini. Bacaan pertama dari Kitab Daniel mengisahkan kisah heroik dari tiga pemuda yang merelakan dirinya dipanggang di atas perapian karena mempertahankan iman kepada Tuhan. Ketiga pemuda itu adalah Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Apa kisah heroik yang terjadi dalam hidup mereka? Adalah Nebukadnezar, raja Babilonia. Ia mempengaruhi mereka untuk menyembah berhala kepada dewanya dan patung emas yang didirikannya. Namun ketiga pemuda ini menolak tawaran raja. Mereka siap dibakar hidup-hidup asal tidak menyembah berhala karena Allah akan meolong mereka. Raja marah dan membakar mereka dalam perapian yang panasnya lebih kuat tujuh kali. Hal aneh yang raja lihat adalah ternyata bukan tiga pemuda yang masuk dalam perapian, tetapi justru ada empat orang yang berjalan bebas di dalam perapian. Mereka tidak terluka dan yang keempat itu seperti anak dewa.

Penglihatan ini membuat Nebukanezar berkata: “Terpujilah Allahnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego! Ia telah mengutus malaikat-Nya dan melapaskan hamba-hamba-Nya yang telah menaruh percaya kepada-Nya tetapi melanggar titah raja, yang menyerahkan tubuh mereka karena tidak mau memuja dan menyembah allah mana pun kecuali Allah mereka” (Dan 3:28). Nebukadnezar adalah orang asing yang terbuka matanya ketika menyaksikan karya Tuhan dalam diri ketiga pemuda dalam perapian yang kuat.

Masa prapaskah menjadi indah ketika kita bersama-sama memiliki semangat rela berkorban karena cinta yang tulus dan ikhlas kepada Tuhan. Kita memiliki banyak martir di dalam Gereja karena mereka mengasihi Allah dengan mempertahankan iman, harapan dan kasih kepada-Nya. Apa pun kesulitannya mereka tetap berusaha untuk mengatasi kesulitan dengan mengandalkan kuasa Tuhan. Mereka tidak mudah menyerah karena kesulitan-kesulitan tetapi berani karena mereka percaya bahwa Allah jauh lebih besar dari pada segala persoalan hidup mereka.

Sekarang marilah kita melihat diri kita sendiri. Banyak kali kita mengalami kesulitan dalam hubungan kita dengan Tuhan. Ada yang merasa tidak mampu memahami misteri ilahi. Ada yang mempertanyakan keberadaan Allah serta kuasa-Nya. Inilah situasi hidup kita saat ini. Kita belajar dari ketiga pemuda yang rela dibakar hidup-hidup karena kasih kepada Allah dengan hati yang tidak terbagi. Hendaknya dengan kuasa kasih Tuhan kita berani berkata: “Terpujilah Tuhan Allah kami”.

Kita dapat bertahan dalam penderitaan kalau kita benar-benar tinggal di dalam Firman Tuhan. Firman Tuhan menjadi pelita bagi langkah kaki kita. Dengan demikian kita dapat menjadi murid Kristus yang dapat mengenal kebenaran. Kebenaran itu sendiri akan memerdekakan kita dari dosa dan salah sehingga kita layak menjadi anak-anak Allah. Mari kita meninggalkan hidup yang lama dan masuk ke dalam hidup baru bersama Kristus.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply