Homili Hari Minggu Paskah – Misa Sore 2017

Homili Hari Raya Paskah
Misa Sore
Luk 24:13-35

Hati yang berkobar-kobar karena kasih

Saya mengawali homili Misa sore hari Minggu Paskah ini dengan mengutip perkataan St. Yohanes Paulus II, berikut ini: “Pada salib Kristus, Sang Putra yang sehakikat dengan Bapa menyerahkan keadilan sepenuhnya pada Allah, juga merupakan suatu pewahyuan radikal tentang belas kasih atau lebih tepat, suatu pewahyuan tentang kasih yang melawan apa yang menjadi akar kejahatan dalam sejarah manusia: melawan dosa dan kematian.” (Dives Misericordia, 8). Pada hari Raya Paskah ini sejenak kita kembali merenungkan Salib Kristus yang membuat komunitas Yesus sendiri mengalami krisis yang luar biasa. Mereka semua seakan tidak percaya akan peristiwa Yesus yakni penyaliban-Nya di atas Kalvari. Sebab itu mereka memilih untuk kembali kepada hidup mereka sebelumnya. Ada murid yang kembali ke Emaus, ada juga yang kembali ke Galilea untuk kembali bekerja sebagai nelayan.

Penginjil Lukas mengisahkan perjalanan dua orang murid, salah satunya bernama Kleofas dan lainnya tanpa nama. Mereka meninggalkan Yerusalem menuju ke Emaus sambil menceritakan peristiwa Yesus dan pengalaman kekecewaan mereka. Di saat seperti itu Yesus muncul dan menemani perjalanan mereka, tetapi mata mereka tidak memampukan mereka untuk mengenal-Nya. Siapakah Yesus bagi Kleofas dan temannya? Yesus adalah seorang nabi, berkuasa dengan perkataan dan perbuatan di hadapan Allah dan seluruh rakyat. Para imam dan pemimpin menyerahkan Dia untuk dihukum mati di salib. Padahal harapan banyak orang saat itu adalah bahwa Ia dapat membebaskan bangsa Israel dari kekuasaan bangsa Romawi. Ia sudah wafat tetapi ada yang bersaksi bahwa Ia sudah hidup kembali. Yesus sabar mendengar dan mendampingi mereka sambil menjelaskan isi Kitab Suci tentang Mesias, mulai dari Kitab Taurat, kitab para nabi dan Mazmur.

Hal yang menarik perhatian kita adalah dalam perjalanan sejauh 12km ini, Yesus mengajar mereka isi Kitab Suci tentang diri-Nya. Tetapi hati mereka memang lamban sehingga masih kesulitan untuk mengenal Yesus. Mereka baru dapat mengenal Yesus ketika Ia diminta untuk tinggal bersama mereka, dan Yesus pun berekaristi bersama mereka. Pada saat itulah mereka mengenal dan mengakui Yesus sebagai Anak Allah. Mereka mengungkapkan kebersamaan dengan Yesus sebagai momen di mana hati mereka berkobar-kobar. Mereka bersukacita dan kembali ke Yerusalem untuk mewartakan kebangkitan Yesus Kristus.

Kisah Injil ini memiliki makna yang mendalam. Yesus hadir dalam setiap persoalan hidup manusia. Ketika kedua murid dalam perjalanan ke Emaus penuh dengan kekecewaan dan ketakutan, Yesus hadir untuk memulihkan hati mereka. Yesus membawa sukacita, membuat hati mereka berkobar-kobar. Pengalaman kedua murid dapat menjadi nyata dalam kehidupan manusia.

Kita semua memiliki persoalan hidup. Ada saja perasaan kecewa dan tidak puas sehingga menjauh dari Tuhan atau dari kenyataan hidup yang sebenarnya. Kita membutuhkan Tuhan untuk berjalan bersama dan mendampingi hidup kita. Kita membutuhkan Tuhan Yesus supaya mengobarkan hati kita supaya kembali bersaksi tentang kebangkitan-Nya sendiri.

Sikap Yesus ini hendaknya menjadi sikap yang tepat bagi para orang tua, pendidik dan pemimpin masyarakat. Mereka perlu dan harus siap selalu, memiliki waktu dan kesempatan untuk hadir dalam kehidupan anak-anak dan kaum muda supaya mendampingi, mengayomi dan mengorientasikan mereka ke jalan yang benar. Tentu saja ini membutuhkan waktu yang banyak. Tuhan Yesus membutuhkan waktu beberapa jam untuk mendampingi kedua murid ke Emaus. Orang tua, pendidik dan pemimpin masyarakat perlu meluangkan waktu untuk mendampingi anak-anak dan kaum muda. Banyak kali orang mudah lari dari tanggung jawabnya. Orang tua lari dari tanggung jawabnya sebagai pendidik nomor satu dan menyerahkan anaknya ke dalam tangan babysiter atau pembantu. Anak-anak dengan sendirinya lebih menghormati pembantu dari pada orang tua kandungnya sendiri. Perilaku anak akan menyerupai pembantu. Anak beperilaku seperti pembantu di depan orang tua kandungnya.

Apa yang salah di sini? Satu kata yang menjawabi semua fenomena ini adalah pendampingan! Orang tua harus mendampingi anak-anaknya. Jangan pernah membiarkan mereka sendirian. Para guru harus mendampingi anak-anak didiknya.Pemerintah sebagai pemimpin masyarakat selalu hadir dalam kehidupan masyarakat banyak dan mengusahakan kesejahteraan mereka.

Mari kita memandang Yesus yang bangkit mulia dan mengagumi-Nya. Ia tetap menyertai Gereja selama-lamanya. Ia menyertai anda dan saya sepanjang hidup di dunia ini.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply to Anonymous Cancel reply