Homili Hari Minggu Paskah ke-V/A – 2017

Hari Minggu Paskah ke-V
Kis. 6:1-7
Mzm. 33:1-2,4-5,18-19
1Ptr. 2:4-9
Yoh. 14:1-12

Menjadi Jalan, Kebenaran dan Hidup bersama Kristus

Kita memulai perayaan syukur kita pada hari Minggu Paskah ke-V ini dengan sebuah Antifon Pembuka yang indah: “Nyanyikanlah nyanyian baru bagi Tuhan sebab Ia telah melakukan karya-karya ajaib; Ia telah menyatakan keadilan-Nya di depan mata bangsa-bangsa, alleluia.” (Mzm 98:1-2). Hari ini adalah hari baru maka layaklah Tuhan Allah mendapat sembah dan bakti kita kepada-Nya dengan lagu baru. Ia melakukan karya-karya ajaib di dalam hidup kita dan karya-karya ajaib itu tidak terhitung banyaknya. Ia melakukan keadilan bagi kita setimpal dengan perbuatan-perbuatan kita. Hanya bagi-Nya segala sembah dan bakti kita.

Kita juga masih berada di bulan Bunda Maria. Seluruh Gereja masih mengingat sebuah peristiwa penting berhubungan dengan Bunda Maria yakni peringatan 100 tahun penampakkan Bunda Maria kepada tiga anak gembala yakni Jasinta, Fransiskus dan Lusia di Fatima. Paus Fransiskus mengkanonisasikan Jasinta dan Fransiskus sebagai orang-orang kudus termuda yang bukan martir dalam sejarah Gereja Katolik. Paus Fransiskus mengatakan kepada para peziarah pada tanggal 13 Mei 2017: “Para peziarah yang terkasih, kita memiliki seorang ibu. Mari kita menatapnya seperti seorang anak menatap ibunya, dengan demikian kita hidup dengan harapan yang bertumpu pada Yesus Kristus”. Perkataan Paus ini mempertegas perkataan ini: “Ad Iesum per Maria” (Menuju kepada Yesus melalui Bunda Maria).

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini membantu kita untuk hidup dengan harapan yang bertumpu pada Yesus Kristus dan setiap perkataan-Nya. Dalam bacaan pertama kita mendengar suasana komunitas gereja perdana yang digambarkan dengan jelas oleh St. Lukas dalam Kisah Para Rasul. Ketika itu jumlah jemaat bertambah karena perwartaan jemaat perdana yang memiliki semangat sehati dan sejiwa. Namun ada banyak murid yang merasa kurang diperhatikan sehingga mereka bersungut-sungut, terutama di kalangan Yahudi yang berbahasa Yunani sebab pembagian kepada para janda diabaikan. Para Rasul cukup tanggap dengan situasi ini sehingga mereka meminta komunitas untuk memilih tujuh orang yang baik dan penuh dengan Roh Kudus dan hikmat supaya dilantik menjadi diakon atau pelayan.

Inilah nama-nama para diakon terpilih: Stefanus, Filipus, Prokhorus, Nikanor, Timon, Parmenas dan Nikolaus. Ketujuh orang terpilih ini berdiri di hadapan para rasul untuk didoakan dan mereka pun menumpangkan tangan untuk memberi berkat dan menguduskan mereka. Para Rasul nantinya lebih fokus pada pewartaan Sabda Tuhan, sedangkan para diakon akan lebih fokus pada pelayanan kasih kepada kaum miskin. Model hidup menggereja ini masih berlanjut hingga saat ini. Gereja bertugas untuk mensejahterakan diri secara jasmani dan rohani. Misi Gereja sebagai penjala manusia akan terlaksana dengan memperhatikan Sabda dan pelayanan kasih kepada kaum miskin yang tidak lain adalah Kristus sendiri.

Santu Petrus dalam bacaan kedua mengingatkan kita untuk menjawabi undangan Tuhan untuk datang kepada-Nya. Kita datang kepada Yesus Kristus, sebagai batu yang hidup yang sudah dibuang oleh manusia tetapi dipilih dan dihormati di hadirat Tuhan Allah. Kita mendekatkan diri kepada batu yang hidup supaya dapat dipergunakan sebagai batu yang hidup untuk membangun rumah rohani yang tidak lain adalah Gereja Kristus yang berkenan kepada-Nya. Yesus Kristus itu laksana batu yang dibuang oleh tukang bangunan dan kini menjadi batu penjuru. Namun di mata manusia tertentu telah menjadi batu sentuhan dan batu sandungan. Manusia seperti itu tersandung karena tidak taat kepada Firman Allah.

Santu Petrus juga mengingatkan kita supaya menyadari diri sebagai orang pilihan Tuhan karena sakramen Pembaptisan. Kita menjadi bangsa terpilih, kaum imam yang rajawi, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri. Tugas kita sebagai orang pilihan adalah mewartakan perbuatan-perbuatan agung Allah yang telah memanggil kita keluar dari kegelapan untuk masuk ke dalam terang. Tuhan Yesus telah menyelamatkan kita maka kita membalas kasih-Nya ini dengan mewartakan kasih-Nya. Kita menjadi batu yang hidup yang melindungi dan menguatkan Gereja.

Dalam bacaan Injil kita mendengar wejangan pertama Yesus sebelum meninggalkan para murid-Nya. Ia mengetahui hidup setiap murid-Nya yang merasakan sebuah kegelisahan mendalam karena peristiwa paskah-Nya. Lebih lagi, Yesus akan meninggalkan mereka secara manusiawi. Sebab itu Ia mengingatkan mereka untuk tidak gelisah hati mereka tetapi percaya selalu kepada Bapa di Surga dan percaya juga kepada-Nya. Yesus pergi ke rumah Bapa untuk menyiapkan tempat yang berlimpah rua, setelah semuanya siap maka Ia akan datang untuk menjemput kita supaya di mana Dia berada, kita juga berada bersama-Nya. Perkataan Yesus ini mengingatkan kita pada dua hal, pertama kita mengingat Yesus yang akan datang untuk mengadili orang yang hidup dan mati. Kedua, kita sering mudah merasa gelisah karena iman kita belum dewasa. Iman masih kekanak-kanakan (infantil). Dengan demikian kita cemas dan mengulangi dosa yang satu dan sama.

Untuk menguatkan hati para murid-Nya, Yesus mengatakan: “Akulah jalan, kebenaran dan hidup”. Tuhan Yesus benar-benar merupakan Jalan. Ia tidak hanya menunjuk jalan kepada Bapa, namun Dialah jalan itu sendiri menuju kepada Bapa. Dia adalah satu-satunya Pengantara kita kepada Bapa. St. Paulus mengatakan kepada Timotius: “Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus” (1Tim 2:5). Kita dapat menjadi jalan yang dapat mengantar sesama kepada Tuhan. Kita harus menjadi jalan yang benar menuju kepada Tuhan, bukan menjadi jalan yang menyesatkan sesama untuk jatuh ke dalam dosa.

Tuhan Yesus adalah kebenaran. Tidak ada kepalsuan di dalam hidup-Nya. Dia adalah Kebenaran yang memerdekakan kita dari dosa dan salah (Yoh 8:32). Kita pun dipanggil untuk membawa kebenaran kepada sesama manusia yang kini tercemar karena adanya ujaran kebenciaan dalam media sosial, korupsi, kolusi dan nepotisme. Semua ini membuktikan betapa banyak kepalsuan di dunia ini. Kita membutuhkan Yesus, kebenaran sejati yang memerdekakan kita.

Tuhan Yesus adalah hidup. Dialah sumber hidup yang ada sebelum dunia dijadikan. Kita dipanggil untuk menjadi serupa dengan Yesus yang melestarikan kehidupan dan menghargai nilai-nilai kehidupan manusia. Tugas kita bukan untuk menghabiskan sesama, melainkan menerima mereka apa adanya, menghargai mereka dan mendukung kehidupan pribadi mereka. Kita tidak berhak untuk menghabiskan hidup sesama kita. Kita mendukung hidup mereka supaya bahagia dan sejahtera sebagaimana dikehendaki Tuhan sendiri.

Kita berterima kasih kepada Tuhan Yesus yang menjadi satu-satunya Jalan, Kebenaran dan Hidup. Mari kita berusaha untuk menjadi Jalan, Kebenaran dan Hidup bagi sesama yang lain. Gereja kita akan penuh dengan sukacita karena selalu mengusahakan pewartaan sabda dan pelayanan kasih. Gereja kita juga siap menjadi batu yang hidup di tengah dunia. Biar pun ada badai, Gereja kita tidak akan goyah karena didirikan di atas batu wadas. Bersama Yesus kita menjadi serupa dengan-Nya.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply