Homili 17 Mei 2017

Hari Rabu, Pekan Paskah ke-V
Kis 15:1-6
Mzm 122:1-2.3-4a.4b-5
Yoh 15:1-8

PKS: Pengikut Kristus Sejati

Menjadi Pengikut Kristus Sejati merupakan harapan dan cita-cita dari setiap orang yang sudah menerima sakramen Pembaptisan. Sakramen Pembaptisan sendiri merupakan sakramen yang membuka pintu keselamatan bagi semua orang beriman sebab ia merupakan tanda dan awal kekudusan kita. Orang beriman harus memiliki komitmen untuk menyatu dengan Yesus Kristus yang adalah Tuhan dan Penebusnya. Tanpa komitmen dalam iman dan kepercayaan, orang itu akan kesulitan untuk mewujudkan kesejatiannya sebagai pengikut Kristus. Kita dapat memperhatikan dalam hidup bersama sebagai saudara seiman dalam Gereja. Ada orang tertentu yang hanya bisa mengakui dirinya sebagai orang beragama katolik, namun hidupnya tidak sesuai dengan hidup Kristus. Ada juga orang yang mengedepankan perbedaan-perbedaan dan lupa bahwa perbedaan-perbedaan itu merupakan kesempatan untuk menyatu dengan sesama yang lain dan menjadikan mereka sebagai saudara. Berbeda-beda tetapi tetap satu!

Sabda Tuhan dalam bacaan-bacaan liturgi kita hari ini membuka wawasan kita untuk menjadi pengikut Kristus sejati. Untuk mewujudkannya dalam hidup setiap hari maka kita tidak harus melihat seberapa besar perbedaan diri kita dengan sesama, termasuk memperhatikan perbedaan suku, agama, ras, jenis kelamin dan lain sebagainya. Tuhan Yesus Kristus hanya satu dan sama, dulu, sekarang dan selamanya. Ia tidak pernah melihat perbedaan-perbedaan kita tetapi bahwa kita adalah manusia yang membutuhkan keselamatan dan penebusan berlimpah.

Dalam bacaan pertama, kita mendapat informasi tentang perjuangan missioner Paulus dan Barnabas untuk mewujudkan hidup sebagai pengikut Kristus sejati. Ketika itu ada orang yang datang dari Yudea ke Antiokhia dan mengajar jemaat di sana bahwa apabila mereka tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa maka mereka tidak akan memperoleh keselamatan. Pendapat seperti ini tentu menyesatkan di mata Paulus dan Barnabas. Sebab itu mereka melawan sekaligus membantah pendapat seperti ini. Oleh karena persoalan ini sangat sensitif dan urgent bagi komunitas maka Paulus dan Baranabas dengan ditemani orang-orang lain, mereka datang ke Yerusalem untuk membicarakannya dengan para rasul dan para penatua. Ketika itu Paulus dan Barnabas di antar ke luar kota, mereka berjalan melalui Fenisia dan Samaria. Dalam perjalanan ini mereka juga menginjili banyak orang. Pekerjaan-pekerjaan Allah yang luar biasa telah mereka alami bersama dan kini mereka bagikan kepada mereka yang sempat dikunjungi. Ini merupakan momen penting dalam sejarah Gereja karena untuk pertama kalinya diadakan Konsili di Yerusalem.

St. Lukas menggambarkan tentang pengalaman missioner Paulus dan Barnabas dan kesan kita memang luar biasa. Mereka sangat tanggap dengan situasi dan berusaha untuk mencari solusi yang tepat supaya tidak ada perpecahan dalam tubuh jemaat Kristen yang barusan mereka bangun bersama. Tujuannya adalah supaya Gereja harus benar-benar satu, kudus, katolik dan apostolik. Itulah sebabnya Paulus dan Barnabas memiliki komitmen untuk pergi bertanya secara langsung kepada para rasul dan penatua di Yerusalem. Inilah cara bijaksana Paulus dan Barnabas sebagai orang lapangan untuk berani mencari solusi yang tepat demi menjaga persekutuan di antara mereka.

Persekutuan dengan Yesus Kristus merupakan harga mati bagi orang-orang yang percaya kepada-Nya. Dalam amanat perpisahan dengan para murid-Nya, Ia mengingatkan mereka untuk tetap bersekutu dengan-Nya. Ia menggunakan sebuah perumpamaan tentang pokok anggur yang benar. Dia mewahyukan diri-Nya sebagai pokok anggur yang benar dan Bapa di surga adalah pengusahanya. Ia sendiri memiliki kehendak untuk memotong ranting-ranting anggur yang tidak berbuah, sedangkan ranting-ranting yang berbuah dibersihkannya supaya menghasilkan lebih banyak buah lagi. Perumpamaan sederhana ini tentu mudah dipahami karena mereka tahu dan mengerti tentang pohon anggur. Kapan musim untuk memotong ranting yang kering dan kapan bisa membersihkan ranting yang berbuah.

Selanjutnya Yesus membuka wawasan mereka dengan ajakan untuk tinggal dan mengalami kasih-Nya. Yesus sebagai pokok anggur dan kita adalah ranting-rantingnya. Kita sebagai ranting dapat menghasilkan buah-buah kebajikan kristiani kalau kita benar-benar bersatu dengan Yesus Kristus. Kita siap untuk tinggal di dalam kasih atau di dalam Yesus sendiri. Yesus berkata: “Sine me nihil potestis facere” (Yoh 15:5). Terlepas dari Yesus kita tidak dapat berbuat apa-apa. Kita tinggal dengan Yesus Kristus berarti kita mengasihi-Nya. Wujud kasih sejati kita kepada Kristus adalah mendengar setiap perkataan-Nya dan melakukannya setiap hari dengan setia. Hanya dengan demikian Bapa di Surga dipermuliakan dan kita benar-benar menjadi pengikut Kristus sejati.

Apakah kita juga dapat menjadi pengikut Kristus sejati? Jawabannya adalah Ya! Kita harus berusaha untuk mewujudkan kesejatian kita sebagai pengikut Yesus Kristus. Kita perlu membangun persekutuan bersama sebagai satu Gereja. Segala perbedaan yang ada di dalam gereja adalah peluang untuk mewujudkan sifat Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik. Persekutuan sejati hanya dalam nama Yesus Kristus, pokok anggur yang benar. Apakah kita adalah ranting-ranting yang berbuah sehingga hanya dibersihkan atau ranting-ranting yang tidak berbuah sehingga harus dipotong dan dibakar? Renungkanlah dan jawablah sendiri.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply