Homili Hari Raya Tritunggal Mahakudus/A – 2017

Hari Raya Tritunggal Mahakudus/A
Kel. 34:4b-6,8-9
MT Dan. 3:52,53,54,55,56
2Kor. 13:11-13
Yoh. 3:16-18

Tuhan Allah itu pengasih dan murah hati

Kita mengawali perayaan Hari Raya Tritunggal Mahakudus dengan sebuah Antifon Pembuka berbunyi: “Terpujilah Allah Bapa, Putra Allah yang tunggal, serta Roh Kudus, karena sudah menaruh belas kasih kepada kita.” Kita mengimani Tuhan Allah sebagai Bapa yang berkehendak untuk menciptakan segala sesuatu, Tuhan Yesus Kristus sebagai Putera Allah yang menebus dosa-dosa kita karena taat kepada kehendak Allah Bapa dan Roh Kudus yang berasal dari Bapa dan Putera untuk mengajar dan mengingatkan kita akan segala sesuatu yang sudah diajarkan dan dilakukan oleh Yesus Kristus. Sebab itu layaklah Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus disembah dan dimuliakan di dalam hidup kita. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan bahwa, kita dapat percaya kepada Allah Tritunggal Mahakudus hanya kalau kita sungguh-sungguh percaya kepada Yesus Kristus. Dialah yang mengajarkan kita akan Allah yang demikian luar biasa. Fakta bahwa ada tiga Pribadi ilahi dalam satu Allah merupakan misteri yang tidak dapat diselami oleh akal budi kita (KGK, 237).

Perayaan Hari Raya Tritunggal Mahakudus yang kita rayakan secara meriah pada hari ini mengingatkan kita pada suatu peristiwa yang terjadi pada abad ke-IV silam. Ketika itu Arius, salah seorang imam dari Gereja Katolik mengajarkan sebuah bidaah atau ajaran sesat yang disebut Arianisme. Arius dengan penuh keyakinan mengajarkan bahwa Yesus Kristus itu bukan Tuhan melainkan salah satu makhluk yang diciptakan Tuhan. Di sini Arius menyangkal ke-Allahan dalam diri Yesus Kristus dan dengan sendirinya ia juga menyangkal adanya Tritunggal Mahakudus, dalam hal ini ada satu Allah dengan tiga Pribadi yang berbeda. Bidaah yang diajarkan oleh Arius ini mendapat tantangan sengit dari Uskup Athanasius. Ia berpegang teguh pada ajaran orthodox bahwa kita percaya kepada satu Allah dengan tiga Pribadi ilahi yang berbeda yaitu Bapa, Putera dan Roh Kudus. St. Athanasius mengatakan: “Tiada sesuatu yang serupa dengan Tritunggal; Kodrat-Nya satu, tak terceraikan; satu pun daya kegiatan-Nya”. St. Anthanasius mempertahankan doktrin iman ini. Hingga saat ini kita mendoakan Credo dari Konsili Nikea dalam misa Hari Minggu dan Hari Raya dan mengaku percaya kepada Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus.

Dari Konsili Nikea kita mempoelajari sebuah contoh yang bagus, bagaimana Uskup Athanasius yang kudus berkonfrontasi dengan Arius yang muncul dengan ajaran sesatnya. Tokoh lain yang berjuang untuk mempertahankan doktrin Tritunggal Mahakudus adalah St. Ephrem dari Siria. Ia menciptakan doa dan pujian yang senantiasa didaraskan dalam ibadat suci dan juga dalam perayaan Ekaristi Hari Minggu. Sementara itu St. Thomas Becket (1118-1170) berusaha untuk mendapat ijin supaya merayakan Hari Raya Tritunggal Mahakudus. Pada masa Paus Yohanes ke-XXII (1316-1334) perayaan ini berkembang sebagai perayaan wajib bagi seluruh Gereja Katolik. Selama berabad-abad Gereja senantiasa mendoakan doa Aku Percaya (Credo) dan merayakan hari istimewa ini untuk menyembah Allah Tritunggal Yang Mahakudus.

Apa yang hendak Tuhan sampaikan kepada kita pada hari Raya Tritunggal Mahakudus ini?

Mari kita belajar dari pengalaman akan Allah dalam diri Musa. Tuhan Allah memerintahkannya untuk naik ke atas gunung Sinai dengan membawa kedua loh batu di tangannya. Tuhan turun dalam awan dan berdiri dekat Musa. Musa adalah sahabat Tuhan. Hanya dia yang mampu melihat Tuhan dan kemuliaan-Nya. Tuhan Allah bahkan berinisiatif untuk berjalan di depan Musa. Kita melihat bahwa Tuhan yang berinisiatif untuk mewahyukan diri-Nya kepada Musa. Ia berkata: “Tuhan adalah Allah yang penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setian-Nya!” (Kel 34:6). Musa mendengar semua perkataan Tuhan, menyimak dan percaya kepada-Nya. Hakikat Tuhan adalah penyayang, pengasih, panjang sabar, kasih setia-Nya berlimpah. Kualitas-kualitas inilah yang harus kita miliki sepanjang hidup ini.

Bagaimana dengan Musa? Ia berlutut dan menyembah Tuhan. Ia dengan rendah hati berkata kepada Tuhan: “Jikalau aku telah mendapat kasih karunia di hadapan-Mu, ya Tuhan, berjalanlah kiranya Tuhan di tengah-tengah kami. Sekalipun bangsa ini suatu bangsa yang tegar tengkuk, tetapi ampunilah kesalahan dan dosa kami. Ambillah kami menjadi milik-Mu” (Kel 34:9). Musa tidak mengingat dirinya sendiri. Ia percaya bahwa Tuhan Allah yang penyayang, pengasihi, panjang sabar dan berlimpah kasih setia-Nya ini menjadikan bangsa Israel menjadi milik pusakanya.

Pengalaman Musa adalah pengalaman Yesus sendiri. Tuhan Yesus ketika berbicara dengan Nikodemus menunjukkan bahwa Tuhan selalu mengambil inisiatif pertama untuk menyelamatkan manusia. Kualitas Tuhan adalah kasih. Yesus berkata: “Begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3:16). Di sini kita melihat peran Tritunggal Mahakudus bagi keselamatan kita. Allah Bapa mengasihi dunia, Allah Putera menyelamatkan manusia dan relasi kasih ini hanya ada dalam Roh Kudus. Yesus adalah Musa baru yang memperkenalkan Allah sebagai kasih.

Santu Paulus dalam bacaan kedua mengingatkan Jemaat di Korintus untuk selalu bersukacita dan berusaha untuk menjadi kudus. Kekudusan itu ada di dalam diri mereka. Sebab itu sebagai satu jemaat mereka bersekutu, dalam hal ini sehati sepikir dan hidup dalam damai sejahtera. Hanya dengan hidup demikian mereka dapat mengalami Allah Tritunggal Mahakudus di dalam hidup mereka. Pada akhirnya Paulus mengatakan: “Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, kasih Allah dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian” (2Kor 13:13).

Kita bersyukur kepada Tuhan karena Ia senantiasa memberi kesempatan kepada kita untuk memahami Misteri ilahi-Nya. Allah Tritunggal Mahakudus memberi inspirasi yang luar biasa di dalam hidup kita setiap hari. Pertama, kita mendapat inspirasi untuk hidup serupa dengan Allah atau hidup kudus dan sempurna. Untuk menggapai hidup yang sempurna maka perlu memiliki kualitas Tuhan yakni penyayang, pengasihi, panjang sabar dan berlimpah kasih. Apakah kita mampu memiliki kualitas Tuhan di dalam hidup setiap hari? Kedua, Kita mendapat inspirasi untuk bersekutu sebagai satu keluarga atau satu komunitas. Kita percaya kepada Allah Bapa, Putera dan Roh Kudusa sebagai satu Allah dengan tiga pribadi yang berbeda. Hendaknya setiap keluarga dan komunitas memiliki kekuatan rohani dari Allah Tritunggal Mahakudus. Mengikuti santu Paulus, setiap umat sehati sepikir dan hidup dalam damai sejahtera. Apakah kita sudah sedang menghayati semangat hidup seperti ini?

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply