Homili 26 Juni 2017

Hari Senin, Pekan Biasa ke-XII
Kej 12:1-9
Mzm 33: 12-13.18-19.20.22
Mat 7:1-5

Beranilah ber-eksodus!

Saya pernah menjumpai beberapa penduduk di sebuah daerah transmigrasi. Mereka menghuni sebuah daerah transmigrasi yang baru, subur dan lebih menjanjikan sebuah masa depan yang lebih bagus. Kami pun berbincang-bincang bersama tentang pengalaman mereka di daerah transmigrasi. Ada seorang bapa yang mengatakan bahwa ia sedang memulai sebuah sejarah baru dalam hidupnya. Ia meninggalkan kampung halamannya untuk memulai hidup baru yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Semua keturunan akan ikut menghuni daerah baru ini. Seorang bapa yang lain mengatakan bahwa tinggal di daerah transmigrasi pada mulanya memang sulit. Namun ia menggunakan potensi dirinya untuk menaklukkan tempat yang baru supaya keturunannya boleh hidup lebih baik lagi. Pada umumnya mereka mengakui ada kesulitan namun kesulitan-kesulitan itu dipandang sebagai kesempatan untuk meraih masa depan yang lebih baik lagi. Saya mendengar semua sharing mereka dan merasa bangga dengan mereka. Harapan saya waktu itu adalah semoga mereka menjadi lebih baik dan lebih sejahtera lahir dan bathin.

Pada hari ini kita mendengar kisah panggilan Abram. Abram berasal dari Ur di Kasdim. Ia memiliki banyak harta kekayaan yang dapat mencukupi seluruh kebutuhan hidupnya bersama Sarai istrinya. Namun Tuhan memiliki rencana yang lain baginya. Tepatnya di negeri Haran Tuhan meminta Abram untuk ber-eksodus, dalam arti keluar dari atau meninggalkan negerinya, sanak saudarinya dan rumah bapanya ke sebuah negeri yang akan Tuhan tunjukkan baginya. Nah, eksodusnya Abram memang beda. Ia sudah memiliki harta kekayaan yang berlimpah rua, namun Tuhan menghendaki supaya ia meninggalkan semuanya ke tempat yang juga belum jelas karena masih akan ditunjukkan oleh Tuhan sendiri. Tempat baru itu hanya Tuhan yang tahu. Kita dapat membayangkan situasi kita yang mungkin sudah mapan, diminta untuk meninggalkannya ke negeri yang baru. Pastilah kita juga mengalami kesulitan tertentu.

Selanjutnya Tuhan mengetahui bahwa Abram mengikuti kehendak-Nya. Sebab itu Tuhan mengikat perjanjian dengannya. Isi perjanjiannya adalah: Abram harus pergi ke negeri yang akan Tuhan tunjukkan kepadanya. Tuhan akan membuat Abram menjadikan Abram dan keturunannya menjadi sebuah bangsa yang besar. Tuhan akan memberkati Abram dan namanya akan menjadi masyhur. Abram akan menjadi berkat bagi banyak orang. Perjanjian ini diberikan Tuhan kepadanya dan Tuhan sendiri akan menggenapi semua janji yang diikat-Nya bersama Abram hamba-Nya.

Sikap yang tepat dari Abram adalah mendengar dengan baik dan mengikuti kehendak Tuhan. Ia mengambil Sarai istrinya dan membawa anak saudaranya bernama Lot. Abram membawa serta semua harta kekayaaannya dan juga orang-orang yang mereka taklukan dari Haran. Mereka pergi ke sebuah negeri yang akan ditunjukkan Tuhan bernama tanah Kanaan. Tuhan menepati janji-Nya dengan memberikan tanah terjanji yang penuh susu dan madunya. Seluruh negeri itu diberikan Tuhan kepada Abram dan keturunannya. Di tempat-tempat tertentu, Abram mendirikan tempat untuk memuji dan menyembah Tuhan.

Pengalaman Abram ini kiranya tepat dengan perkataan sang Pemazmur di hadapan Tuhan: “Berbahagialah bangsa yang dipilih Tuhan menjadi milik pusaka-Nya.” (Mzm 33:12b). Abram dipilih Tuhan menjadi milik pusaka-Nya. Mengapa Abram bukan orang lain yang dpilih Tuhan? Jawabannya adalah karena Abram membuka dirinya untuk mendengar Tuhan dan melakukan kehendak Tuhan dengan sepenuh hati. Abram taat dan membangun relasi yang mendalam dengan Tuhan. Mengapa demikian? Karena Abram memiliki iman yang kuat kepada Tuhan. Iman Abram ditunjukkan dalam ketaatan kepada kehendak Allah dan membangun tempat-tempat pemujaan kepada Tuhan.

Sikap Abram ini merupakan bukti ketulusannya kepada Tuhan. Orang yang tulus hati akan patuh dan setia kepada Tuhan.Orang tidak tulus hati akan menunjukkan sikapnya yang penuh dengan kemunafikan. Orang yang tidak tulus hati akan bersikap suka menghakimi sesamanya sesuai ukurannya sendiri. Orang itu memiliki kecenderungan untuk melihat hal-hal negatif di dalam diri sesama manusia dan lupa diri bahwa ia sendiri memiliki aneka kekurangan dalam hidupnya. Orang yang tidak tulus hati adalah orang munafik. Mereka selalu merasa diri benar dan lupa akan segala keterbatasan hidupnya sebagai manusia.

Apa yang hendak Tuhan katakan kepada kita pada hari ini?

Tuhan selalu memiliki rencana-rencana yang indah bagi kita masing-masing. Ia memiliki rencana yang indah bagi Abram dan keturunannya. Ia juga memiliki rencana yang indah bagi anda dan saya dan semuanya juga indah. Sekarang tergantung bagaimana kita menyikapinya. Apakah kita tulus dan setia seperti Abram atau kita bersikap munafik di hadapan-Nya. Apakah kita siap mentaati kehendak Tuhan atau kita hanya berdiri menjadi pengamat yang aktif melihat kelemahan-kelemahan saudari dan saudara kita yang lain. Mari kita membenahi diri karena kita percaya bahwa Tuhan mengasihi orang yang tulus dan setia. Kita harus berani ber-eksodus.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply