Homili 6 Juli 2017

Hari Kamis, Pekan Biasa ke-XIII
Kej. 22:1-19
Mzm. 116:1-2,3-4,5-6,8-9
Mat. 9:1-8

Masalah sesungguhnya adalah dosa!

Saya pernah mendengar sebuah ceramah dari seorang Romo yang disampaikannya kepada para remaja di sebuah sekolah. Kebetulan sekolah itu dikenal di kalangan umum sebagai sekolah dengan tingkat kenakalan remaja yang cukup tinggi. Ada di antara siswa yang mengendarai motor secara ugal-ugalan di jalan raya, melakukan tawuran dengan sekolah yang lain dan aneka tindakan kenakalan remaja lainnya. Komunitas sekolah dan para orang tua serta pemerintah setempat sudah berkali-kali bertemu untuk membahas masalah ini namun mereka tetap mengulangi kenakalan yang sama. Romo yang diundang khusus untuk memberi ceramah sebagai bagian dari proses pembinaan karakter mereka mengatakan tentang kesadaran akan dosa. Bahwa setiap orang memiliki hati nurani maka hendaknya ada kesadaran akan rasa berdosa di dalam diri mereka. Hal yang selalu terjadi dalam diri para remaja adalah kehilangan rasa bersalah atau rasa berdosa sehingga mengulangi kenakalannya yang sama. Maka masalah sesungguhnya adalah adanya dosa dalam diri anak-anak remaja, bukan hanya sekedar sebuah kenakalan remaja saja.

Pada hari ini kita mendengar sebuah kisah Injil yang menarik perhatian kita semua. Di kisahkan bahwa Yesus masih berada di sekitar danau Galilea. Ia naik ke atas perahu untuk kembali ke kota-Nya yaitu Kapernaum. Orang membawa seorang lumpuh tanpa nama di atas sebuah tilam kepada Yesus. Tuhan Yesus menunjukkan ke-Allahan-Nya ketika berhadapan dengan mereka. Ia melihat iman dari para pengusung dan iman orang lumpuh itu. Iman yang dapat melepaskan mereka dari kuasa dosa dan membawa mereka kepada kekudusan. Dosa selalu menghalang-halangi kekudusan kita. Sebab itu Tuhan Yesus berkata: “Percayalah, anak-Ku, dosamu sudah diampuni”.

Perhatian kita saat ini tertuju kepada orang lumpuh dan teman-temannya. Memang defakto mereka tahu bahwa hal yang menghalangi orang lumpuh dalam berelasi dengan orang lain adalah kelumpuhan dan kelemahan manusiawinya. Ini juga yang masuk dalam kategori pemikiran manusia. Tuhan Yesus ternyata melihat sesuatu yang lebih dari sekedar kelemahan manusiawi yakni dosa. Dosa telah menghalangi perjumpaan kita dengan Tuhan dan sesama. Dosa melumpuhkan relasi kita dengan Tuhan dan sesama. Maka tepat sekali perkataan Yesus yakni perlu iman dan kepercayaan kepada-Nya sebab Dialah yang berkuasa untuk mengampuni dosa-dosa manusia.

Sikap Yesus ini ternyata mengundang kontroversi di antara para ahli Taurat. Mereka berpikir negatif terhadap Yesus dan mempertanyakan kuasa-Nya untuk mengampuni dosa-dosa manusia. Yesus dengan tegas mengatakan bahwa Dialah yang berkuasa untuk mengampuni dosa manusia. Pernyataan tegas Yesus ini bukan basa-basi saja. Yesus mendapat kuasa dari Bapa untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan keselamatan. Ia memiliki keprihatinan yang mendalam tentang manusia yang hanya melihat hal-hal yang sifatnya manusiawi. Tuhan melihat hal-hal yang dapat membawa manusia kepada kekudusan. Dosa menghalangi kekudusan manusia maka tugas Yesus adalah menghancurkannya.

Hasil akhirnya adalah orang lumpuh itu memiliki iman yang mendalam dan ia memperoleh kesembuhan. Tuhan Yesus menyelamatkannya dari kelumpuhan dosa dan membiarkan dia berjalan sebagai orang merdeka. Banyak orang yang melihat mukjizat ini memuliakan Allah dan kuasa keselamatan-Nya. Pengalaman keselamatan adalah pengalaman penuh sukacita dalam hidup manusia. Pengalaman pertobatan adalah pengalaman akan Allah yang benar-benar nyata dalam hidup manusia.

Pengalaman akan Allah juga ditandai dengan semangat untuk terbuka dan rela berkorban. Abraham dalam bacaan pertama menunjukkan teladan imannya yang besar kepada Allah. Abraham menunggu dengan penuh harapan akan rencana Allah untuk menganugerahkan keturunan yang banyak kepadanya. Maka kelahiran Ishak merupakan suatu tanda kasih Allah yang sangat mendalam bagi Abraham dan Sara yang sudah memasuki usia lanjut. Ini boleh dikatakan sebagai buah dari iman Abraham dan Sara kepada Allah.

Tuhan menguji iman Abraham dengan memintanya untuk mempersembahkan Ishak kepada-Nya. Abraham memang berada dalam pilihan yang sulit namun karena imannya maka ia bersedia mengurbankan anaknya yang tunggal. Tuhan melihat iman Abraham dan menghargainya sebagai sebuah kebenaran di hadapan-Nya. Berkat berlimpah pun diberikan Tuhan kepada Abraham. Sekali lagi Tuhan membaharui janji kasih kepada-Nya.

Tuhan Allah sangat baik dengan kita, mengapa kita selalu jatuh dalam dosa? Mengapa kita mengalami kelumpuhan iman? Bukalah hatimu kepada Tuhan Yesus, imanilah Dia dan keselamatan akan menjadi milikmu juga.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply