Homili 5 Agustus 2017

Hari Sabtu, Pekan Biasa Ke-XVII
Im. 25:1,8-17
Mzm. 67:2-3,5,7-8
Mat. 14:1-12

Berani Mengatakan kebenaran!

Banyak di antara kita tentu merasa kecewa ketika mendengar berita-berita di Nusantara tentang figur-figur politik tertentu yang mengalami penolakan publik karena memiliki iman dan kepercayaan yang berbeda. Ada juga yang mengalami penolakan publik meskipun memiliki iman dan kepercayaan yang sama, misalnya mereka itu masih dilabel komunis. Ada juga figur tertentu yang melakukan skandal, secara sadar melakukan degradasi moral karena perilakunya benar-benar menyimpang. Semua situasi ini menimbulkan chaos atau orang lebih suka menyebutnya “kegaduhan politik”. Kita dapat saja memaklumi situasi semacam ini karena alasan kelemahan manusiawi namun seharusnya akal budi, suara hati dan kemerdekaan pribadi juga perlu dikedepankan dalam kebersamaan.

Sesungguhnya berbagai macam chaos atau “kegaduhan politik” yang terjadi saat ini bukanlah hal yang baru. Pada zaman Tuhan Yesus pun sudah ada pejabat publik yang melakukan dagradasi moral sehingga menimbulkan reaksi yang keras dari Yohanes Pembaptis. Pejabat publik yang dimaksud adalah Herodes Antipas yang bergelar Tetrarka. Pada saat itu Herodes Antipas menjabat sebagai raja di sekitar Galilea dan Perea dan berkedudukan di Tiberias. Ia melakukan sebuah kesalahan besar dengan mengambil Herodias yang saat itu merupakan istri Herodes Filipus sebagai istrinya. Herodes Filipus adalah saudara tiri Herodes Antipas. Istri pertama Herodes Antipas bernama Phasaelis, putri Aretas IV Philopatris dari Nabatea. Ia menceraikannya demi menikahi Herodias. Yohanes Pembaptis mengatakan kepada Herodes Antipas bahwa tidak halal ia mengambil Herodias sebagai istrinya karena merupakan istri saudara tirinya sendiri. Perlu kita ketahui bahwa Ayah Herodes Antipas yakni Herodes Agung memiliki dua istri. Salah satu istri melahirkan Herodes Antipas dan istri yang lainnya melahirkan Herodes Filipus.  Lihatlah bahwa ini benar-benar sebuah skandal dari pemimpin dan sangat memalukan.

Teguran Yohanes Pembaptis melukai batin Herodes Antipas dan Herodias istri mudanya. Herodes memang segan dengan Yohanes Pembaptis karena banyak orang menganggapnya sebagai nabi. Namun ia menangkap, membelenggu dan memenjarakan Yohanes. Ia bahkan ingin membunuhnya. Tentu saja dengan membunuh Yohanes maka semua urusan dengan Herodias akan selesai. Rencana Herodes Antipas akhirnya terlaksana dengan baik. Pada hari ulang tahun Herodes, anak perempuan Herodias menari dan menyukakan hati Herodes dan banyak orang. Ia lalu berjanji kepada anak perempuan Herodias untuk memberikan hadiah apa saja, setengah dari kerajaan pun ia rela memberinya. Anak itu mendekati ibunya dan tanpa berpikir panjang ia meminta kepala Yohanes Pembaptis di sebuah talam. Herodes tidak mampu mengingkari janjinya. Ia menyuruh para algojo untuk memenggal kepala Yohanes Pembaptis.

Dikisahkan bahwa pada tahun 36 Phasaelis istri Herodes Antipas melarikan diri ke tempat ayahandanya. Selanjutnya Aretas IV menyerang wilayah-wilayah Herodes Antipas, dan mengalahkan tentaranya. Penulis Josephus Flavius menghubungkan kisah ini dengan tindakan Herodes memenggal kepala Yohanes Pembaptis meskipun tindakan ini terjadi beberapa tahun sebelumnya. Herodes Antipas sempat meminta bantuan Kaisar Tiberius untuk memerintahkan gubernur Siria menyerang Aretas. Namun dengan kematian Tiberius pada tahun 37 maka perintah tersebut tidak pernah dijalankan. Pada tahun 39 Masehi Herodes Antipas dituduh oleh keponakannya Agripa I berkomplot melawan Kaisar Romawi yang baru yaitu Caligula. Caligula kemudian membuangnya ke pengasingan di Gaul. Ia tetap didampingi oleh Herodias  dan meninggal tanpa diketahui kapan tepatnya.

Kisah kemartiran Yohanes Pembaptis ini menarik perhatian kita semua. Yohanes tidak mencari popularitas. Ia hanya mau ikut menjaga kewibawaan Herodes Antipas sebagai pejabat publik di Galilea dan Perea. Tetapi teguran dari Yohanes Pembaptis yang begitu luhur masih kalah dengan janji Herodes kepada putri Herodias. Kebaikan, kebenaran selalu berhadapan dengan kejahatan. Kadang-kadang kejahatan dapat mengalahkan kebailkan dan kebenaran dengan mudah. Manusialah yang menentukan kebenarannya sendiri bukan Tuhan. Keadilan sudah dirampok demi nafsu manusiawi sesaat. Hal yang baik di sini adalah para murid Yohanes Pambaptis menguburkan jenasah Yohanes dan memberitahukan Yesus tentang kemartirannya.

Penampilan Yesus di hadapan umum sempat membuat Herodes bertanya-tanya tentang siapakah Yesus itu. Ia benar-benar tidak mengenal Yesus, sehingga menganggapnya sebagai Yohanes Pembaptis yang sudah bangkit dari antara orang mati sehingga kuasa-kuasa untuk berkata-kata dan membuat berbagai mukjizat dapat dilakukan oleh Yesus dengan sempurna. Kita melihat bahwa dalam hal-hal tertentu, kehadiran Yesus dan pekerjaan-pekerjaan-Nya membuka nurani kehidupan banyak orang. Herodes Antipas adalah salah satunya yang ingin mengenal Yesus dari dekat, hanya tidak sempat saja.

Pada hari ini kita belajar hal-hal tertentu berikut ini:

Pertama, Pribadi Yesus mampu menggerakkan hati dan pikiran banyak orang karena kebaikan-kebaikan-Nya. Semua tanda heran, perkataan dan pengajarannya dengan penuh kuasa dan wibawa telah mengubah hidup banyak orang untuk menjadi lebih baik lagi. Kita perlu belajar berbuat baik seperti Yesus supaya dapat mengubah hidup sesama yang lain.

Kedua, Pribadi Yohanes Pembaptis sangat inspiratif bagi kita. Ia mengatakan kebenaran, menjaga wibawa Herodes Antipas sebagai pemimpin di Galilea dan Perea. Namun kebenaran yang disampaikannya tidak mendapat tempat yang tepat. Itulah yang menjadikannya sebagai martir, mendahului Yesus sebagai martir dari para martir. Kita pun dapat belajar dari Yohanes Pembaptis untuk terus belajar berbuat baik, memperjuangkan kebenaran sampai titik darah terakhir.

Ketiga, Pribadi Yesus dan Yohanes memberikan pembelajaran yang sangat berharga. Kalau kita mau mengubah dunia maka kitalah yang harus berubah bahkan rela mati untuk kebaikan dan keselamatan orang lain. Yesus sendiri berkata: “Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati,   ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah”. (Yoh 12:24). Beranikah kita menjadi seperti biji gandum?

Keempat, Kita belajar dari para murid Yohanes Pembaptis. Mereka sangat setia dan mengasihi gurunya. Sebab itu mereka mengambil jenasah dan menguburkannya. Mereka juga menyampaikan kepada Yesus kejadian ini. Kita belajar untuk tahu bersyukur kepada orang-orang yang berjasa bagi kita. Banyak kali kita lalai untuk bersyukur.

Kita dapat mengatakan bahwa waktu-waktu kehidupan kita masuk dalam tahun Yobel. Kita belajar untuk terus berbuat baik sepanjang hidup kita. Kalau Tuhan ada di pihak kita maka berbuat baiklah selalu, berbelas kasihlah kepada sesama yang lain dalam waktu-waktu kehidupan kita. Beranilah mengatakan kebenaran!

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply