Food For Thought: Menjadi Pribadi yang terbaik

Menjadi pribadi yang terbaik

Selama dua tahun berturut-turut, sidang paripurna MPR di Republik ini dinodai oleh doa-doa yang dicampur dengan bumbu-bumbu politik tertentu. Pada tanggal 16 Agustus 2016 yang lalu, anggota Komisi III DPR dari Partai Gerindra, Muhammad Syafi’i membawakan doa, dan dalam doanya ia berkata kepada Tuhan: “Jauhkan Ya Allah dari pemimpin hianat pemberi janji palsu”. Pada sidang paripurna 16 Agustus 2017, Tifatul Sembiring dari PKS mendoakan Jokowi: “Gemukanlah badan presiden Jokowi” dan beberapa instensi lainnnya. Di sini kita melihat bahwa selama dua tahun berturut-turut doa para wakil rakyat kepada Tuhan selalu dihiasi dengan unsur-unsur politik tertentu. Mungkin M.Syafi’i dan Tifatul berpikir bahwa Tuhan itu dapat diatur oleh manusia. Ini adalah wakil rakyat kita yang tidak menggunakan common sense.

Dunia maya dan dunia nyata gempar ketika mendengar ujud doa semacam ini, dan kebetulan keluar dari mulut wakil rakyat. Wakil rakyat yang terhormat juga berusaha membenarkan dirinya tanpa berefleksi apakah ia keliru mengucapkan doa itu kepada Tuhan. Mungkin Tuhan juga bingung mendengarkannya dan bahkan menertawakan kepolosan sekaligus kelemahan manusiawi ciptaan-Nya ini. Tetapi kita percaya bahwa Tuhan mengerti dan peduli dengan manusia ciptaan-Nya. Dari Kitab Amsal kita membaca: “Tuhan itu jauh dari pada orang fasik, tetapi doa orang benar didengarkan-Nya” (Ams 15:29). Hanya saja ujud doa dari para politisi di Republik ini memang beda.

Doa bernuansa politis ini tentu semakin mengokohkan posisi Presiden Joko Widodo sebagai figur yang sulit untuk ditaklukkan karena kebaikan-kebaikannya. Untuk dapat menjatuhkan Joko Widodo maka ujaran kebencian selalu dipakai sebagai senjata. Jarang orang berusaha menjatuhkan Joko Widodo karena kebaikannya. Dunia internasional mengakuinya sebagai figur yang hebat di Republik ini. Hanya di Indonesia saja yang belum memiliki kultur untuk mengapresiasi dan menghormati kepala negaranya di tempat terbuka. Sungguh terlalu ironis!

Saya mengingat Paulo Coelho. Ia pernah berkata: “Kalau anda ingin aman, jadilah orang biasa-biasa saja. Kalau anda ingin menjadi pribadi yang terbaik maka bersiap-siaplah menahan serangan.” Saya yakin banyak orang akan memilih menjadi orang biasa-biasa saja supaya aman. Ini namanya orang bermental bekicot. Dalam suasana aman, dia ternyata seorang penakut kelas kakap. Mindset harus berubah menjadi lebih baik lagi, sehingga pilihan yang seharusnya adalah menjadi pribadi yang terbaik. Serangan-serangan datang silih berganti. Tetapi kita sebagai orang beriman masih memiliki Tuhan yang jauh lebih besar dari serangan-serangan yang datang dari luar.

Cita-cita dan harapan kita di hadapan Tuhan bukan hanya sekedar menjadi orang biasa tetapi menjadi orang yang luar biasa. Kita harus menjadi orang yang terbaik baik Tuhan dan sesama.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply