Homili 5 September 2017

Hari Selasa, Pekan Biasa ke-XXII
1Tes 5:1-6.9-11
Mzm 27:1.4.13-14
Luk 4:31-37

Mengalami Kuasa Sabda Tuhan!

Ada seorang pemuda yang bersaksi tentang kuasa Sabda Tuhan di dalam hidupnya. Ia mengaku selama beberapa tahun tidak sempat membaca Kitab Suci. Ia selalu merasa malas ketika melihat buku Alkitab, dengan sendiri ia tidak membaca, merenungkan dan menghayati Kitab Suci. Ia malas mengikuti perayaan Ekaristi harian dan Hari Minggu. Ia merasakan semua ini sebagai pengalaman kegelapan di dalam hidupnya. Pada suatu ketika ia harus diopname di Rumah Sakit karena sakit. Pihak Pastoral Care di Rumah Sakit itu selalu membacakan perikop-perikop Kitab Suci berdasarkan bacaan-bacaan liturgi pada hari itu, dan membacakan sebuah renungan singkat berdasarkan bacaan liturgi itu. Semua pasien mendengar dengan penuh perhatian dan merenungkannya. Sang Pemuda ini tidak dapat mengelak dari kebiasaan yang dilakukan oleh bagian pastoral care. Ia dengan tabah hati mendengar Sabda dan merenungkannya. Ini merupakan pengalaman akan Allah yang sungguh-sungguh mengubah hidupnya. Boleh dikatakan bahwa Tuhan benar-benar bekerja dengan memanggilnya kembali ke jalan yang benar. Ia mengaku bertobat karena kuasa kasih Allah melalui Sabda-Nya.

Setiap orang memiliki pengalaman yang berbeda-beda terutama tentang Sabda Tuhan. Ada yang merasa tidak tertarik karena alasan tertentu, ada yang merasa tertarik untuk mempelajarinya, membaca, menghayati dan melakukannya. Ada yang merasakan kuasa Sabda Tuhan sehingga mereka berusaha untuk berbalik atau bertobat kepada Tuhan. Mereka yang menutup dirinya akan kesulitan dalam menaklukkan hidupnya sendiri. Sebaliknya mereka yang terbuka kepada Tuhan akan mengalami kuasa Sabda-Nya.

Penginjil Lukas hari ini membantu kita untuk memahami kasih dan kebaikan Tuhan. Setelah Ia tampil memukai di Nazareth, kini Ia meninggalkan tempat Ia dibesarkan menuju ke Galilea tepatnya di kota Kapernaun. Di tempat ini terdapat rumah keluarga besar St. Petrus yang nantinya dijadikan sebagai markas bagi Yesus dan para murid-Nya. Tuhan Yesus selalu mengajar pada setiap hari Sabat. Banyak orang merasa takjub mendengar perkataan-Nya sebab setiap perkataan yang keluar dari mulut-Nya penuh dengan kuasa. Kita dapat membayangkan bagaimana suasana yang terjadi saat itu. Di satu pihak Yesus mengajar sebagai seorang Rabi, bahkan melebihi para Rabi di Israel pada masa itu. Yesus dikenal sebagai pembuat mukjizat dan mukjizat itu sendiri benar-benar nyata dalam hidup.

Dikisahkan bahwa di dalam Rumah Ibadat di Kapernaum, ada seorang tanpa nama mengalami kerasukan setan. Ketika melihat Yesus ia langsung berteriak: “Hai Engkau, Yesus orang Nazaret, apa urusan-Mu dengan kami? Engkau datang untuk membinasakan kami? Aku tahu siapakah Engkau. Engkaulah yang kudus dari Allah” (Luk 4: 34). Kita melihat perilaku iblis di hadapan Tuhan. Ia mengenal siapakah Yesus itu. Ia menunjukkan diri lebih kecil, tak berkekuatan yang melebihi Tuhan Yesus. Ia mengakui Yesus sebagai Dia yang kudus dari Allah. Tuhan Yesus mendengar semua perkataan ini dan menghardik iblis yang merasuki orang ini. Yesus berkata: “Diam dan keluarlah dari pada-Nya!” (Luk 4: 35). Setan takhluk di hadapan Tuhan Yesus. Ia keluar dari dalam tubuh pemuda itu tanpa menyakitinya. Semua orang yang menyaksikan mukjizat ini pun takjub di hadapan Yesus. Inilah ungkapan ketakjuban mereka: “Alangkah hebatnya perkataan ini! Dengan penuh wibawa dan kuasa Ia memberi perintah kepada roh-roh jahat, dan mereka pun keluar.”(Luk 4:36). Nama Yesus semakin dikenal di mana-mana karena kuasa sabda-Nya.

Perkataan Tuhan Yesus memiliki daya transformatif yang luar biasa bagi manusia. Contohnya, orang yang kerasukan setan memperoleh kesembuhan karena kuasa Sabda Tuhan Yesus Kristus. Kita semua membutuhkan Sabda Tuhan Yesus dan kuasa-Nya. Sabda dan kuasa-Nya untuk menyelamatkan manusia. Nah, bagaimana dengan kita yang mendengar kisah Injil ini? Apakah kita menjaga lisan kita ketika berkata-kata dengan orang lain? Apakah setiap perkataan yang keluar dari mulut kita memiliki daya transformatif sama seperti Yesus dan perkataan-Nya. Ataukah setiap perkataan kita itu tanpa ada kuasa dan wibawa, lebih bersifat manusiwai dan menjerumuskan orang untuk jatuh dalam dosa? Satu hal lagi yang membantu permenungan kita adalah setan saja mengenal Yesus, apakah kita juga mengenal Yesus?

St. Paulus dalam bacaan pertama membantu kita untuk selalu siap sedia menantikan kedatangan Tuhan. Pada saat itu orang-orang di Tesalonika ramai membicarakan kedatangan Tuhan. Paulus mendengar dan menyimak semua perkataan mereka tentang hari Tuhan dan berusaha untuk menjelaskan dengan Bahasa yang mudah dimengerti. Ia mengatakan bahwa tentang zaman dan masa kedatangan Tuhan tidak perlu dituliskan sebab jemaat sendiri tahu bahwa hari kedatangan Tuhan itu seperti pencuri di waktu malam. Sang pencuri datang pada waktu yang tidak diduga. Sebab itu sikap batin yang perlu dibentuk adalah berjaga-jaga, selalu bersikap bijak dan siap sedia menantikan hari Tuhan. Supaya layak menantikan hari Tuhan maka kita semua perlu hidup sebagai anak-anak terang bukan anak-anak kegelapan. Tuhan sendiri memiliki rencana untuk menyelamatkan kita dalam nama Yesus Kristus. Yesus Kristus sendiri telah wafat dan bangkit dengan mulia, dan kita hidup bersama dan hidup bagi-Nya.

Tuhan menganugerahkan keselamatan kepada kita. Di pihak kita, dituntut untuk teguh dalam membangun semangat pertobatan. Kita menyadari panggilan kita untuk mengikuti Yesus dari dekat, dan Yesus sendiri adalah Terang dunia. Kita berwaspada untuk tidak jatuh ke dalam dosa yang sama. Kita mengisi hari-hari kehidupan kita dengan berbuat baik dan selalu bertekun dalam iman kepada Tuhan. Sabda Tuhan benar-benar menjadi pelita bagi langkah kaki kita setiap saat. Sabda Tuhan kita butuhkan untuk mengubah hidup kita menjadi semakin serupa dengan Yesus Kristus, sang Sabda Hidup.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply