Homili 9 September 2017

Hari Sabtu, Pekan Biasa ke-XXII
Kol 1:21-23
Mzm 54:3-4.6.8
Luk 6: 1-5

Allah adalah Penolongku!

Saya pernah mengunjungi seorang bapa yang sudah masuk kategori manula (manusia lanjut usia) dan sedang sakit di rumahnya. Beliau sangat dikenal sebagai salah seorang tokoh umat yang berpengaruh di stasinya, khususnya dalam proses membangun iman umat dan menjadi penghubung gereja dengan pemerintah setempat. Biasanya dalam kunjungan pastoral seperti ini, selalu ada kesempatan untuk memberikan pelayanan sakramen tertentu, seperti sakramen pengakuan dosa, komuni kudus dan memberikan kata-kata peneguhan atau penghiburan bagi orang sakit dan keluarga. Pihak keluarga memberikan buku Mada Bakti yang selalu dipakai oleh Bapa itu. Di dalamnya saya menemukan kertas dengan tulisan tangan yang dijadikan sebagai pembatas buku. Ini adalah tulisan tangannya. Ada satu kutipan Mazmur yang ditulis dan diberi garis bawah bunyinya: “Sesungguhnya, Allah adalah penolongku; Tuhanlah yang menopang aku” (Mzm 54:6).

Apa yang saya pikirkan ketika membaca kutipan Mazmur ini? Pada waktu itu saya mengingat dua hal berikut ini: Pertama, Mazmur ini didoakan secara meriah dengan iringan kecapi oleh Raja Daud ketika ia sedang menghadapi para musuh yang sedang mengintainya. Daud mengingat kembali saat orang-orang Zifi mengatakan kepada Saul: “Daud bersembunyi kepada kami”. Daud mengalami ketakutan dan berpasrah saja kepada penyelenggaraan ilahi yang datang dari Tuhan. Ia memohon supaya Tuhan sudi menyelamatkannya demi nama-Nya yang kudus dan agar Tuhan memberi keadilan karena keperkasaan-Nya. Daud berdoa memohon pertolongan Tuhan karena keangkuhan dan kesombongan manusia yang melawannya. Maka hanya kepada Tuhan saja Daud berpasrah dan memohon pertolongan-Nya. Kedua, saya mengingat bapa yang terbaring lemah selama beberapa tahun karena usia lanjut dan sakit. Ia tidak hanya mengandalkan kekuatannya sendiri dan anak-anak yang menopangnya secara ekonomis. Ia masih menunjukkan imannya kepada Tuhan dengan mengandalkan-Nya sebagai satu-satunya penolong dan penopang hidupnya. Dalam situasi kehidupan yang sulit, usia lanjut, sakit dan penyakit yang menguasai tubuh manusiawi kita, hendaknya Tuhan menjadi andalan. Benar apa yang Tuhan Yesus katakan: “Terlepas dari Aku, kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh 15:5).

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada Hari Sabtu ini mengarahkan pandangan kita kepada Tuhan Allah sebagai sumber hidup kita. St. Paulus dalam bacaan pertama, membangkitkan pikiran Jemaat di Kolose untuk memandang Yesus Kristus sebagai damai kita. Ia mengingatkan Jemaat di Kolose bahwa sebelum mereka mengenal Yesus Kristus dan Injil-Nya, mereka masih hidup jauh dari Allah, bahkan memusuhi-Nya di dalam hati dan pikiran mereka. Mereka melakukan perbuatan salah dan dosa, kejahatan-kejahatan tertentu yang menjauhkan mereka dari hadapan Tuhan. Tuhan tidak pernah tidur dan berdiam diri. Tuhan melakukan inisiastif pertama untuk menyelamatkan manusia dengan mengurbankan Yesus Kristus, Putera-Nya. St. Paulus mengatakan: “Oleh karena wafat Kristus, sekarang kalian di damaikan Allah dalam tubuh jasmani Kristus agar kalian ditempatkan di hadapan-Nya dalam keadaan kudus, tak bercela dan tak bercacat” (Kol 1:22).

Tuhan Yesus Kristus adalah damai kita. Ia mendamaikan kita dengan Bapa di surga melalui pengorbanan diri-Nya. Ia rela menderita, menumpahkan darah-Nya di kayu salib, wafat dan bangkit dengan mulia. Ia membayar dosa-dosa kita dengan darah-Nya yang mahal. Pengaruhnya bagi kita adalah bahwa kita memperoleh kembali martabat kita yang hilang karena dosa dan salah yang sudah menjauhkan kita dengan-Nya dengan martabat yang benar yakni Anak Allah yang Mahatinggi. Kini kita menjadi dekat, berdamai dengan Tuhan karena inisiatif dan kehendak-Nya sendiri dalam Yesus Kristus, Putera-Nya.

St. Paulus sebagai pelayan Injil Yesus Kristus, mendorong jemaat di Kolose dan kita yang membaca dan mendengarnya saat ini untuk “harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak goncang”. Ia mengharapkan supaya jemaat di Kolose tidak mau dijauhkan dari pengharapan injil yang sudah diwartakan kepada mereka. Iman adalah anugerah cuma-cuma dari Tuhan bagi manusia. Bertekun dalam iman berarti selalu berusaha untuk terarah dan menyatu dengan Tuhan. Dialah satu-satunya penolong dan penopang hidup manusia.

Dalam bacaan Injil, Tuhan Yesus mengarahkan kita semua untuk memandang-Nya sebagai Tuhan atas segala sesuatu di atas bumi ini. Tuhan Yesus adalah andalan hidup kita dalam segala hal. Dia senantiasa peduli dengan hidup kita dan pertolongan-Nya selalu datang tepat pada waktunya.

Dikisahkan dalam Injil bahwa Tuhan Yesus selalu berkeliling dan berbuat baik. Ia berjalan bersama para murid-Nya, dan kebetulan melewati kebung gandum pada hari sabat. Di sini ada kesempatan dan godaan (occazione e tentazione). Para murid Yesus sedang merasa lapar sehingga mereka memetik bulir-bulir gandum, menggisarnya dengan tangan lalu memakannya bersama-sama. Ini adalah kebutuhan hidup mereka saat itu. Secara manusiawi, para murid melakukan semuanya ini bukan karena mereka mau mencari musuh dengan kaum Farisi yang legaslistis itu. Mereka memang lapar dan membutuhkan makanan. Tetapi kaum Farisi melihatnya sebagai perlawanan terhadap Taurat yang mengatur tentang kekudusan hari Sabat (Ul 23:26).

Apa yang Tuhan Yesus lakukan? Ia memandang kaum Farisi yang saat itu mempertanyakan perbuatan para murid-Nya yang sedang melanggar hari Sabat. Tuhan Yesus mengingatkan mereka akan pengalaman Raja Daud dan pasukannya yang sedang kelaparan, masuk ke dalam Bait Allah dan memakan roti sajian yang seharusnya hanya boleh dimakan oleh para imam. Pada saat itu perbuatan Daud dan para prajuritnya tidaklah dikatakan sebagai skandal karena mereka memang membutuhkan makanan, untuk membantu sisa perjalanan mereka. Di sini Yesus memang bersikap realistis. Ia tidak mau menegur para murid yang makan bulir gandum pada hari Sabat karena Ia mengerti dan peduli terhadap kebutuhan para murid-Nya. Yesus berdiri pada posisi sebagai penolong dan penopang hidup para murid-Nya. Ia tidak bersikap legalistis, tetapi dengan tegas menunjukkan kuasa-Nya dengan berkata: “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat” (Luk 6:5). Yesus adalah Tuhan atas segalanya.

Figur Tuhan Yesus dalam bacaan-bacaan liturgi kita hari ini adalah pertama, Yesus adalah damai kita. Paskah-Nya menjadi tanda Allah mendamaikan kita dengan diri-Nya. Untuk menjadi pendamai maka Yesus mengurbankan diri-Nya. Tubuh dan darah-Nya menguduskan kita semua. Kedua, Yesus berkuasa atas segalanya. Kuasa Yesus adalah kuasa yang diberikan Bapa kepada-Nya. Ia berkuasa atas segala sesuatu di bumi, di atas bumi ini dan di bawah bumi. Ia menjadi tuan atas segalanya. Sebab itu tugas kita adalah bertekun dalam iman dan setia kepada-Nya. Ketiga, Yesus tidak bersikap legalistis. Ia mengasihi kita sampa tuntas supaya kita pun menjadi kudus dan tak bercacat di hadirat-Nya. Sungguh, Yesus adalah penolong dan penopang hidup kita.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply