Homili 13 September 2017

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-XXIII
Kol. 3:1-11
Mzm. 145:2-3,10-11,12-13ab
Luk. 6:20-26

Apakah anda bahagia?

Pada suatu hari seorang seminaris bertanya kepadaku: “Romo John, apakah anda bahagia?” Saya menjawabnya: “Saya selalu berusaha agar dalam setiap waktu hidupku, saya bisa bahagia dan membahagiakan sesama”. Dia memandangku sekali lagi dan tersenyum. Mungkin dia setuju dengan jawaban saya. Kita semua memiliki harapan untuk menjadi pribadi yang bahagia. Tidak pernah ada orang yang mau hidup susah. Para suami dan istri mau hidup bersama karena mereka mau bahagia. Thomas Mullen, seorang penulis Amerika berkata: “Perkawinan yang bahagia dimulai ketika kita menikahi orang yang kita cintai, dan kebahagiaan itu berkembang bila kita terus mencintai orang yang kita nikahi.” Komunitas-komunitas religius terbentuk karena pribadi-pribadi yang mau mengikuti Kristus dari dekat mau mencapai kebahagiaan abadi. St. Theresia dari Kalkuta pernah berkata: “Jangan biarkan setiap orang yang datang pada anda, pergi tanpa merasa lebih baik dan lebih bahagia. Jadilah ungkapan hidup dari kebaikan Tuhan. Kebaikan dalam wajah anda, kebaikan dalam mata anda, kebaikan dalam senyum anda.” Benar sekali perkataan orang kudus modern ini. Tugas kita sebagai gereja saat ini adalah membahagiakan setiap pribadi.

Penginjil Lukas mengisahkan bahwa pada suatu hari Tuhan Yesus memandang para murid-Nya. Ketika itu Ia menyapa mereka berbahagia sebab mereka miskin di depan manusia tetapi menjadi kaya di depan Tuhan Allah karena memiliki Kerajaan Allah. Mereka berbahagia karena mengalami kelaparan sebab Tuhan akan memuaskan mereka. Mereka berbahagia karena menangis sebab pada saatnya mereka akan tertawa. Mereka berbahagia sebab demi Yesus sang Anak Manusia, para murid dibenci, dikucilkan, dan dicela serta ditolak. Para murid harus selalu bergembira karena bukan hanya mereka yang mengalaminya, para nabi juga pernah mengalami perlakuan yang sama dari para nenek moyang mereka.

Selain menyapa mereka berbahagia dengan beberapa kriteria seperti miskin, lapar, menangis, dibenci, dikucilkan, dicela dan ditolak karena nama Yesus, Tuhan Yesus juga mengingatkan mereka untuk selalu waspada supaya tidak lupa diri di hadapan Tuhan. Tuhan Yesus akan mengganti ucapan berbahagia dengan celakalah, terutama bagi mereka yang kini kenyang sebab mereka akan lapar. Celakalah kalian yang kini tertawa sebab mereka akan berdukacita dan menangis. Celakalah kalian jika semua orang memuji kalian karena nenek moyang mereka juga melakukan hal yang sama terhadap para nabi palsu.

Hidup di hadirat Tuhan dan sesama selalu penuh dengan pilihan-pilihan. Kita semua tentu akan memilih jalan kebahagiaan. Untuk mengalami kebahagiaan sejati butuh pengurbanan diri serupa dengan Yesus sendiri. Untuk mencapai kebahagiaan sejati maka perlu melewati pintu yang sempit. Kalau kita akhirnya lupa diri maka kata yang keluar dari mulut Tuhan adalah celakalah. Kita memilih berbahagialah bukan celakalah apabila kita mengikuti kehendak Tuhan.

St. Paulus dalam bacaan pertama melanjutkan diskursusnya tentang sakramen pembaptisan sebagai pintu masuk bagi keselamatan. Paulus mengatakan bahwa Tuhan Yesus sudah membangkitkan kita semua maka tugas kita adalah mencari perkara yang di atas, di mana Tuhan Yesus Kristus berada. Perkara yang di atas mengorientasikan kita kepada kekudusan. Perkara dibumi penuh dengan dosa yang dapat membawa kepada kematian. Tuhan Yesus telah bangkit, kita pun bangkit bersama Dia. Kita bersatu dengan Tuhan Yesus Kristus, hidup tersembunyi bersama Kristus dalam Allah. Ini adalah kebahagiaan sejati, yakni persekutuan dengan Tuhan Allah.

Apa yang harus kita lakukan supaya menjadi pribadi yang bahagia?

St. Paulus memberikan kiat-kiat yang baik bagi kita semua. Pertama, kita berusaha untuk mematikan di dalam diri kita segala sesuatu yang duniawi, penuh dengan dosa-dosa. Ini adalah perkara di bumi seperti percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat, keserakahan dan penyembahan berhala. Ini adalah hidup lama mereka sebelum mengenal Kristus dan dapat mendatangkan murka Allah. Kedua, kita berusaha untuk membuang rasa marah, geram, kejahatan, fitnah, kata-kata kotor dan menipu. Ini adalah hidup lama sebelum bersatu dengan Kristus. Hidup barunya adalah membebaskan diri dari berbagai dosa yang dapat membawa kepada kematian.

Pada hari ini kita semua mengalami pemulihan karena Sabda Tuhan. Kita berusaha untuk mencapai kekudusan, bersatu dan berbahagia dengan Tuhan. Ini adalah cita-cita dan harapan kita sebagai pengikut Kristus. Berusahalah untuk menjadi bahagia dan membahagiakan sesama. Jauhkanlah diri kita dari celaka karena dosa.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply