Homili 16 September 2017

Hari Sabtu, Pekan Biasa ke-XXIII
1Tim. 1:15-17
Mzm. 113:1-2,3-4,5a,6-7
Luk. 6:43-49

Terima kasih Tuhan Yesus Kristus

Ada seorang bapa yang meminta saya untuk menjadi Bapak Pengakuan dosanya. Setiap bulan ia mendatangiku di komunitas untuk mengaku dosa. Ada dua hal unik yang menjadi ciri khas bapa ini yakni pengakuan dosanya selalu bersambungan dari waktu yang satu dengan waktu yang lainnya. Jadi ia selalu memulai pengakuan dosanya dengan mengevaluasi janji pertobatan pada bulan atau minggu sebelumnya lalu masuk pada dosa yang baru atau dosa yang dia ulangi dan mengungkapkan janji pertobatannya. Dia juga selalu meninggalkan sepotong kertas kecil dengan tulisan tangan berjudul: “Terima kasih Tuhan Yesus Kristus”. Saya mendampinginya selama beberapa tahun dan kesan saya adalah dia begitu tertib secara rohani dan juga secara jasmani. Hampir semua orang mengatakan bahwa dia memang orang baik. Saya bahkan boleh mengatakan bahwa pengakuan dosanya lebih berbobot dari pada umat yang lain termasuk kaum berjubah. Dari pengalaman mendampingi secara rohani ini saya belajar untuk membenahi diri saya. Saya benar-benar sadar bahwa saya orang berdosa maka saya butuh kerahiman Tuhan. Saya percaya bahwa Tuhan Yesus Kristus adalah satu-satunya Penyelamat manusia yang berdosa seperti saya.

Saya tertarik dengan pengalaman iman St. Paulus yang dibagikannya kepada Timotius. Ia berusaha menyadarkan Timotius dan komunitasnya bahwa Kristus Yesus telah datang ke dunia untuk menyelamatkan orang-orang berdosa dan di antara mereka yang berdosa, dia sendirilah yang paling berdosa. Baginya, hal ini adalah sabda kebenaran dan patutlah mereka terima. Paulus memunculkan sebuah keteladanan sebagai pemimpin yang luar biasa. Mulanya Paulus adalah Saulus yang masih dalam kegelapan. Kini dia adalah Paulus yang sadar diri sebagai orang berdosa. Dan justru kesadaran dirinya sebagai orang berdosa ini telah membesarkan namanya di hadirat Tuhan untuk menjalankan tugas khusus yang dipercayakan Tuhan Yesus Kristus kepadanya.

Paulus memiliki kesadaran diri sebagai orang berdosa di hadapan Tuhan maka kerahiman Tuhan menjadi miliknya. Ia merasa dikasihani, dan lebih membanggakan lagi bahwa di dalam dirinya sebagai orang berdosa, Tuhan Yesus boleh menunjukkan kasih dan kesabaran-Nya. Ini adalah keteladanan yang Paulus tunjukkan kepada jemaat di tanah misi sebagai gembala. Ia tidak berteori tentang kerahiman Allah. Ia justru mengalami kerahiman Allah dan mewartakan kerahiman Allah melalui Yesus Kristus Putera-Nya. Kita juga sebenarnya dapat menjadi agen kerahiman Allah bagi sesama sebagaimana dialami Paulus.

Apa yang dapat kita pelajari dari Paulus? Dia adalah seorang pribadi yang tidak hanya berbicara saja tetapi menunjukkan keteladanan hidup. Ia tidak hanya berbicara tentang pertobatan tetapi melakukan pertobatan dengan setia. Ia rendah hati dan tanpa merasa malu mengaku bahwa dia adalah pribadi yang dirinya paling berdosa. Ciri khas seorang pemimpin harusnya seperti ini: mengetahui kekurangan dan kelebihan, tidak buta akan dirinya sendiri, tidak merasa paling benar, kudus, sedangkan orang lain selalu bersalah dan jahat. Banyak pemimpin selalu berusaha untuk membenarkan dirinya meskipun perkataan dan perbuatannya memang salah. Paulus saja bisa menguasai dirinya dan menunjukkan diri apa adanya, mengapa kita masih sulit? Mengapa kita masih mengenakan topeng di hadapan Tuhan dan sesama jemaat. Mungkin karena kita selalu lupa beterima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus.

Paulus mengasihi Allah dengan jalan yang tepat yakni mentaati semua Sabda Yesus, dengan demikian Allah Bapa di dalam surga mengasihi Dia dan dengan demikian Tuhan Allah Tritunggal mahakudus akan datang sendiri kepadanya (Yoh 14:23). Memang banyak orang memiliki hobby untuk berseru dengan memanggil nama-nama Tuhan. Tuhan sendiri prihatin karena manusia hanya bisa berseru tetapi lalai melakukan apa yang dikatakan-Nya. Padahal tuntutan Yesus adalah apabila kita datang kepada-Nya, kita perlu mendengar Sabda-Nya dan melakukan Sabda-Nya. Paulus berhasil mendengar Sabda Yesus dan melakukannya secara sempurna dalam mewujudkan pengabdiannya.

Tuhan Yesus juga membuat sebuah perbandingan yang menarik dalam Injil hari ini. Filosofi umumnya adalah setiap pohon selalu dikenal dari buahnya. Sebab itu Ia mengatakan bahwa tidak ada pohon baik yang menghasilkan buah yang tidak baik. Tidask ada pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah yang baik. Kalau pohon saja sudah diatur sedemikian seperti ini apalagi manusia. Maka orang baik itu ada karena ia mampu mengeluarkan barang yang baik dari kepemilikannya. Orang jahat akan menunjukkan kejahatan yang keluar dari dalam hatinya yang jahat. Memang benar bahwa apa yang keluar dari mulut adalah ungkapan hati manusia itu sendiri.

Apa yang Tuhan Yesus kehendaki bagi kita pada hari ini? Melalui bacaan-bacaan liturginya, gereja mengingatkan kita untuk selalu bersikap bijaksana dalam Yesus Kristus. Orang bijaksana menjadikan Sabda Tuhan sebagai pelita bagi langkah kakinya. Orang seperti ini mirip dengan orang yang membangun rumah di atas wadas. Sebaliknya orang yang tidak bijaksana tidak mengenal Sabda Tuhan dalam hidupnya. Mereka mirip dengan orang yang membangun rumah di atas pasir. Berusahalah untuk melakukan kehendak Tuhan dengan sukacita.

Terima kasih Tuhan Yesus Kristus. Engkau membuka mata kami untuk sadar diri sebagai orang berdosa supaya bertobat. Engkau membaharui hati kami dengan Sabda-Mu. Semoga Sabda-Mu benar-benar menjadi pelita bagi langkah kaki kita semua.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply