Homili Pesta St. Matius, Rasul dan Penginjil – 2017

Pesta St. Matius, Rasul dan Penginjil
Ef 4:1-7.11-13
Mzm 19:2-3.4-5
Mat 9:9-13

Melihat dengan mata penuh belas kasih

Pada hari ini kita merayakan Pesta St. Matius Rasul dan Pengarang Injil. Apa yang kita pikirkan tentang orang kudus ini? Saya yakin bahwa pikiran kita tentang Matius meliputi banyak hal. Misalnya, Matius dikenal dalam Gereja sebagai pemungut cukai dari Kapernaum sebelum mengikuti Yesus. Ia memiliki nama lain yaitu Lewi. Ia mendengar panggilan dari Yesus dan segera mengikuti-Nya. Ia menerima Yesus di rumah-Nya untuk bersantap bersama. Ini kiranya beberapa ingatan umum tentang Matius. Ingatan-ingatan ini tidak salah karena berkaitan langsung dengan pribadinya. Pada masa itu, pekerjaan sebagai pemungut cukai dianggap sebagai pekerjaan kotor. Mereka di samakan dengan orang-orang berdosa. Mengapa mereka di samakan begitu saja dengan orang-orang berdosa? Sebab mereka adalah sahabat dan kaki tangan orang-orang Romawi yang saat itu sedang menjajah mereka.

Tuhan Yesus mungkin sudah beberapa kali melewati tempat kerja Matius. Maka kali ini Yesus singgah di tempat kerja Matius sekaligus memanggil untuk mengikuti-Nya dari dekat. Ketika itu Tuhan Yesus memandang Matius sambil berkata: “Ikutilah Aku!”. Matius mendengar panggilan itu, memandang wajah Yesus yang memanggilnya, ia segera meninggalkan tempat kerja-Nya dan mengikuti Yesus dari dekat. Kisah panggilan Matius ini memang luar biasa. Ia sedang bekerja sebagai pemungut cukai, ia memiliki penghasilan tetap dan jaminan hidup yang lebih baik dibandingkan dengan orang lain di sekitarnya. Orang boleh menyamakannya dengan kaum pendosa namun ia menerima semuanya karena ia bekerja secara profesional. St. Beda Venerabile mengatakan bahwa Matius berani meninggalkan segala sesuatu dan mengikuti Yesus karena ia melihat sorot mata Yesus yang penuh belas kasih. Sorot mata Yesus menunjukkan betapa Yesus mengasihinya apa adanya.

Mengikuti Yesus dari dekat dapat terjadi karena kasih. Yesus yang memanggilnya adalah kasih. Orang yang mendengar panggilan haris masuk dan mengalami kasih Yesus. Matius sudah membuktikannya. Ia rela meninggalkan semua pekerjaannya dan segera mengikuti Yesus karena sorotan mata belas kasih Yesus kepadanya. Ini adalah saat istimewa di mana Matius mengalami kasih Tuhan yang tiada batasnya. Sorotan mata belas kasih Tuhan telah mengubah seluruh hidup Matius. Mari kita melihat diri kita masing-masing. Apakah kita pernah mengalami kasih Tuhan? Apakah kasih Tuhan yang kita alami telah mengubah hidup kita menjadi lebih baik lagi?

Matius berubah karena belas kasih Tuhan. Ia menyatakan rasa syukurnya dengan mengundang Yesus untuk bersantap bersama di rumahnya. Banyak pemungut cukai dan kaum pendosa berkumpul bersama Matius untuk merasakan hidup baru bersama Yesus. Adalah sebuah sukacita besar di surga ketika seorang pendosa membuka dirinya untuk bertobat. Mereka adalah orang berdosa yang membutuhkan Tuhan untuk mengubah hidup mereka menjadi baru. Tuhan Yesus tidak membutuhkan persembahan, kurban bakaran dan lain-lain yang hanya bersifat legalistis. Tuhan Yesus justru mengubah manusia dengan belas kasih-Nya. Ia memanggil orang berdosa untuk bertobat.

Pengalaman akan Allah selalu ditandai dengan pertobatan yang terus menerus. Tuhan Yesus datang sebagai tabib yang benar. Ia mencari dan menemukan kaum pendosa serta mengubahnya menjadi baru. Ia senantiasa berjalan dalam lorong-lorong kehidupan kita dan tak kenal lelah mengubah hati manusia untuk menjadi baru. Pertobatan adalah jalan yang benar untuk melihat sorotan mata Yesus yang penuh belas kasih. Pertobatan adalah pintu masuk untuk mengalami kasih dan kebaikan Allah dalam diri Yesus Kristus. Pengalaman Matius adalah pengalaman kita dalam mengikuti Yesus. Harus ada kerelaan untuk meninggalkan segalanya.

Apa yang harus kita lakukan?

St. Paulus dalam bacaan pertama membagikan pengalamannya merasakan belas kasih Allah kepada kita. Mulanya ia mengakui diri sebagai orang yang dipenjarakan karena Tuhan. Sebab itu ia menasihati supaya orang setia dalam panggilannya. Dalam hal ini hidup sepadan atau cocok dengan panggilannya. Orang yang hidup berkeluarga supaya setia dalam panggilan sebagai suami dan istri. Suami dan istri yang tidak menyimpang ke tempat yang lain, yang membahayakan hubungan kasih mereka. Bagi yang menjadi imam dan biarawan untuk hidup sepadan dengan panggilannya untuk melayani dan memberi diri sampai tuntas bagi misinya.

Paulus mengharapkan supaya setiap pribadi selalu rendah hati, lemah lembut dan sabar satu dengan yang lainnya. Orang harus saling mengasihi, saling menolong satu sama lain. Sebagai Gereja, Paulus mengharapkan agar setiap orang memiliki perasan seperti ini: saling memelihara kesatian Roh, dalam ikatan damai sejahtera, satu tubuh, satu Roh, satu pengharapan, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah Bapa dari semua orang. Paulus menambahkan bahwa Tuhan mengaruniakan kasih karunia-Nya kepada semua orang sesuai ukuran Kristus. Tuhan sendiri mengaruniakan para rasul, para nabi, pemberita Injil, gembala umat, pengajar. Semuanya ini bekerja sama untuk membangun tubuh Kristus.

Tugas perutusan yang disampaikan St. Paulus akan bermakna ketika masing-masing pribadi mengalami kasih dan kerahiman Tuhan. Semua orang memadang Yesus dan mengalami sorotan mata belas kasih dari Yesus sendiri. St. Matius, doakanlah kami. Amen.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply