Homili Hari Minggu Biasa ke-XXVA – 2017

Hari Minggu Biasa ke-XXV/A
Yes 55:6-9
Mzm 145: 2-3.8-9.17-18
Flp 1:20c-24.27a
Mat 20:1-16a

Allah kita selalu peduli dan murah hati!

Saudari dan saudara terkasih. Kita memasuki hari Minggu Biasa ke-XXV/A, dengan sebuah antifon Pembuka: “Akulah keselamatan umat, sabda Tuhan. Aku akan mendengarkan seruannya dalam segala kesulitan. Aku akan tetap menjadi Tuhan mereka sepanjang masa.” Tuhan menunjukkan diri-Nya sebagai keselamatan. Dia mengutus Yesus Kristus Putera-Nya, satu-satunya penyelamat kita. Tuhan juga yang mendengar segala jeritan, tangisan dan aneka kesulitan kita umat-Nya. Dialah Tuhan kita selama-lamanya, tidak ada yang lain. Tuhan menunjukkan kepeduliaan dan kemurahan hati-Nya bagi kita. Saya yakin dan bersaksi bahwa Tuhan Allah kita peduli dan murah hati.

Ada seorang sahabat yang menulis pesan singkat kepadaku pagi ini, berupa sebuah kutipan kata bijak dari Khalil Gibran, bunyinya: “Kemurahan hati berarti memberikan sesuatu lebih dari yang kamu bisa, dan kebanggaan adalah mengambil lebih sedikit dari yang kamu perlukan.” Saya kebetulan sedang menyiapkan homili saya pada hari Minggu ini dengan tema yang mirip yakni Allah kita selalu peduli dan murah hati kepada semua orang, tanpa mengenal batas apa pun. Bagi Gibran, murah hati berarti memberi sesuatu kepada sesama manusia lebih dari yang kita bisa. Orang yang tidak tahu bermurah tentu tidak mampu berbagi. Orang yang bermurah hati akan berbagi bahkan apa yang ada padanya dia berikan kepada yang sangat membutuhkan. Gibran juga mengatakan bahwa adalah kebanggaan bagi kita apabila kita mengambil lebih sedikit dari yang kita perlukan. Prinsip kita adalah sesama kita lebih membutuhkan apa yang kita butuhkan saat ini. Dengan demikian kita menunjukkan kemurahan hati kita dengan berbagi tanpa perhitungan apa pun.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari Minggu ini mengarahkan kita untuk membangun sikap peduli dan murah hati. Nabi Yesaya dalam bacaan pertama mengatakan: “Carilah Tuhan selama Ia berkenan ditemui, berserulah kepada-Nya selama Ia dekat!” Allah yang diimani oleh Yesaya adalah yang murah hati. Ia selalu siap untuk ditemui dan setia mendengar seruan kita. Sebab itu orang-orang fasik dan jahat akan meninggalkan hidup lama mereka. Meninggalkan hidup lama yang penuh dengan rasa bersungut-sungut, dan hidup dengan menjauhkan diri dari Tuhan karena perbuatan salah dan dosa. Yesaya mengajak kita untuk kembali kepada Tuhan sebab Tuhan murah hati dan suka mengampuni.

Dalam bacaan Injil kita mendengar Tuhan Yesus memberikan sebuah perumpamaan tentang seorang tuan rumah yang keluar untuk mencari dan mengajak orang supaya bekerja di kebun anggurnya. Ia sepakat dengan mereka, untuk membayar upah sebesar satu dinar sehari. Tuan rumah itu keluar dari rumahnya untuk memanggil orang-orang supaya bekerja di kebun anggurnya pada jam 6 pagi, jam 9 pagi, jam 12 siang, jam 3 sore dan jam 5 sore. Mereka semua mendapat ajakan yang sama untuk bekerja di kebun anggurnya dengan kesepakatan upah sebesar satu dinar. Kesepakatan antara tuan rumah dan para pekerja tentang upah sangat jelas yakni satu dinar.

Pada jam enam sore, tuan rumah menyuruh hambanya untuk memanggil para pekerja mulai dari yang masuk kerja paling terakhir hingga yang masuk kerja paling awal. Mereka semua mendapatkan upah yang sama yakni satu dinar. Reaksi melawan tuan rumah itu pun terjadi. Orang yang masuk kerja pada jam 6 pagi merasa bahwa tuan rumah itu tidak peduli dan murah hati kepada mereka. Tuan rumah itu tetap memegang persetujuan mereka yakni satu hari satu dinar, tanpa memandang apakah orang itu masuk kerja lebih cepat atau tidak. Ini adalah jawaban telak dari tuan rumah kepada para pekerja yang melakukan protes kepada-Nya: “Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadapmu. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? Ambillah bagianmu dan pergilah. Aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir sama dengan orang yang masuk paling pertama. Tidakkah aku bebas menggunakan milikku menurut kehendak hatiku. Atau iri hatikah engkau karena aku murtah hati?”

Kisah Injil pada hari Minggu Biasa ke-XXV/A ini sepintas menunjukan bahwa tuan rumah yang keluar untuk mencari para pekerja supaya bekerja di kebun anggurnya berlaku tidak adil dan arogan terhadap para pekerja. Tetapi kalau kita membacanya lebih teliti, masuk lebih dalam lagi maka kita menemukan sosok tuan rumah yang peduli dan murah hati dengan semua orang. Dia murah hati, sensiitif dan sangat memahami kebutuhan manusia yang sangat membutuhkan uluran tangannya. Melalui perumpamaan ini, Tuhan Yesus hendak mempertegas jati diri Bapa di Surga sebagai Allah yang peduli dan murah hati, Allah yang selalu memilih dan memihak kaum miskin dan yang terlupakan dalam masyarakat kita. Sebab itu, Ia senantiasa memanggil semua orang dalam waktu-waktu kehidupannya untuk datang kepada-Nya. Dialah satu-satunya yang memberikan kelegaan kepada mereka.

Bacaan Injil hari ini mengubah mindset kita semua. Kita berpikir dengan kategori manusiawi sedangkan Tuhan menggunakan kategori-Nya. Manusia memang mudah melupakan kesepakatan bersama yakni upah sehari satu dinar, mereka hanya berpegang teguh lamanya waktu untuk bekerja. Tuhan Yesus berkata: “Di mana hartamu berada di sana hatimu juga ada”. (Mat 6:2). Orang-orang yang bekerja pada hari itu memiliki sikap money oriented sampai melupakan kesepakatan bersama. Memang setiap pekerja patut mendapat upahnya, namun manusia perlu melihat lebih dalam lagi pekerjaannya di hadirat Tuhan. Tuhan tetaplah peduli dan murah hati kepada semua orang yang berharap kepada-Nya.

St. Paulus dalam bacaan kedua mewujudnyatakan sikap peduli dan murah hati dalam hidupnya yang konkret. Ia sedang berada di penjara. Dari dalam penjara, ia mengaku bahwa Kristus di muliakan di dalam tubuhnya. Ia mengakui imannya dengan mengatakan: “Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” Ia mengajak jemaat di Filipi supaya hidup mereka berpadanan atau cocok dengan Injil Yesus Kristus. Hidup sebagai pribadi yang peduli dan murah hati memang penting dan harus. Kita tidak perlu berbicara banyak tentang kepedulian dan kemurahan hati. Kita hanya perlu menunjukkan kepeduliaan dan kemurahan hati kita di dalam Tuhan.

Pada hari Minggu ini, marilah kita membangun semangat peduli dan murah hati, seperti Tuhan sendiri peduli dan murah hati dengan hidup kita. Kita perlu bermurah hati kepada sesama, terlebih mereka yang miskin dan sangat membutuhkan. Saya mengingat sebuah perkataan lain dari Khalil Gibran seperti ini: “Cinta bukanlah kelemahlembutan atau kemurahan hati, atau apa saja dari kebaikan-kebaikan yang diberikan atau tidak diberikan dengan panjang lebar. Cinta adalah membagi, memahami, memberikan kebebasan, menjawab panggilan dan Cinta adalah kehidupan.”

Mari kita peduli dan bermurah hati seperti Tuhan sendiri.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply