Homili Pesta St. Lukas Penginjil – 2017

Pesta St. Lukas, Penginjil

2Tim 4:10-17a

Mzm 145:10-11.12-13ab.17-18

Luk 10:1-9

Merenungkan Kesetiaan St. Lukas

Pada hari ini seluruh Gereja Katolik merayakan Pesta St. Lukas. Lukas adalah orang Siria di Antiokhia. Ia dikenal sebagai seorang pelukis hidup Yesus sepanjang hidup-Nya dan penyertaan-Nya di dalam Gereja hingga saat ini. Kita dapat menemukannya dalam dua buah buku karyanya yakni Injil Lukas dan Kisah Para Rasul. Kedua buku ini ditulisnya sekitar tahun 80M-90M dalam bahasa Yunani. Lukas memang tidak pernah bertemu dengan Yesus secara pribadi. Namun pengalaman kebersamaannya bersama Paulus telah mengubahnya untuk menjadi dekat dan bersahabat dengan Yesus yang mulia di surga. Figur Yesus yang ditampilkannya adalah Dia yang mewartakan Injil, membawa kegembiraan, kedamaian dan keselamatan bagi banyak orang.

Dalam surat Paulus yang kedua kepada Timotius, ia mengisahkan berbagai pelayanan misionernya. Beberapa hal yang disharingkan misalnya tentang Demas. Ia telah meninggalkan Paulus sebab ia lebih mencintai dunia sebab itu ia berangkat ke Tesalonika. Kreskes telah pergi ke Galatia, Titus ke Dalmatia. Hanya Lukas saja yang tinggal dan menemani Paulus (2Tim 4: 11). Paulus meminta supaya menjemput Markus sebab pelayanannya sangat dibutuhkan. Ia mengutus Tikhikus ke Efesus. Ia juga meminta supaya Timotius membawa jubahnya yang sempat ditinggalkannya di Troas di rumah Karpus, juga buku-buku dan perkamen.

Selain hal-hal menyangkut perutusan dan pengalaman kebersamaan dengan rekan-rekannya, Paulus juga menceritakan tentang Aleksander. Dia adalah tukang tembaga, pernah melakukan kejahatan kepada Paulus. Paulus tidak ingin membalas dendam, tetapi ia hanya memohon supaya Tuhan membalasnya setimpal dengan perbuatannya. Sebab itu Timotius juga diminta Paulus untuk waspada terhadap Alexander. Dalam suasana yang sulit sebagai pewarta Injil, Paulus tetap tabah hati sebab ia memperoleh kekuatan dari Allah. Ia berkata: “Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku, supaya dengan perantaraanku Injil diberitakan dengan sepenuhnya, dan semua orang bukan Yahudi mendengarnya” (2Tim 4:17a).

Hal yang menarik perhatian kita di dalam bacaan pertama adalah kisah Lukas. Hanya satu bagian kecil yang diungkapkan oleh Paulus tetapi menunjukkan jati diri dari Lukas sendiri. Paulus mengatakan: “Hanya Lukas saja yang tinggal bersamaku”. Lukas menunjukkan kebajikan-kebajikan tertentu yakni kesetiaan dan kepeduliaan. Ia setia mendampingi Paulus yang saat itu sedang mengalami penderitaan karena mewartakan Injil. Disaat yang sulit itu, Paulus merasakan kehadiran Tuhan yang menguatkan dan meneguhkan. Ia juga merasakan kehadiran Lukas yang dengan caranya sendiri menunjukkan kesetiaan yang besar kepada Paulus. Ia juga menunjukkan kepeduliaan terhadap kehidupan missioner. Injil harus diwartakan bagi kaum pendosa untuk bertobat.

Lukas melukis kehidupan Yesus dari awal hingga akhir dan penyertaan dalam Gereja. Ia menghadirkan figur Bunda Maria. Bunda Maria adalah pilihan Allah. Ia mengutus malaikat Gabriel untuk menyampaikan kabar sukacita kepadanya. Maria mendengar dan menerima khabar sukacita itu. Ia sempat merasa ragu, namun Tuhan membukan mata hatinya sehingga berani berkata: “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Ketaatan kepada Sabda Tuhan membuahkan keselamatan hanya dalam nama Yesus Kristus. Iman umat dan Gereja diteguhkan sebab kehadiran Tuhan Yesus dan kasih Bunda Maria begi Gereja tetap selamanya.

Bacaan Injil pada pesta St. Lukas ini mengisahkan tentang perutusan ketujuh puluh murid yang dilakukan oleh Yesus. Ia mengutus mereka bukan sendiri-sendiri untuk menjadi single fighter melainkan berdua-dua supaya mampu bersaksi dengan benar. Mereka pergi atas nama Yesus, sebab itu mereka mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya dalam perjalanan ke Yerusalem. Menjadi utusan Tuhan Yesus berarti melakukan pekerjaan-pekerjaan Tuhan Yesus bukan pekerjaan sendiri. Yesus selalu menjadi prioritas pertama dalam hidup sang utusan.

Para utusan Tuhan juga perlu belajar dari pengalaman hidupnya setiap hari bahwa tidaklah mudah melakukan pekerjaan-pekerjaan Tuhan. Berbagai kesulitan akan mereka alami dalam pelayanan mereka. Lebih jelas Yesus berkata: “Pergilah! Camkanlah, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala.” Kata-kata ini memang menakutkan mereka. Namun para utusan mengalaminya sebagai sebuah kekuatan untuk berani mewartakan Injil Kerajaan Allah.

Bagaimana menjadi utusan yang benar?

Tuhan Yesus meminta para utusan-Nya untuk bersikap lepas bebas. Mereka dilarang membawa pundi-pundi atau bekal atau kasut. Tuhan mengetahui kelemahan manusiawi para utusan terutama berhubungan dengan harta dan hati. Apabila mereka tidak terikat pada harta maka mereka akan leluasa melayani Tuhan Yesus. Di samping harta, para utusan juga diingatkan untuk tidak melekat pada pribadi tertentu. Sebab itu Yesus mengingatkan mereka untuk tidak memberi salam kepada siapapun selama dalam perjalanan. Mereka harus memanfaatkan waktu untuk mewartakan Injil Kerajaan Allah bukan untuk berbicara tentang hal-hal yang tidak berguna dalam perjalanan. Para utusan membawa damai pada setiap keluarga. Tugas mereka adalah tinggal bersama keluarga-keluarga dan menghadirkan Tuhan di dalam keluarga. Mereka menyatu dalam keluarga dengan makan dan minum dari keluarga yang menerima mereka. Kalau saja mereka ditolak maka mereka meninggalkan rumah dan kota itu dengan mengebaskan debu dari kaki mereka masing-masing.

Paulus bersaksi: “Hanya Lukas yang tinggal bersama saya”. Mari kita menunjukkan kesetiaan dan kepeduliaan dalam hidup bersama di dalam keluarga dan masyarakat. Kita adalah utusan masa kini yang melayani dari keluarga, oleh keluarga dan bagi keluarga. Semoga teladan santu Lukas menjadikan kita pribadi-pribadi yang setia, yang ikut melukis kehidupan Yesus sepanjang hidup kita.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply