Homili 20 Oktober 2017

Hari Jumat, Pekan Biasa ke-XXVIII
Rm 4:1-8
Mzm 32: 1-2.5.11
Luk 12:1-7

Engkau Lebih berharga di mata Tuhan

Saya pernah mengikuti ibadat tobat bersama para Romo sedekenat. Romo pembimbing ibadat tobat itu membantu kami dengan sebuah refleksi yang sederhana namun sangat mendalam tentang betapa berharganya kita di hadirat Tuhan. Ia pertama-tama mengungkapkan apa kata umat tentang kehidupan pribadi para Romo. Ada banyak hal yang membuat kuping para Romo berubah warna, terutama hal-hal yang berhubungan dengan concupiscentia. Umat juga mengungkapkan apa adanya tentang kualitas pelayanan para Romo sebagai gembala umat, pelayanan-pelayanan sakramen, managamen paroki serta karya-karya pelayanan paroki dan relasi antar pribadi para Romo. Di samping itu, ada ungkapan-ungkapan umat yang meneguhkan para Romo terutama perjuangannya untuk tetap melayani meskipun mengalami banyak kesulitan dan usaha-usaha untuk memberikan kesaksian sebagai alter Christus di dalam Gereja masa kini. Setelah menguraikan semua kelemahan dan kekuatan yang meneguhkan para Romo, ia mengulangi beberapa kali kalimat ini: “Engkau lebih berharga di mata Tuhan”. Saya merasa bahwa perkataan ini sangat meneguhkan hidup pribadiku juga. Dalam pergumulan hidup untuk mengatasi kelemahan manusiawi, Tuhan selalu hadir dan meneguhkan abdinya dengan perkataan yang bermakna: “lebih berharga”. Luar biasa dan terima kasih Tuhan.

Saya mengingat kembali figur Raja Daud dalam Kitab Perjanjian Lama. Ia juga mengalami jatuh dan bangun di hadapan Tuhan. Mungkin saja pengalaman Raja Daud itu melebihi banyak di antara kita saat ini. Tetapi kelebihan Raja Daud adalah ia masih memiliki hati nurani yang menyadarkannya bahwa dia adalah orang berdosa. Perasaan bersalah atau perasaan sebagai orang berdosa itu masih ada dalam hidup pribadinya. Itu sebabnya berkali-kali Raja Daud memohon ampun kepada Tuhan. Tuhan pun memperhitungkan permohonannya. Ia pernah berkata kepada Tuhan: “Peliharalah aku seperti biji mata, sembunyikanlah aku dalam naungan sayap-Mu” (Mzm 17:8). Dalam suasana apapun Raja Daud tetap berpasrah dan memohon belas kasih Tuhan. Ia lebih berharga dari dosa apapun yang pernah dilakukannya di hadapan Tuhan.

Selama beberapa hari terakhir ini, kita mendengar dari bacaan Injil, berbagai kecaman Tuhan Yesus terhadap para ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang selalu menjadi batu sandungan bagi orang-orang lain. Para ahli Taurat dan orang-orang Farisi memang mengetahui dan mengerti isi Kitab Suci, namun mereka tidak membuka jalan keselamatan bagi orang-orang lain. Mereka menjadi batu sandungan sebab mereka memiliki mata namun tidak melihat, memiliki telinga namun tidak mendengar. Mereka merasa dekat dengan Tuhan tetapi ternyata paling jauh dari Tuhan. Perkataan mereka memang bagus-bagus namun tidak sinkron dengan kehidupan yang nyata. Sebab itu, pada hari ini Yesus mengajar para murid-Nya untuk selalu mawas diri terhadap segala bentuk “ragi kemunafikan” dari para ahli Taurat dan orang-orang Farisi.

Yesus menggunakan kata munafik untuk menggambarkan kebutaan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Mereka menuntut sesuatu yang lebih padahal hidup pribadi mereka jauh lebih buruk dari apa yang mereka ungkapkan (Mat 22:18; 23:28 dan 24:51). Kata munafik sendiri merupakan kata serapan dari bahasa Arab yang berarti bermuka dua. Setiap perkataan yang keluar dari mulutnya berbeda dengan isi hatinya, suka berbohong, pura-pura setia kepada ajaran agamanya tetapi dalam hatinya sebenarnya tidak sama sekali. Orang Yunani menyebutnya υποκριθης – “hupokrithês” artinya seorang pemain drama. Dalam bahasa Ibrani disebut חנף – kanef, artinya “tidak bertuhan”. Orang-orang munafik itu suka melakoni sesuatu seperti para pemain drama.

Apa saja yang dilakukan oleh orang-orang para ahli Taurat dan orang-orang Farisi sehingga disebut orang-orang munafik oleh Yesus?

Pertama, mereka mengajarkan banyak hal kepada orang-orang lain tetapi mereka sendiri tidak melakukannya. Yesus mengatakan: “Tidak ada sesuatupun yang tertutup yang tidak akan dibuka dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi yang tidak akan diketahui. Karena itu apa yang kamu katakan dalam gelap akan kedengaran dalam terang, dan apa yang kamu bisikkan ke telinga di dalam kamar akan diberitakan dari atas atap rumah.” (Luk 12:2-3). Ragi kemunafikan memang menjadi sandungan atau penghalang bagi banyak orang. Semua perkataan Tuhan hendak ditutup-tutupi dan diganti dengan perkataan manusiawi mereka. Tuhan menghendaki supaya perkataan-Nya itu diwartakan dengan suara yang lantang. Semua orang harus mendengar perkataan Tuhan dan melakukannya dalam hidup setiap hari.

Kedua, penderitaan dan kemalangan. Para ahli Taurat dan orang-orang Farisi menunjukkan rasa bencinya dengan melakukan kekerasan fisik dan kekerasan verbal. Tuhan Yesus mengajarkan para murid untuk tenang menghadapi semuanya itu. Murid Kristus tidak akan takut dengan manusia yang hanya membunuh tubuh dan selesai. Murid Kristus harus takut akan Tuhan yang memberikan kehidupan kekal setelah manusia mengalami kematian. Murid Kristus harus takut akan Tuhan yang dapat memasukan orang berdosa ke dalam neraka apabila mereka tidak bertobat.

Perkataan-perkataan Tuhan Yesus supaya murid-murid-Nya mawas diri kepada ragi kemunafikan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi di akhiri dengan seruan yang penuh optimisme. Inilah perkataan Tuhan Yesus: “Bukankah burung pipit dijual lima ekor dua duit? Sungguhpun demikian tidak seekorpun dari padanya yang dilupakan Allah, bahkan rambut kepalamupun terhitung semuanya. Karena itu jangan takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit.” (Luk 12:6-7). Tuhan tidak pernah lupa dengan manusia karena manusia jauh lebih berharga di mata-Nya. Rambut kepala manusia saja terhitung semuanya. Tuhan setia memelihara manusia meskipun manusia memiliki kelemahan-kelemahan, bahkan kemunafikannya di hadapan Tuhan. Tuhan akan menunjukkan belas kasih dan pengampunan kepadanya kalau ia bertobat.

Apa yang harus kita lakukan?

St. Paulus dalam bacaan pertama mengingatkan kita untuk tetap teguh dalam iman. Sama seperti Abraham, bapa leluhur yang beriman kepada Tuhan dengan teguh, demikian hendaknya hidup kita juga serupa dengannya. Abraham memiliki iman yang dianugerahkan Tuhan sendiri. Ia percaya kepada Tuhan dan Tuhan sendiri memperhitungkannya sebagai suatu kebenaran. Tuhan melihat perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan sebagai wujud nyata iman kepada-Nya. Jadi kedua hal ini: perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan membuat banyak orang memuji dan memuliakan Bapa di Surga. Perbuatan-perbuatan baik itu sendiri merupakan tanda nyata orang itu memiliki iman. Iman diberikan Tuhan secara cuma-cuma. Sebab itu orang dibenarkan oleh imannya kepada Tuhan.

St. Paulus juga meminta kita untuk bertobat. Ia mengulangi perkataan Raja Daud ini: “Berbahagialah orang yang diampuni pelanggaran-pelanggarannya, dan yang ditutupi dosa-dosanya; berbahagialah manusia yang kesalahannya tidak diperhitungkan Tuhan kepadanya.” (Rm 4:7-8). Semuanya semata-mata karena belas kasih Tuhan. Mari kita kembali kepada Tuhan dengan meninggalkan semua ragi kemunafikan hidup kita.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply