Food For Thought: Garis Kuning di atas lantai bersuara

Garis Kuning di atas lantai bersuara

Pada hari ini saya melakukan perjalanan dari Airport Juanda Surabaya ke Aiport Ngurah Rai Denpasar, Bali. Ada dua pengalaman menarik yang membuat saya malu dan bertanya dalam hati: “Apa yang masih salah dalam dunia pendidikan kita?” Kedua pengalaman ini sering dilanggar oleh kebanyakan di antara kita yang melakukan perjalanan.

Pertama, pada saat melakukan check in, biasanya kita mengikuti antrean yang sudah ada di setiap counter penerbangan yang telah kita pilih. Kita tidak diperbolehkan untuk berdiri di dekat loket saat mengantre. Kita membaca tulisan di layar kaca untuk memperhatikan garis kuning di lantai. Kita berdiri di atas garis kuning sambil menunggu antrean di depan kita. Kalau orang di depan kita selesai maka kita boleh maju untuk mengurus bagasi dan boarding pass.

Pada hari ini saya mengobservasi perilaku para penumpang di depan counter, sambil menunggu giliran untuk memasukkan bagasi dan mengambil boarding pass. Mayoritas penumpang memang sudah membaca tulisan di layar kaca supaya dapat mengatur posisi berdirinya di atas garis kuning, namun mereka dengan sadar melanggarnya. Mereka tidak melihat dan membaca tulisan yang ada atau membacanya tetapi pura-pura tidak tahu. Banyak calon penumpang melewati begitu saja garis berwarna kuning, tanpa ada perasaan bersalah dan berani meminta maaf kepada siapa saja yang ada di sekitarnya. Semua berlalu begitu saja. Perasaan bersalah tidak diungkapkan dengan meminta maaf. Mereka tidak memiliki perasaan malu! Apa yang salah dalam pendidikan nilai?

Kedua, Sambil merasa kecewa, karena masalah berdiri melewati garis kuning di atas lantai, tiba-tiba ada dua ibu muda yang berdiri pada antrean paling belakang menuju ke depan dengan tujuan dapat dilayani pada kesempatan yang paling awal. Tidak ada satu kata tolong atau maaf yang keluar dari mulut mereka. Semua orang memperhatikan kedua ibu ini. Seorang ibu yang berada dalam antrean mengatakan apa adanya kepada mereka berdua supaya mengantre. Itu pun mereka masih beradu mulut. Perasaan malu menghilang entah kemana.

Kedua pengalaman saya ini memang merupakan hal yang biasa-biasa saja namun sering dilanggar oleh pribadi tertentu. Kesadaran kita sangat terbatas karena lebih mementingkan diri kita sendiri dari pada menyadari kebutuhan sesama manusia di sekitar kita. Mungkin kita lupa bahwa bnanyak orang mulai jatuh dari hal-hal yang kecil bukan langsung jatuh ke dalam hal-hal yang besar.

Pengalaman saya pada hari ini hendak mengatakan beberapa hal berikut ini:

Pertama, pendidikan nilai di dalam keluarga masih sangat terbatas. Itu sebabnya orang tidak menaruh perhatian terhadap hal-hal yang sederhana di dalam hidup, padahal hal-hal sederhana pun dapat mengganggu keharmonisan bersama. Contohnya garis kuning di lantai antrean loket counter penerbangan atau imigrasi. Orang merasa tidak nyaman sebelum melakukan penerbangan karena marah, kesal dan lain sebagainya.

Kedua, ada tiga kata keramat yang seharusnya dapat diucapkan untuk mengatasi kesulitan dalam berkomunikasi di saat mengantre. Ketiga kata itu adalah maaf, tolong dan terima kasih. Seandainya kita sedang mengalami kesulitan beranilah mengatakan maaf… tolong dan terima kasih.

Ketiga, kemampuan menghancurkan rasa ingat diri. Pada saat kita terlampau mengingat diri kita maka kita cepat melupakan orang lain di sekitar kita. Garis kuning di atas lantai selalu ada dalam hidup kita, antrean panjang selalu masuk dalam pengalaman kebersamaan. Ketika kita berani melupakan diri maka tidak ada persoalan, tetapi ketika ingat diri masih menguasai diri kita maka tetaplah menjadi persoalan dalam kebersamaan.

Saya mengingat Erich Fromm. Ia pernah berkata begini: “Orang egois tidak mampu mencintai orang lain, mereka juga tidak mampu mencintai diri mereka sendiri.” Sementara Richard Whately, seorang ahli logika dari Inggris mengatakan: “Seseorang disebut egois bukan karena mengejar kebaikannya sendiri, tetapi karena mengabaikan sesamanya.” Garis kuning itu selalu ada, maka marilah kita berubah.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply