Homili 7 Desember 2017

Hari Kamis, Pekan Adven I
St. Ambrosius
Yes. 26:1-6
Mzm. 118:1,8-9,19-21,25-27a
Mat. 7:21,24-27

Kuasa Sabda Tuhan

Ada seorang sahabat yang meminta saya untuk memberkati ruang doa pribadinya di rumah. Saya merasa seperti sedang berada di dalam sebuah kapel umum. Ruangannya cukup besar, memiliki desain yang sangat mendukung supaya ia sekeluarga lebih lama bersama dengan Tuhan dalam doa dan meditasi. Ada patung-patung para kudus pilihannya dan berbagai ornamen-ornamen lainnya yang turut memperindah ruang doa itu. Saya sempat melihat sebuah buku Alkitab besar yang diletakkan di tengah-tengah ruangan doa, dengan tempat pentakhtaan yang dibuat dari kayu jati yang indah. Ia mengatakan kepada saya bahwa ruang doa menjadi pusat persekutuan keluarga dengan Tuhan. Setiap hari mereka berkumpul dan berdoa bersama sebagai satu keluarga. Saya bertanya kepadanya alasan mengapa ia menempatkan Alkitab di tengah-tengah ruang doa itu. Ia mengatakan bawah ada satu ayat dalam Kitab Mazmur yang sangat mendorongnya untuk membuat ruangan doa bagi keluarganya, yakni: “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku” (Mzm 119:105). Ia percaya bahwa Sabda Tuhan telah menjadi sebuah pelita yang menerangi perjalanan hidupnya selama ini. Ia semakin rajin membaca, merenungkan dan melakukan Sabda di dalam hidupnya. Pengalaman sederhana ini mengajarkan kepadaku bagaimana orang-orang awam juga memiliki kesungguhan dalam mencintai Sabda Tuhan. Sabda Tuhan dijadikan sebagai dasar yang kokoh, pelita yang menerangi langkah kaki setiap orang beriman.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini mengatakan kepada para murid-Nya, sebuah perkataan yang sifatnya mengoreksi cara pandang mereka terutama dalam usaha untuk mengalami hidup abadi. Ia berkata: “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.” (Mat 7:21). Hal yang dikatakan Yesus di sini masih aktual hingga saat ini. Banyak orang berpikir bahwa mereka sudah cukup menerima sakramen pembaptisan, dan juga sakramen-sakramen lain di dalam Gereja Katolik dan selesai. Mereka juga berpikir bahwa cukuplah memanggil nama Tuhan dan selesai. Tuhan Yesus mengatakan bahwa hanya memanggil nama Tuhan saja tidak cukup. Apakah kita benar-benar percaya dan membutuhkan Tuhan dalam hidup setiap hari? Kalau kita membutuhkan Tuhan maka tidak cukup hanya menyerukan nama Tuhan tetapi kita juga harus melakukan kehendak Bapa di Surga. Apa yang Tuhan kehendaki dalam dirimu? Lakukanlah kehendak Tuhan dengan sepenuh hati dalam dirimu. Prinsip kita seharusnya: “Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu” (Mzm 40:9; Ibr 10:9). Kita melakukan kehendak Tuhan bukan melakukan kehendak diri kita sendiri.

Selanjutnya, Tuhan Yesus membuka pikiran kita untuk lebih fokus pada sikap medengar Sabda-Nya dan melakukannya di dalam hidup setiap hari. Mengapa kita perlu mendengar Sabda Tuhan? Kita mendengar Sabda Tuhan dengan baik supaya dapat mengalami Allah sendiri di dalam hidup kita. Sambil mendengar Sabda, kita dibantu untuk menyelami kasih dan kuasa Tuhan di dalam hidup kita. Kita mendengar Sabda Tuhan supaya menjadi sebuah komunitas. Alasannya sederhana, sebab kita sama-sama mendengar Sabda yang sama. Meskipun kita berbeda, kita dapat menyatu dengan sesama karena sabda yang kita dengar. Kita mengingat perkataan St. Paulus bahwa iman itu muncul dari pendengaran ((Rm 10:17). Kita mendengar sabda Tuhan supaya dapat menjadi rasul dari Sabda sendiri. Banyak kali kita bukanlah rasul yang baik, sebab kita mendengar sabda tetapi tidak membawanya kepada sesama atau keliru membawanya kepada sesama.

Tuhan Yesus dengan tepat berkata: “Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu.” (Mat 7:24-25). Orang yang bijaksana akan pandai membaca tanda-tanda zaman dan mengusahakan agar Sabda Tuhan dapat menghasilkan buah yang melimpah. Kebijaksanaan yang tepat adalah mendengar, memelihara dan mengembangkan Sabda dalam diri kita. Orang yang bijaksana akan mengusakan sabda sehingga menghasilkan buah-buah sabda yang benar. Sabda itu beralas iman yang kuat, laksana wadas yang perkasa bagis sebuah rumah. Hanya orang idak bijaksana yang membangun rumahnya di atas pasir. Orang seperti ini belum memiliki kemampuan untuk mendengar dengan baik, menyimak dan menjadi pelaku sabda dalam hidupnya.

Mari kita merenung lebih lanjut: Apakah secara pribadi kita sudah melakukan kehendak Tuhan dalam hidup kita? Apakah kita sudah menjadi pendengar dan pelaku sabda yang baik dan benar? Kedua pertanyaan dan berbagai pertanyaan lain yang mucul menunjukkan bahwa kita perlu membuka diri lebih lanjut kepada Tuhan. Biarkanlah Ia memampukan kita untuk mendengar dan melakukan sabda.

Nabi Yesaya dalam bacaan pertama mengingatkan kita akan kuasa sabda Tuhan bagi bangsa Israel. Bangsa Israel perlu bersyukur karena memiliki kota Yerusalem sebagai kota damai yang kuat. Ada tembok dan benteng yang melindunginya dari musuh-musuh. Kota Yerusalem perlu mawas diri terhadap berbagai pengaruh dari luar. Pintu-pintu gerbangnya perlu dibuka supaya bangsa-bangsa yang benar dan setia dapat masuk dan mendiaminya. Orang merasakan damai di dalamnya.

Pada hari ini Tuhan membaharui kita dengan kehendak dan sabda-Nya. Mari kita membuka diri, mendengar sabda, melakukannya dengan tulus dalam hidup kita. Mari kita setia melakukan kehendak Tuhan dalam hidup selama masa Adven ini. Boleh dikatakan bahwa masa Adven adalah masa di mana kita mendedikasikan diri untuk melakukan kehendak Tuhan dan mendengar Sabda Tuhan.

St. Ambrosius, doakanlah kami.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply