Homili Pesta Pembaptisan Tuhan – C- 2019

Pesta Pembaptisan Tuhan
Yes. 40:1-5,9-11;
Mzm. 104:1b-2,3-4,24-25,27-28,29-30
Tit. 2:11-14; 3:4-7
Luk. 3:15-16,21-22

Yesus lebih berkuasa

Kita mengawali perayaan Ekaristi hari Minggu Pertama dalam Masa Biasa, bertepatan dengan Pesta Pembaptisan Tuhan ini, dengan sebuah Antiphon Pembuka: “Setelah Tuhan dibaptis, langit terbuka, dan seperti burung merpati, Roh Allah turun ke atas-Nya. Lalu terdengarlah suara Bapa, “Inilah Putera-Ku terkasih, Aku berkenan kepada-Nya.” (Mat 3:16-17). Apa yang kita tangkap dari kisah Yesus ini? Pada hari Minggu yang lalu kita merayakan Pesta penampakan Tuhan atau pesta Natal segala bangsa. Orang-orang majus dari Timur datang dengan membawa emas untuk menyembah Yesus sebagai Raja di atas segala Raja, kemenyan untuk menyembah Yesus sebagai Tuhan yang patut disembah dan mur untuk mengenang kematian Yesus untuk menyelamatkan kita semua. Pada pesta pembaptisan Tuhan ini, pikiran kita terarah kepada Yesus sebagai Imam, Nabi dan Raja. Dialah Imam Agung melebihi Melkhisedek. Dialah Utusan Allah (Nabi) untuk menyelamatkan manusia. Dialah Raja di atas segala Raja. Hanya kepada-Nya puji dan syukur kita selama-lamanya.

Masa Biasa dalam tahun liturgi dimulai dengan Pesta Pembaptisan Tuhan. Ini tentu memiliki makna yang mendalam dalam hidup kita sebagai pengikut Kristus. Kita mengakui diri kita sebagai pengikut Tuhan Yesus Kristus karena kita menerima sakramen Pembaptisan dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus. Sakramen pembaptisan membuka jalan bagi kita untuk menuju kepada kekudusan dan kehidupan kekal bersama Bapa di Surga. Ketika menerima Sakramen pembaptisan, kita mengakui Allah yang kita sembah sebagai Allah Tritunggal Mahakudus. Allah adalah Bapa yang berkata: “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan.” (Luk 3:22). Allah adalah Putera Allah yang sudah datang ke tengah-tengah dunia dan banyak orang di sekitar sungai Yordan. Dia adalah Pribadi yang digambarkan Yohanes Pembaptis: “Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia yang lebih berkuasa dari padaku akan datang dan membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak. Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api.” (Luk 3:16). Allah adalah Roh Kudus yang turun ke atas kepala Yesus sang Putera dalam rupa burung merpati. Maka Allah sebagai Bapa, Putera dan Roh Kudus mewahyukan diri-Nya secara sempurna dalam diri Yesus Kristus.

Perlu kita ketahui bersama bahwa Tuhan Yesus tidak dibaptis sebagai seorang bayi. Banyak kali kita mungkin terpancing secara emosional dan berpikir bahwa dalam masa Natal pikiran kita terarah pada bayi Yesus maka saat dibaptis pun Ia masih seorang bayi. Bukan demikian! Yesus dibaptis pada saat berusia 30 tahun. Ia datang sendiri ke sungai Yordan dan meminta Yohanes untuk membaptis-Nya. Yohanes Pembaptis saat itu sudah mendapat pembinaan dari kaum Esseni di sekitar Qumran. Pada saat yang tepat, ia menyiapkan orang-orang dengan seruan tobat dan pembaptisan untuk pengampunan atas dosa mereka. Dia adalah suara yang berseru, yang rendah hati di hadapan Yesus dan membawa murid-murid-Nya untuk lebih dekat dengan Yesus sang Anak Domba Allah. Yesus sendiri tinggal bersama ibuda-Nya Maria di Nazaret dan bekerja sebagai tukang kayu. Ia meninggalkan Nazaret dan memulai pelayanan-Nya di depan umum setelah menerima Pembaptisan. Roh Kudus memampukan Yesus untuk berkarya dan bersabda bagi keselamatan manusia.

Bagaimana melukiskan peristiwa pembaptisan Yesus di sungai Yordan? Ia datang ke sungai Yordan dan meminta Yohanes untuk membaptis-Nya, namun Yohanes menolaknya. Yohanes tahu diri bahwa dia hanya seorang manusia biasa. Namun demikian Yesus mendesaknya untuk membapatis-Nya. Yohanes setuju untuk membaptis Yesus dan terjadilah penguatan dari pihak Bapa di surga dalam suara yang mengakui Yesus sebagai Anak kesayangan. Tuhan Yesus datang untuk menguduskan air yang nantinya juga akan menguduskan semua orang yang mengikuti-Nya dari dekat. Tuhan Yesus menunjukkan diri-Nya sebagai Anak Allah yang mengambil rupa sebagai manusia. Dia tidak berdosa tetapi begitu solider dan empati dengan manusia yang berdosa. Hanya dengan demikian maka Ia dapat menjadikan manusia yang berdosa memperoleh martabat baru yakni sebagai anak-anak Allah. St. Paulus mengatakan: “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” (2Kor 5:21).

Tuhan Yesus menunjukkan rasa solidaritas dan empati-Nya dengan manusia berdosa karena kasih. Ia melakukan semua ini karena kasih. Yohanes besaksi dalam Injil: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.” (Yoh 3:16-17). Di sini kita melihat sosok Yesus sebagai Putera dari Bapa yang begitu mengasihi dunia dan bersatu dalam Roh Kudus. Allah yang kita sembah adalah Satu dalam Tiga Pribadi yang berbeda yaitu Bapa, Putera dan Roh Kudus. Ini adalah iman kita akan Tritunggal Mahakudus.

Perayaan Pesta Pembaptisan Tuhan membantu kita untuk merenung lebih dalam lagi kasih Tuhan, terutama beberapa hal berikut ini:

Pertama, Pembaptisan Tuhan memperteguh iman kita kepada Allah Tritunggal Mahakudus. Dialah Allah yang kita sembah sebagai Bapa, Putera dan Roh Kudus. Satu Allah yang nampak dalam diri Yesus Kristus, Anak Allah. Allah sendiri mewahyukan diri-Nya sebaga Bapa yang menyapa Yesus sebagai Anak Kesayangan-Nya. Yesus sebagai Anak mengikuti kehendak Bapa dalam Roh Kudus. Iman kepada Allah Tritunggal Mahakudus ini kita imani sejak pertama kali menerima sakramen pembaptisan. Biasanya nama kita disebut lalu dilanjutkan ‘Aku membaptis engkau dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus’. Saat itulah kita memulai jalan kekudusan, jalan yang terbuka bagi kita untuk menjadi anak Allah.

Kedua, Pembaptisan Tuhan membuka jalan bagi kita untuk mengabdi Tuhan dengan tulus. Yohanes Pembaptis adalah model kita. Dia adalah suara yang berseru, dia menyiapkan jalan, dia menunjuk Yesus sebagai Anak Domba Allah. Dia merelakan para murid-Nya untuk menjadi murid Yesus. Tugas kita sebagai Gereja masa kini adalah membawa semua orang kepada Yesus. Artinya semua tugas pelayanan kita haruslah selalu mengarah kepada Yesus bukan mengarah kepada diri kita. Nama Tuhan Yesus harus lebih popular dari pada nama kita. Paus Fransiskus mengatakan: “Jangan ada narsisisme rohani” dalam hidup kita. Pikirkanlah, berapa kali kita mengalami narsisisme rohani di mana kita menomorduakan Tuhan dan menomorsatukan diri kita. Orang-orang narsis rohani adalah mereka yang suka cari muka, suka menghitung-hitung atau menceritakan keberhasilan pelayanannya kepada orang lain. Bukankan semuanya untuk kemuliaan Tuhan dan keselamatan jiwa-jiwa?

Ini adalah dua hal yang patut kita renungkan bersama pada pesta Pembaptisan Tuhan ini. Mulai saat ini pikiran kita haruslah berpusat pada Yesus karena Yesus lebih agung dan lebih berkuasa. Yohanes Pembaptis berkata: “Ia yang lebih berkuasa dari padaku akan datang dan membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak.” (Luk 3:16). Yesus lebih berkuasa bukan diri kita maka marilah kita senantiasa mengarahkan hati dan pikiran kita kepada-Nya. Hanya kepada Yesus puji dan syukur kepada-Nya.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply