Homili 14 Februari 2019

Hari Kamis Pekan Biasa ke-V
Peringatan Wajib St. Sirilus dan St. Metodius
Kej. 2:18-25
Mzm. 128:1-2,3,4-5
Mrk. 7:24-30

Keindahan Cinta Sejati

Pada hari ini kita mengenang kembali dua orang kudus, kakak beradik yakni santu Sirilus atau Κύριλλος (815-885) dan Metodius atau Μεθόδιος (826-869). Mereka berdua dikenal sebagai misionaris dan teolog Kristen Bizantin. Keduanya berhasil mempengaruhi perkembangan budaya seluruh bangsa Slavia melalui karya-karya mereka terutama dalam pewartaan Injil dan Liturgi sesuai konteks bangsa-bangsa Slavia. Sebab itu mereka layak diberi gelar “Rasul-Rasul Bangsa Slavia”. Karya yang mereka lakukan misalnya mereka menyusun alfabet Glagolitik, yaitu alfabet pertama yang digunakan untuk menulis dalam bahasa Slavonik Gerejawi Kuno. Kedua bersaudara ini dihormati di Gereja Ortodoks sebagai para santo dengan gelar “setara rasul”. Pada tahun 1880, Paus Leo XIII memasukkan hari peringatan mereka ke dalam kalender Gereja Katolik Roma. Pada tahun 1980, Paus Yohanes Paulus II menyatakan mereka sebagai para santo pelindung Eropa, bersama dengan santu Benediktus dari Nursia. Mari kita berdoa supaya semangat kedua orang kudus ini tetap menjadi miliki para misionaris dan Gereja di Eropa khususnya Eropa Timur.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini berbicara tentang hidup kita yang nyata di dalam keluarga manusia. Kita mengingat bahwa Tuhan sudah menciptakan bumi dan isinya baik adanya. Ciptaan-Nya yang terakhir dan paling mulia adalah manusia yang diciptakan sesuai gambar dan rupa-Nya. Ia menamai manusia pertama yang berasal dari debu tanah atau Adamah (אדמה) dan kita menyebutnya Adam. Tuhan memiliki rencana yang mulia baginya sehingga Ia berkata: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” (Kej 2:18). Manusia pertama memang ciptaan Tuhan yang sempurna tetapi ia merasa sendirian. Dia membutuhkan seorang penolong yang sepadan atau cocok. Mulanya Tuhan membentuk dari tanah segala binatang di hutan dan burung di udara. Tuhan memberinya kepada manusia pertama untuk memberi nama bagi hewan-hewan itu. Ia berhasil memberi nama hewan-hewan itu tetapi manusia pertama tetap menyendiri karena belum mendapat penolong yang sepadan atau cocok dengannya.

Tuhan mengerti keinginan manusia. Ia membuat manusia pertama tidur, mengambil tulan rusuk dan membentuk manusia baru. Manusia baru adala seorang perempuan yang akan menjadi ibu bagi semua makhluk (Hawa). Tuhan membawa Hawa kepada Adam dan saat itu Adam merasa mendapatkan seorang penolong yang sepadan. Adam bahkan berkata: “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.” (Kej 2:23). Kita memahami rencana Tuhan begitu sempurna. Ia menciptakan Hawa sebagai perempuan yang setara dengan Adam. Perempuan itu bukan diciptakan untuk mencintai manusia pertama tetapi untuk mendampingi, melengkapi dan menjadi bahagia di dalam hidup bersama. Teman saya pernah menulis di status Face Booknya begini: “Wanita diciptakan bukan dari kaki pria, sehingga bisa diinjak-injak. Wanita bukan pula diciptakan dari kepala pria, yang harus selalu dijunjung. Tapi wanita diciptakan dari tulang rusuk pria. Dekat dengan dada dan hatinya, agar selalu dicintai. Dekat dengan tangannya, supaya dapat selalu dilindungi.”

Saya memahami kisah penciptaan manusia ini sebagai cara Tuhan mengasihi manusia sampai tuntas. Manusia sebagai pria dan wanita perlu dan harus belajar untuk mengasihi seperti Tuhan yang lebih dahulu mengasihi. Mengasihi bukan dengan kata-kata saja karena bisa menjadi kata-kata kosong. Mengasihi dalam perbuatan dan dalam kebenaran. Sebab itu tepat sekali perkataan ini: “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu.” (Kej 2:24-25). Perkataan ini nanti akan diulangi lagi oleh Tuhan Yesus untuk menjelaskan tentang keutuhan sebuah perkawinan (Mat 19:5).

Tuhan menghendaki agar perkawinan Kristiani itu abadi. Apa yang Tuhan sudah persatukan tidak boleh diceraikan oleh manusia. Mengapa? Sebab seorang pria dan wanita itu bersatu karena mereka mau menjadi pribadi yang bahagia bukan untuk menderita. Maka keindahan cinta sejati itu ada pada kebahagiaan yang perlu dan harus dialami bersama para suami dan istri. Dalam suka dan duka, untung dan malang suami dan istri tetap bersatu, bukan karena cinta semata tetapi karena kesepadanan atau kecocokan. Tanpa kesepadanan dan kecocokan maka cinta itu tidak memiliki akar yang dalam. Ketika ada badai maka bubarlah keluarga karena cinta tidak tahan badai. Kalau ada kesepadanan maka apa pun badainya, keluarga akan bertahan hingga keabadian.

Tuhan Yesus membuktikan keindahan sejati dengan membawa keselamatan universal. Bacaan Injil menghadirkan Tuhan Yesus yang sedang berada di daerah Tirus. Ini adalah sebuah daerah di luar komunitas Yahudi. Bagi orang-orang Yahudi, tak ada keselamatan bagi orang-orang non Yahudi. Yesus mengubah mindset kebanyakan orang Yahudi yang legalis namun lupa kasih dan kebaikan Tuhan. Tuhan Yesus membuat sebuah mukjizat di Tirus, dengan mengusir setan yang merasuki anak dari seorang ibu. Ibu itu adalah seorang Yunan, berkebangsaan Siro Fenisia. Ibu itu percaya bahwa Tuhan Yesus pasti menyembuhkan anaknya yang dikuasai setan. Harapannya terpenuhi karena imannya teguh kepada Yesus. Kita melihat cinta kasih Tuhan itu universal. Cinta kasih Tuhan Yesus menembusi tembok pemisah antara Yahudi dan Yunani, antara bangsa Israel dan bangsa asing. Cinta tidak memandang siapakah anda dan siapakah aku.

Pada hari ini kita belajar untuk mewujudkan keindahan cinta kasih sejati. Cinta kasih yang bersumber pada sabda Tuhan dan menjadi nyata dalam hidup setiap hari. Cinta kasih sejati dari Tuhan yang menebusi tembok kecongkakan, kebencian dan kemunafikan. Cinta kasih sejati tidak butuh topeng.

Pada hari ini banyak orang pasti bergembira dengan merayakan hari Valentine, tetapi masih lupa keindahan cinta kasih sejati yang berasal dari Tuhan. Hari Valentine haruslah mengubah mental kita untuk mengembangkan budaya dan keindahan kasih sejati. Jauhilah kasih baperan yang hanya bertahan sejenak saja. Sebagai insan yang mengalami keindahan cinta kasih sejati, saya mengucapkan selamat hari Valentine. Kasih Tuhan mengubah kita semua menjadi pribadi yang mampu mengasihi dengan kasih-Nya.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply