Homili 28 Agustus 2019

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-XXI
Peringatan Wajib St. Agustinus
1Tes. 2:9-13
Mzm. 139:7-8,9-10,11-12ab
Mat. 23:27-32

Jangan seperti kuburan yang hidup!

Saya pernah mengikuti sebuah pertemuan kelompok kategorial. Mereka membuat evaluasi tahunan tentang semua kegiatan yang sudah sedang berlangsung. Saya hanya menggeleng-geleng kepala karena ternyata banyak kegiatan tidak berjalan dengan maksimum. Dari luar kelihatan kelompok itu semuanya tertata rapih ternyata di dalamnya banyak kelemahan. Banyak anggota yang hanya mengandalkan figur utama saja dan mereka hanya ‘numpang tenar’. Sikap pasif, sulit untuk memberi diri dalam kegiatan kelompok, banyak omong dan suka mengeritik tetapi ketika diberi tugas tertentu ternyata tidak dapat dilakukan dengan maksimum. Sikap minimalis yang selalu ada pada anggota-anggota tertentu. Evaluasi berjalan sedikit tegang tetapi mereka masih mengendalikan diri untuk tidak saling mempersalahkan satu sama lain. Saya mengatakan kepada mereka bahwa kelompok kategorial mereka mirip kuburan. Dari luar begitu indah, dengan hiasan marmer dan lainnya tetapi di dalam penuh dengan kotoran dan bau amis. Saya berharap mereka dapat tersingung dan marah kepada saya. Ternyata mereka sepakat untuk mengakuinya.

Saya merasa yakin bahwa dalam hidup menggereja pada umumnya ada saja pengalaman-pengalaman tertentu. Dari luar orang melihat semuanya baik, indah dan mempesona. Tetapi di dalamnya penuh gesekan, persaingan, ada yang jujur dan lain tidak jujur, ada yang suka cari muka, ada yang suka membenarkan diri dan lain sebagainya. Mereka yang dipilih menjadi pengurus kadang mengeluh bahwa melayani itu seperti memikul salib, sedangkan yang lain hanya melihat dari jauh, dan tertawa senang menyaksikan pengurbanan orang lain. Maka keluarga, KBG, lingkungan, wilayah kadang-kadang seperti kuburan juga. Dari luarnya indah tetapi dari dalamnya penuh ‘chaos’ atau kekacauan, tegangan dan kemarahan. Semua ini menjadi warna-warni dalam kehidupan bersama. Seharusnya semua orang berusaha supaya keindahan di luar itu sama dengan keindahan di dalamnya.

Pada hari ini kita mendengar lanjutan kecaman Yesus terhadap para Ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang sangat legalis dan sok suci. Kali ini Yesus mengecam dan menyamakan para Ahli Taurat dan orang-orang Farisi sebagai orang-orang munafik yang tampilannya seperti kuburan yang dilabur putih. Yesus mengatakan bahwa kuburan itu di luarnya memang kelihatan bersih tetapi di dalamnya penuh dengan tulang belulang, dan kotoran yang bau. Para ahli Taurat dan para ahli Taurat juga mirip. Mereka dari segi tampilan luar sangat legalis dan suci padahal di dalam hidup pribadi mereka penuh dengan kemunafikan dan kedurjanaan.

Saya merasa yakin bahwa kecaman Yesus atas kemunafikan dan kedurjanaan para Ahli Taurat dan orang-orang Farisi adalah juga kecaman bagi banyak di antara kita. Kita juga orang munafik dan durjana. Kita juga sering berpikir lebih baik dari orang lain maka kita memiliki kebiasaan merendahkan orang lain, menganggap mereka orang berdosa dan aneka anggapan terhadap orang lain. Pada saat-saat seperti itu kita lupa bahwa kita juga manusia yang tidak sempurna. Kita masih munafik dan durjana, tidak lebih dari orang lain. Untuk itu sebaiknya kita tunduk dan memohon ampun dari Tuhan karena kita masih sama dengan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Sebaiknya kita juga merasa malu karena masih ada orang lain yang jauh lebih baik dari kita semua.

Tuhan Yesus juga mengecam para ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang bersikap munafik sebab mereka membangun makam-makam para nabi dan tugu peringatan bagi orang saleh. Bagi Yesus, sikap seperti ini merupakan afirmasi bagi diri mereka sebagai keturunan para pembunuh nabi. Meskipun mereka sebagai orang-orang modern mengandaikan diri mereka bahwa kalau mereka hidup pada masa lalu pastilah mereka tidak akan membunuh para nabi. Tuhan Yesus mengetahui hati mereka maka, dengan tegas Ia mengatakan bahwa para ahli Taurat dan orang-orang Farisi mengkonfirmasi diri mereka sebagai keturunan para pembunuh nabi. Para leluhur mereka adalah takaran yang jelas.

Dalam bacaan pertama kita mendengar suasana sharing pengalaman missioner dari St. Paulus bersama rekan-rekannya dan jemaat di Tesalonika. Ia menggerakan ingatan jemaat di Tesalonika untuk mengingat kembali usaha dan jerih payah mereka sebagai misionaris di tengah-tengah mereka. Para misionaris ini tidak berniat untuk menjadi beban bagi jemaat. Sebab itu mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dan pada saat yang bersamaan, mereka juga mewartakan Injil Allah kepada jemaat. Karakter yang ditampilkan para misionaris ini adalah mereka itu saleh, adil, dan hidup tak bercacat. Ini juga menjadi kesaksian hidup Paulus dan teman-temannya di hadapan jemaat. Kesaksian lain yang diberikan oleh Paulus dan teman-temannya adalah sifat kebapaan mereka yang sangat tekun memberi perhatian kepada jemaat. Paulus dan teman-temannya juga mengungkapkan rasa syukur mereka karena jemaat di Tesalonika terbuka untuk menerima Sabda Allah yang diberitakan kepada mereka. Pemberitaan Injil Allah ini bukan hanya sekedar kata-kata manusia saja. Para misionaris justru mewartakan Sabda Allah yang nantinya bekerja giat di dalam diri manusia yang percaya.

Apa yang hendak Tuhan katakana kepada kita pada hari ini?

Pertama, Dari kehidupan St. Agustinus yang hari ini kita kenang, kita belajar bahwa setiap orang memiliki sisi-sisi kegelapan dalam masa lalunya, masa sekarang dan masa depan. Tuhan memiliki rencana yang indah dan luhur untuk mengubah manusia dan masa lalunya menjadi masa depan yang penuh dengan berkat, kebaikan dan kekudusan.

Kedua, Sikap munafik dan durjana bukanlah sikap kristiani. Ini adalah sikap iblis yang menyusup masuk dalam diri manusia. Sebab itu buanglah jauh-jauh kemunafikan dan kedurjanaan. Hiduplah seperti Tuhan Yesus sendiri. Kita berusaha untuk tidak menjadi kuburan hidup.

Ketiga, Kita perlu memiliki rasa syukur dan apresiasi terhadap para misionaris yang bekerja di negeri kita. Dari hidup mereka kita belajar untuk berkurban, menjadikan Yesus sebagai pusat hidup pribadi dan kerasulannya.

St. Agustinus, doakanlah kami. Amen.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply