Food For Thought: Selalu bersyukur

Selalu bersyukur

Adalah Marcus Tullius Cicero. Beliau adalah seorang negarawan dan penulis dari Romawi Kuno (106 SM – 43 SM). Beliau pernah berkata: “Hati yang penuh syukur bukan saja merupakan kebajikan yang terbesar, melainkan merupakan induk dari segala kebajikan yang lain.”Saya sangat sepakat dengan Cicero. Memang orang yang selalu bersyukur akan menampakkan kebajikan-kebajikan di dalam dirinya. Orang yang memiliki hati penuh syukur akan menunjukkan iman, harapan dan kasihnya yang nyata bagi sesama. Dengan demikian orang-orang yang berada di dekatnya pun akan turut merasakan kenyamanan, kedamaian, kasih dan kebaikan-kebaikan lainnya.

Pada hari ini saya mendapat sebuah postingan yang indah dari sebuah media sosial. Dalam postingan ini diceritakan bahwa ada seorang manula (manusia lanjut usia) di Italia yang sudah berusia 93 tahun. Ia barusan pulih dari rumah sakit dan hendak meninggalkan rumah sakit. Biasanya para pasien harus membereskan terlebih dahulu urusan administrasi sebelum meninggalkan rumah sakit. Maka kepadanya disodorkan sebuah kuitansi yang isinya adalah dia harus membayar ventilator yang dipakai sebagai alat bantu pernapasannya selama sehari. Orang lanjut usia ini meneteskan air mata. Dokter yang berdiri di depannya meminta dia supaya jangan menangis sambil melihat kuitansi atau tagihan rumah sakit yang harus dibayarnya itu.

Orang lanjut usia ini memandang para dokter dan perawat satu persatu. Ia lalu mengatakan kepada mereka: “Saya tidak menangis karena memikirkan berapa biaya yang akan saya pakai untuk membayar tagihan rumah sakit ini. Saya merasa mampu melunasi tagihan ini saat ini juga. Saya sekarang menangis karena saya berpikir begini, selama 93 tahun saya menghirup udara yang Tuhan berikan kepada saya dan semuanya gratis. Saya benar-benar tidak membayar apa-apa. Sementara di rumah sakit ini saya menggunakan ventilator sebagai alat bantu pernapasan selama sehari dan saya harus membayar 500 Euro atau setara dengan Rp. 8.870.000. Apakah anda juga sempat berpikir betapa berutangnya saya kepada Tuhan hingga 93 tahun usiaku ini? Saya bahkan tidak pernah berterima kasih kepada Tuhan untuk hal ini sebelumnya.

Saya membaca kisah singkat ini dengan aneka perasaan. Salah satu perasaan yang saya alami adalah saya merasa malu karena lupa bersyukur kepada Tuhan. Selama hampir 50 tahun usiaku ini saya belum sempat berpikir betapa berutangnya saya kepada Tuhan karena memberikan nafas kehidupan kepadaku setiap saat. Namun, saya sekarang boleh bersyukur karena meskipun saya belum bersyukur namun Tuhan tetap memberi nafas kehidupan kepada saya. Sadar atau tidak sadar saya tetap bernafas hingga saat ini.

Kita memiliki satu momen untuk bersyukur yaitu saat berekaristi bersama. Ekaristi berarti syukur. Apakah kita pernah menyadari Ekaristi sebagai saat untuk bersyukur kepada Tuhan? Ada orang yang tidak pernah bersyukur karena tidak pernah berpartisipasi dalam Ekaristi. Orang katolik Natal dan Paskah adalah mereka yang selalu lupa bersyukur kepada Tuhan. Lebih lagi tahun ini, di tengah pandemi covid-19, benar-benar kelam karena paskah pun mereka tidak bisa berekaristi. Selama ini ada misa online, itu baik. Tetapi berapa orang yang benar-benar menyatu dalam ekaristi online? Kalau menggunakan HP untuk misa online selalu ada tuan Whatsapp yang hadir tanpa diundang, Nyonya messanger juga demikian. Belum lagi teman-teman arisannya seperti Line, Instagram, KakaoTalk, Imo, Viber dan lainnya. Mereka juga menggedor-gedor pintu dengan bunyi notifikasinya untuk meminta perhatian dia yang sedang misa online. Hasilnya adalah misa online diabaikan sebentar untuk membaca pesan baru lanjut lagi dengan misa online. Mungkin ada yang mengatakan, tak apa-apa nanti lanjut nonton misa di youtube. Lalu rasa syukur atau Ekaristimu di mana? Mengapa tidak sign out supaya bisa mengikuti misa online dengan lebih baik dan penuh devosi?

Covid-19 sungguh membuka mata dan hati kita untuk memupuk rasa syukur yang mendalam kepada Tuhan. Kita menyaksikan banyak saudari dan saudara yang mengalami musibah karena menderita atau kehilangan orang-orang terkasih. Tugas dan pengabdian mereka dianggap cukup oleh Tuhan. Sedangkan bagi kita sendiri, Tuhan masih memberi kesempatan kepada kita untuk menata lagi rasa syukur kepada-Nya. Mari bersyukur dan bersyukur selalu.

Saya mengakhiri permenungan ini dengan mengutip Alan Cohen. Beliau adalah seorang penulis berkebangsaan Amerika, pernah berkata: “Orang-orang yang sukses adalah mereka yang berterima kasih atas semua yang mereka miliki. Mengucap syukur atas apa yang selalu kami buka untuk mendapat lebih banyak lagi, dan tidak bersyukur selalu menutup pintu.”

P. John Laba, SDB

Leave a Reply

Leave a Reply