Renungan 5 Maret 2012

Hari Senin Pekan Prapaskah II
Dan 9:4b-10;
Mzm 79: 8.9.11.13;
Luk 6: 36-38

Berani memohon ampun

Saya pernah terpesona mendengar seorang anak di atas pohon kelapa menyanyikan lagu: “Mohon ampun kami orang berdosa…” Saya lalu berpikir apakah dia memetik buah dari pohon kelapa milik mereka tanpa ijin orang tuanya atau sedang memetik buah kelapa milik tetangga kebun dan langsung memohon ampun dari Tuhan. Banyak hal yang saya pikirkan saat itu tetapi saya tetap terpesona karena anak ini berani mengatakan yang sebenarnya yaitu memohon ampun sebagai orang berdosa.

Pengalaman akan Allah selalu ditandai dengan kemampuan kita untuk memohon ampun hari demi hari akan perbuatan-perbuatan salah di hadiratNya. Untuk itu setiap pribadi perlu mengenal dirinya. Dia perlu menyelidiki bathinnya untuk mengetahui kelemahan dan dosa dan juga kelebihan yang dimilikinya sebagai anugerah dari Tuhan. Kalau memiliki kelemahan dan dosa maka perlu terbuka kepada Tuhan dengan datang ke hadiratNya dan memohon ampun. Nabi Daniel dalam nubuatnya menyatakan kerendahan hati dan memohon belas kasih Tuhan atas dosa dan salah yang sudah diperbuat. Dia percaya bahwa hanya pada Tuhan ada belas kasih dan pengampunan yang berlimpah. Manusia boleh memberontak dan tidak mau mendengarNya tetapi Dia tetap mengampuni dan berbelas kasih.

Pengalaman dikasihi dan diampuni oleh Tuhan hendaknya dilakukan juga terhadap sesama manusia. Yesus dalam Injil hari ini meminta kita untuk bermurah hati, tidak menghakimi dan tidak menghukum. Kita bermurah hati karena Bapa di surga juga murah hati. Kalau kita menghakimi atau menghukum maka hal yang sama juga akan kembali kepada kita untuk dialami secara pribadi. Maka yang hendak dimiliki oleh setiap pribadi justru kemampuannya untuk mengampuni dan melakukan perbuatan kasih.

Kemurahan hati (bhs Yunani: oiktirmon) merupkan sifat hakiki dari Bapa Surgawi. Yesus berkata: “Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati” (Luk 6:36). Penginjil Matius mengungkapnya dengan cara lain. Yesus berkata, “Hendaklah kalian sempurna sebagaimana Bapamu di Surga sempurna adanya” (Mat 5:48). Penginjil Lukas menekankan bahwa kesempurnaan Allah terletak pada kemurahan hatiNya. Bagi orang-orang Israel Yahve adalah dives misericordia atau Allah itu penuh dengan belas kasih dan besar setiaNya.

Masa prapaskah menjadi retret agung bagi kita untuk menghayati dengan saksama kemurahan hati Bapa surgawi. Menghayati kemurahan hati Bapa berarti membiasakan diri untuk memohon ampun dari Tuhan atas dosa dan salah yang sudah kita perbuat dan membiasakan diri untuk mengampuni orang yang bersalah kepada kita. Bagaimana kita memohon ampun dari Tuhan kalau kita sendiri tidak mau membagi pengampunan Tuhan dalam diri kita kepada sesama yang bersalah kepada kita? Orang yang rendah hati dapat memohon ampun dan mengampuni. Mampukah kita mengampuni?

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply