Hari Minggu Biasa XIV
Yeh 2:2-5
Mzm 123:1-2a.2bcd.3-4
2Kor 12:7-10
Mrk 6:1-6
Yesus merasa heran atas ketidakpercayaan mereka
Pada suatu kesempatan saya mengunjungi seorang Pastor yang sedang dirawat di sebuah Rumah Sakit. Kami berdoa bersama, saya memberi minyak suci dan mendengar pengakuan dosanya. Setelah semuanya selesai kami sharing pengalaman berpastoral di daerah terpencil dan di Jakarta. Tentang berpastoral di Jakarta, Ia berkata, “Romo, di Parokiku banyak kelompok kategorial. Kelihatan semuanya hidup dan membuat warna yang indah bagi paroki kami. Hanya satu kekurangan yang saya dan para pastor rekan rasakan yakni kelompok-kelompok ini kalau mengadakan kegiatan rohani seperti misa, adorasi dan ziara rohani selalu mendatangkan para pastor dari luar paroki. Bahkan pada suatu saat mereka mendapat pastor yang sudah diblack list oleh kongregasinya. Padahal saya sendiri sebagai pastor kepala juga sering di minta di mana-mana untuk melayani. Mereka selalu beralasan, ganti suara karena kita sudah terbiasa dengan suara para romo kita di Paroki.” Saya juga mengatakan kepadanya bahwa sepertinya di setiap paroki ada kemiripan. Jadi ada saja trend untuk mendatangkan pastor-pastor lain meskipun kadang mengecewakan juga karena tidak sesuai dengan selera kebanyakan di antara mereka.
Ya, itulah sebuah pengalaman bagaimana para romo di paroki saling curhat. Pengalaman para romo ini kiranya tidak jauh berbeda dengan pengalaman Yesus. Dalam bacaan Injil pada hari ini, Penginjil Markus mengisahkan bahwa Yesus kembali ke kampung halamanNya yaitu di Nazareth. Setelah berbulan-bulan berkeliling untuk menghadirkan Kerajaan Allah lewat Sabda dan karyaNya, Ia mau menyempatkan diri ke kampung halamanNya. Mungkin Yesus kangen dan hendak bertemu ibu dan saudara-saudaraNya juga. Pada hari Sabat Yesus tampil dan mengajar di dalam rumah ibadat. Banyak orang takjub kepadaNya karena Ia mengajar dengan wibawa ilahi. Dia mengajar seolah-olah seperti seorang nabi besar. Di antara mereka bahkan bertanya-tanya tentang kemampuan ilahi Yesus yang luar biasa ini. Ia hanya seorang tukang kayu, ibunya Maria juga orang biasa-biasa dan semua saudara-saudarinya juga dikenal. Mengapa Dia tampil beda? Mereka kecewa dan menolak Dia. Tentu saja pengalaman Yesus ini sangat manusiawi. Pengenalan orang-orang Nazareth saat itu hanya Yesus pada level manusia yakni: profesinya sebagai tukang kayu, keluarganya juga dikenal di kalangan umum masyarakat Nazareth. Lagi pula Nazareth adalah tempat yang kecil dan sempit areanya.
Mengetahui ketidakpercayaan mereka ini maka Yesus merasa heran. Ia berkata, “Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya”. Nah, kembali ke cara memandang kepada Yesus. Orang-orang kampung Nazareth memang hanya mengenal Yesus pada level manusiawi. Mereka belum menerima Roh Kudus sehingga belum mengerti dengan baik siapakah Yesus itu. Namun demikian Yesus juga sempat membuat beberapa tanda heran misalnya menyembuhkan beberapa orang sakit di Nazareth. Artinya Yesus memang kecewa tetapi Dia juga tetap memiliki rasa belaskasih terhadap orang-orang di kampung halamanNya. Yesus tetap mau bertahan untuk mewartakan Kerajaan Allah karena itulah kehendak Bapa di Surga.
Pengalaman Yesus ini sebenarnya dialami juga oleh para nabi di dalam Kitab Perjanjian lama. Yehezkiel dalam bacaan pertama mengisahkan panggilan kenabiannya. Tuhan berbicara kepada Yehezkiel, “Hai anak manusia, Aku mengutus engkau kepada orang Israel, kepada bangsa yang memberontak melawan Aku. Mereka mendurhaka, keras kepala dan tegar hati. Karena itu Aku mengutus engkau supaya mereka merasa bahwa ada seorang nabi ditengah-tengah mereka.” Seorang nabi adalah utusan Tuhan yang akan berbicara atas nama Tuhan sendiri. Terkadang para nabi ditolak bahkan dibunuh karena pewartaan mereka dinilai sangat tajam oleh manusia. Namun para nabi menunjukkan kehebatan denga tetap berani untuk mewartakan atas nama Tuhan. Semakin mereka berani berbicara, sabda Tuhan akan memiliki daya ilahi untuk mengubah kehidupan manusia. Umat yang mendengar nubuat Yehezkiel di daerah Babilonia akhirnya menyadari sapaan dan kasuh Allah juga. Maka apa yang dialami Yesus dalam dunia Perjanjian Baru sebetulnya menggenapi pengalaman para nabi dalam dunia Perjanjian Lama.
Pengalaman Yesus dan Yehezkiel membantu kita untuk belajar bertumbuh sebagai orang beriman. Paulus dalam bacaan kedua berkata, “Aku lebih bermegah atas kelemahanku, agar kuasa Kristus turun menaungi aku”. Dengan demikian Paulus membangun di dalam dirinya kebajikan kerendahan hati dan ia menyadari bahwa “Jika aku lemah, maka aku kuat” karena Kristus yang menguatkannya. Paulus mengalami banyak kesulitan tetapi ia tabah, kuat dan taat pada kehendak Allah.
Sabda Tuhan pada hari ini menunjukkan hal-hal yang konkret dalam hidup kita. Banyak kali kita juga mengalami penolakan tertentu dari orang-orang dekat (keluarga, mitra kerja, sesama umat). Mereka yang mengenal kita dengan baik kadang-kadang meragukan kemampuan kita dalam tugas-tugas tertentu. Belajar dari Yesus dan Yehezkiel, mari kita kuat dan bertahan untuk terus menerus bertumbuh dalam kasih dan pelayanan. Marilah kita juga meniru teladan Paulus yang rendah hati dalam melayani Tuhan. Ia merasa dikuatkan karena Kristus hidup di dalam dia.
Doa: Tuhan jadikanlah kami pelayan-pelayan kasihMu. Amen
PJ-SDB