Hari Rabu, Pekan Biasa XV
Yes 10:5-7.13-16
Mzm 94: 5-6.7-8.9-10.14-15
Mat 11:25-27
Orang bijak dan pandai atau Orang kecil
Pada suatu kesempatan, saya menghadiri sebuah upacara adat. Hadir dalam acara tersebut beberapa orang yang disapa sebagai pemangku adat. Mereka adalah orang-orang kampung yang rata-rata pendidikan akademisnya hanya SD bahkan tidak tamat SD. Mereka menerjemahkan bahasa atau pantun tertentu tentang adat perkawinan. Bapak dari anak perempuan yang menikah adalah seorang dosen. Ketika ditanya apakah dia juga mengerti bahasa adat, dia menjawab: “Tuhan itu adil. Dia memberikan kepintaran kepada orang tertentu dan kebijaksanaan kepada orang yang lain. Jadi Tuhan memberi kepada mereka kebijaksanaan untuk mengerti bahasa adat, kepintaran kepada saya untuk memahami hal-hal lain.”
Saya merenungkan pengalaman ini dengan penuh syukur kepada Tuhan karena Ia memberikan anugerah-anugerah istimewa kepada setiap pribadi. Tuhan Yesus mengucap syukur kepada Bapa di Surga karena segala sesuatu dinyatakan bukan kepada orang bijak dan pandai melainkan kepada orang-orang kecil. Yesus berkat, “Aku bersyukur kepadaMu, Bapa Tuhan langit dan bumi karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak da pandai tetap Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa itulah yang berkenan kepadaMu”. Ini juga yang dikehendaki oleh Yesus. Yesus mengatakan syukurNya ini karena pengalamanNya sendiri. Ia meskipun Allah, rela menjadi manusia, merendahkan diri bahkan wafat di kayu salib untuk keselamatan kita. Dia adalah pelayan sejati yang datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani. Dia adalah seorang gembala yang baik.
Semua ungkapan ini menambah wawasan kita untuk mengerti cara Tuhan menyapa orang kecil melalui Yesus. Di samping itu pengalaman manusiawi juga menunjukkan betapa banyak orang merasa bijak dan pandai dengan mudah melupakan Tuhan. Mereka bahkan terang-terangan mengatakan bahwa Allah mereka adalah sains. Itulah berhala modern kaum bijak dan pandai. Sementara orang kecil, para pendosa atau kaum anawim selalu mengandalkan Tuhan. Yesus berkata, “Terlepas dari Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh 15:5).
Kita tentu bertanya, apakah hanya kepada orang kecil Tuhan berkenan? Bagaimana dengan mereka yang lain, yang mengklaim dirinya orang bijak dan pandai? Sebagaimana dikatakan di atas, selalu ada kecenderungan manusiawi yang mengandalkan kepandaian dan kebijaksanaannya. Mereka selalu berpikir dapat mengatasi seluruh hidupnya dengan dirinya sendiri.Orang-orang kecil adalah orang yang miskin, kaum pendosa, penjahat, yang selalu menjadi kaum pinggiran. Mereka-mereka ini akan berharap kepada Tuhan. Nah, tentu tidak semua orang pandai dan bijak mengandalkan dirinya. Kata-kata Yesus ini hanya merupakan peringatan bagi kesombongan manusiawi kita.
Yesaya dalam bacaan pertama menggambarkan kecaman Allah atas kesombongan orang-orang Asyur: “Celakalah Asyur, yang menjadi cambuk murkaKu!” Tuhan menggunakan Asyur untuk menghancurkan Israel yang berdosa melawan Tuhan (murtad). Akibatnya mereka akan dihancurkan, mereka akan diinjak seperti lumpur di jalan. Namun demikian, akan tiba saatnya Tuhan juga menghancurkan Asyur dan memberi kehidupan baru kepada sisa-sisa Israel. Itulah cara Tuhan menyadarkan manusia: menegur dengan keras karena perbuatan dosa dan memberi hidup dan harapan baru kepada mereka.
Yesus juga merupakan tanda kehadiran Bapa surgawi. Dia adalah utusan Bapa untuk menyelamatkan manusia. Itu sebabnya Ia mengatakan bahwa semua sudah diserahkan Bapa kepadaNya. Artinya kita sudah diserahkan oleh Bapa kepada Yesus dan kita milikNya. Hanya Bapa yang mengenal Yesus sang Putera dan semua orang yang berkenan di hadirat Yesus. Ini suatu kebanggaan bagi kita sebagai orang yang dibaptis karena kita adalah milik Yesus. Apakah kita menyadarinya di dalam hidup kita?
Sabda Tuhan menyadarkan kita untuk rendah hati di hadapan Tuhan. Tuhan yang melebihi segala-galanya bukan diri kita. Kerendahan hati adalah sebuah kebajikan. Humiltas dalam bahasa Latin, atau kita kenal humus merupakan zat yang tidak kelihatan tetapi dapat menyuburkan tanaman. Demikian kerendahan hati itu kebajikan yang tidak kelihatan tetapi memberi kekuatan dan kehidupan kepada sesama yang lain. Maka mari kita mengandalkan Tuhan dan membuang kesombongan pribadi.
Doa: Tuhan Yesus, jadikanlah hati kami seperti hatiMu.
PJSDB