Hari Minggu Biasa XVII/B
2Raj 4:42-44
Mzm 145:10-11.15-16.17-18
Ef 4:1-6
Yoh 6:1-15
Bertumbuh sebagai pribadi yang ekaristis!
Pada hari Minggu Biasa XVI/B yang barusan kita lewati, Tuhan Yesus bertindak sebagai gembala yang baik. Ia tergerak hati oleh belas kasih karena melihat banyak orang yang datang kepadaNya seperti domba tanpa gembala. Penginjil Markus bersaksi bahwa Yesus menunjukkan semangat kegembalaanNya dengan mengajar mereka banyak hal. Pada Hari Minggu Biasa XVII/B ini Penginjil Yohanes memberi kesaksian bahwa Yesus menunjukkan kegembalaanNya dengan berekaristi bersama para murid dan banyak orang yang berbondong-bondong mengikutiNya. Para pengikut laksana domba tanpa gembala ini diberikan makan dan minum sampai mereka kenyang. Yesus tidak hanya memberi Sabda sebagai makanan rohani tetapi roti dan ikan digandakan untuk memuaskan orang yang lapar secara fisik. Tujuan Yesus adalah menciptakan pribadi-pribadi yang ekaristis.
Di kisahkan oleh Yohanes Penginjil bahwa Yesus menyeberang Danau Galilea ke tempat yang baru. Di tempat baru itu orang tetap mencari Dia karena terdorong oleh aneka mukjizat penyembuhan yang dilakukanNya. Melihat banyaknya orang yang mengikutiNya maka Yesus sekali lagi “tergerak hati oleh belaskasih” (Mrk 8:2) untuk mengasihi orang-orang yang datang kepadaNya. Untuk mencobai para muridNya apakah mereka memiliki kemampuan berbagi dengan sesama, maka Ia bertanya kepada Filipus, “Di manakah kita akan membeli roti, supaya mereka dapat makan.” Filipus menjawab, “Roti seharga dua ratus dinar tidak cukup untuk mereka ini sekalipun mendapat sepotong kecil saja.” Andreas memberi informasi kepada Yesus bahwa ada anak kecil yang memiliki lima potong roti dan dua ekor ikan. Yesus mengambil roti dan ikan lalu berekaristi bersama mereka: Ia mengambil roti, mengucap syukur, dan membagikannya kepada semua orang hadir. Mereka makan kenyang, puas dan masih ada sisa 12 bakul penuh. Melihat mukjizat ini, orang mengaggumi Yesus laksana “nabi yang akan datang”. Lihatlah, dengan hanya memiliki lima potong roti dan dua ekor ikan diberikan dengan tulus oleh seorang anak yang murah hati, lalu membiarkan Tuhan Yesus memberkati sehingga memuaskan banyak orang saat itu.
Pengalaman komunitas Yesus ini mirip dengan pengalaman Elisa dalam Kitab kedua Raja-Raja di Bacaan Pertama. Seorang petani dari Baal-Salisa membawa bekal untuk Elisa sang Abdi Allah berupa dua puluh roti gandum dalam satu kantong sebagai persembahan ulu hasil (Im 2:14; Bil 18:13). Elisa sang Abdi Allah itu meminta pelayannya itu untuk memberikan roti-roti bawaannya itu sebagai santapan banyak orang. Tetapi pelayan itu menjawab, “Bagaimana aku dapat menghidangkannya di depan seratus orang?” Elisa memerintahkan, “Berilah orang-orang itu makan”. Tuhan akan menunjukkan bahwa semua orang makan dan kenyang bahkan masih ada sisa. Persembahan pelayan sang Abdi Allah ini layak di hadirat Tuhan. Hanya dua puluh roti gandum diserahkan kepada Tuhan dan membiarkan Tuhan berkarya, menggandakannya sehingga dapat memuaskan banyak orang. Bagi Allah tidak ada yang mustahil!
Kedua bacaan ini membantu kita untuk belajar dari Tuhan bagaimana berbagi dengan saudara-saudara kita. Kita berbagi dengan mereka bukan karena kita memiliki banyak barang atau harta. Kita justru diajak Tuhan untuk memberi dari sedikit yang kita miliki untuk memuaskan banyak orang. Perhatikan, dengan hanya sedikit roti dan ikan dapat memuaskan ribuan orang. Ya, asal kita percayakan saja pada Tuhan maka Tuhan akan membuat karya besar di dalam hidup kita. Yesus sendiri memberi Tubuh dan DarahNya sebagai makanan rohani bagi banyak orang yang percaya kepadaNya. Ia membagi diriNya, dipecah-pecah dan dibagi-bagi sehingga memuaskan banyak orang. Satu Tubuh untuk semua orang! Perbuatan besar Yesus ini membuat banyak orang mengaggumiNya sehingga berani mengatakan, “Dia adalah benar-benar nabi yang akan datang ke dunia”. Memang nabi yang melebih segala nabi karena Ia memberikan segala-galanya, total untuk menebus manusia.
Apa yang harus kita lakukan supaya semangat “berbagi” ini bernilai? Paulus dalam Bacaan Kedua memberikan kepada kita anjuran-anjuran istimewa supaya semangat berbagi memiliki makna yang mendalam. Paulus di dalam penjara tetap mendengar bahwa jemaat di Efesus terpecah-pecah, tidak memiliki semangat “berbagi” untuk menjadi saudara. Paulus lalu mengingatkan jemaat di Efesus sebagai orang-orang yang terpanggil untuk mengayati panggilan mereka.
Bagaimana menghayati panggilan dengan baik sebagai saudara? Paulus menasihati mereka supaya hidup dalam semangat rendah hati, lemah lembut dan sabar, mampu mengasihi, dan saling membantu. Nilai-nilai ini masih kurang dihayati jemaat di Efesus maka Paulus meminta mereka untuk menumbuhkannya kembali. Di samping itu Paulus juga mengatakan kepada mereka untuk memelihara kesatuan Roh dalam ikatan damai sejahtera: satu tubuh, satu Roh, satu pengharapan, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa. Setiap pribadi yang berani berbagi akan sungguh-sungguh menjadi saudara dan bersatu dengan Tuhan dan sesama.
Sabda Tuhan hari ini mendorong kita untuk bertumbuh sebagai pribadi-pribadi yang ekaristis. Pribadi yang ekaristis adalah mereka yang berani memberi dari sedikit yang dia miliki untuk memuaskan banyak orang. Pribadi yang ekaristis adalah pribadi yang terus menerus menyadari panggilannya untuk membagi dirinya, waktu, bakat dan kemampuannya untuk menjadi saudara. Pribadi yang ekaristis adalah pribadi yang mampu dan terbuka untuk bersatu dengan Tuhan dan sesama. Pribadi yang ekaristis itu rendah hati, lemah lembut, sabar, mampu mengasihi, suka menolong, dan membawa damai. Mari kita bertumbuh menjadi pribadi ekaristis!
Doa: Tuhan, syukur atas Ekaristi yang menghidupkan kami setiap hari. Amen
PJSDB