St. Perawan Maria Berdukacita
Ibr 5:7-9
Mzm 31: 2-6.25-26.20
Yoh 19:25-27
Stabat Mater Dolorosa
Devosi kepada Bunda Maria yang berduka (mater dolorosa) di populerkan oleh para tarekat para Hamba Maria dan para Pasionis. Fokus devosi ini adalah pada derita Bunda Maria sebagaimana dikisahkan di dalam Injil. Paus Pius VII mengingatkan Gereja akan derita yang dialami karena kekerasan Napoleon. Pengalaman Gereja yang menderita mendorong Paus untuk memasukan ke dalam kalender liturgi gereja katolik duka Maria pada tahun 1814. Penginjil Lukas memberi kesaksian bahwa duka Maria ini sudah diingatkan oleh Simeon di dalam Bait Suci (Luk 2:33-35). Penginjil Yohanes Memberi kesaksian bahwa di atas kayu salib Yesus menyerahkan ibuNya yang berada di kaki Salib kepada Yohanes (Yoh 19:25-27).
Dalam perayaan liturgi, Maria Dolorosa atau Maria Berduka lebih dikaitkan dengan derita sang Putera. Puteranya Yesus berkorban dengan memikul Salib dan wafat demi keselamatan manusia. Dalam dunia seni berkembang lukisan-lukisan dan patung-patung Pieta’ sebagai ekspresi kemartiran Bunda Maria yang duduk sambil memangku puteranya Yesus yang sudah tak bernyawa. Itu sebabnya perayaan ini dulu pernah dirayakan pada tanggal 17 Pebruari oleh para Hamba Maria dan tanggal 19 Oktober oleh para Pasionis diubah menjadi 15 September, sehari setelah kita merayakan Pesta Salib Suci.
Kita berada di hadapan figur Bunda Maria sebagai seorang ibu yang hebat. Saya teringat akan sebuah cerita yang menggambarkan bagaimana seorang ibu berjuang untuk menyelamatkan anaknya dari kobaran api. Ada seorang anak yang bertumbuh ceriah di dalam sebuah keluarga. Pada suatu hari anak itu sangat kaget ketika melihat sekujur tubuh ibunya penuh dengan bekas-bekas luka bakar. Dia bertanya kepada ibunya, “Mami selama ini memiliki wajah yang cantik dan baik hati, tetapi hari ini saya begitu kaget melihat badan mami penuh dengan bekas luka.” Maminya tidak dapat menahan tangisnya. Sambil memeluk anaknya yang sedang bertumbuh, ibu itu berkata, “Mami menderita luka bakar karena saat itu harus berjuang untuk menyelamatkanmu di dalam kamar, saat rumah kita terbakar. Saat itu ayahmu tidak ada di rumah dan saya berusaha menyelamatkanmu seorang diri. Rambutku semuanya terbakar termasuk tubuhku, tetapi aku bahagia karena engkau selamat.” Mereka berdua saling berpelukan an menangis.
Ibu selalu memiliki pengorbanan dan derita ekstra bagi anak-anaknya. Hal ini juga di alami Bunda Maria. Di luar kisah deritanya mulai saat menerima kabar sukacita hingga peristiwa Betlehem, kita juga mengetahui nubuat Simeon kepada Bunda Maria di dalam Bait Allah, “Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang”
Nubuat Simeon ini terbukti ketika Maria mengikuti jalan salib Puteranya sampai berada di bawa kaki Salib Puteranya. Maria tentu menangis dan sangat menderita melihat anaknya yang tak bersalah dijadikan bersalah. Dari atas kayu Salib, Yesus melihat ibuNya dan Ia berkata, “Wanita, inilah anakmu!” (Yoh 19:26). Dia juga melihat Murid yang dikasihiNya dan berkata kepadanya, “Inilah ibumu!” (19:27). Sejak saat itu Maria menjadi Bunda bagi umat manusia. Umat manusia pun menghormati Maria sebagai bundanya. Setelah jenasah Yesus diturunkan dari Salib, BundaNya sendiri yang memangkunya. Betapa menderitanya sang Bunda.
Hari ini semua mata kita tertuju pada figur Maria sebagai seorang Ibu yang menderita. Kita selalu menyapa dia dalam doa, “Santa Maria Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan waktu kami mati, amen.” Maria tetap menderita hingga saat ini ketika manusia masih jatuh dalam dosa. Meskipun menderita tetapi ia tetap mendoakan umat manusia. Penderitaan Putera ditemani oleh penderitaan sang Bunda. Nah, banyak ibu di dalam keluarga-keluarga saat ini mengalami duka karena perbuatan anak dan suami. Mereka di sakiti dan dilecehkan. Yah, banyak orang lupa akan kasih dan kebaikan ibunya. Hari ini para ibu diteguhkan dan semua orang boleh membuka mata untuk mengingat kalimat ini: “Surga ada di bawah telapak kaki ibu”. Entah benar atau tidak benar kalimat ini yang penting ibu tetaplah makhluk ciptaan Tuhan yang istimewa. Terima kasih ibu, engkau selalu menderita bagi anak-anakmu.
Doa: Tuhan, terima kasih, Engkau memberikan kami orang tua terutama mama sebagai pribadi yang istimewa. Amen
PJSDB