Hari Selasa, Pekan Biasa XXVIII
Gal 4:31b-5:6
Mzm 119: 41.43-45.47.48
Luk 11: 37-41
Bersih di luar, bersih di dalam!
Seorang pemuda datang berbicara dengan saya. Dia membuat janji-janji setelah mengikuti sebuah retret dan meminta saya untuk membantunya memilih janji yang dapat ia lakukan dalam waktu dekat. Ada satu janjinya berbunyi demikian, “Setelah retret ini saya mau berubah. Saya akan belajar melihat hal-hal terbaik dalam diri sesama dan berusaha melupakan kejelekan dan kejahatan mereka. Selama ini saya hanya melihat cashing sesama dan menilai mereka sesuai seleraku. Saya belum mampu mengasihi dengan segenap hati” Masih ada beberapa janji lainnya tetapi saya mengarahkan dia untuk memilih yang pertama ini dan cukup satu janji supaya bisa lebih konkret dalam menjalankannya. Dia berkomentar, “Romo kelihatan sangat berat”. Saya mengatakan kepadanya, “Anda harus berani mencoba, Tuhan akan membuka jalan bagimu”
Setelah Yesus mengatakan dengan keras “generasi yang jahat” kepada banyak orang karena mereka meminta sebuah tanda, sekarang Yesus langsung berhadapan dengan kaum Farisi,. Salah satu kehebatan Tuhan Yesus adalah, Ia tidak menolak undangan orang untuk makan bersama. Kali ini Ia diundang untuk makan siang di rumah seorang Farisi. Ini adalah kesempatan yang baik bagi orang Farisi untuk mengamati dari dekat perilaku Yesus. Yesus mengetahui hati kaum Farisi yang benar-benar mau menghayati hukum Taurat. Tetapi hal yang lebih penting bagi Yesus adalah Ia datang bukan untuk mencari orang benar melainkan orang berdosa untuk bertobat (Mat 9:13; Mrk 2:17; Luk 5:32). Itu sebabnya Ia tahu pasti ada masalah dengan kaum Farisi, tetapi Ia tetap masuk ke rumah orang Farisi untuk makan. Orang Farisi itu heran karena Yesus tidak mencuci tangan sebelum makan. Tentu hal ini kurang bagus bagi orang Yahudi karena mereka harus membasuh diri sebelum makan.
Sambil memandang orang Farisi yang mengundang Dia untuk makan bersama, Ia berkata, “Hai orang-orang Farisi, kalian membersihkan cawan dan pinggan bagian luar, tetapi bagian dalam dirimu penuh dengan rampasan dan kejahatan. Hai orang-orang bodoh, bukankah yang menjadikan bagian luar, Dialah juga yang menjadikan bagian dalam? Maka berikanlah isinya sebagai sedekah dan semuanya akan bersih bagimu”. Teguran keras Yesus ini tidak hanya bagi kaum Farisi tetapi juga kepada para pemuka agama dan para ahli Taurat. Mereka-mereka ini memiliki kebiasaan melihat kelemahan orang lain dan membenarkan diri sebagai orang yang paling sempurna menghayati Taurat.
Yesus menegur mereka dengan kuasa dan wibawa. Orang-orang Farisi hanya memperhatikan hal-hal yang sifatnya eksternal. Mencuci cawan dan pinggan bagian luar adalah teguran Yesus kepada orang-orang Farisi yang hanya memandang hal-hal lahiriah saja. Mereka boleh menegur dan mengajar orang lain tetapi di dalam hati mereka terdapat timbunan kotoran berupa dosa dan salah. Hati mereka justru penuh dengan rampasan, dan kejahatan. Jadi Yesus justru melihat pada orang Farisi yang tidak memiliki sinkronisasi antara perkataan dan hidup mereka yang nyata. Tidak ada faedah membersihkan cawan bagian luar kalau di dalam cawan itu sendiri kotor! Tidak ada faedah melihat hal lahiriah padahal di dalam hati penuh dengan dosa.
Yesus dengan pertanyaan retoris “Bukankah yang menjadikan bagian luar, Dialah juga yang menjadikan bagian dalam?” mau mengatakan bahwa religiositas yang benar nampak dengan jelas dalam jati diri setiap orang. Sikap bathin yang mambantu untuk bertumbuh dalam kasih dan damai jauh lebih berharga daripada hal-hal lahiriah belaka. Cinta kasih kepada sesama manusia harus mencakup totalitas hidupnya bukan hanya hal eksternal saja. Orang-orang Farisi lebih suka melihat cashing atau label luarnya dan lupa bahwa jati diri manusia itu jauh lebih bernilai.
Untuk menjadi sempurna di hadirat Tuhan, orang tidak perlu banyak berbicara tentang cinta kasih tetapi melakukan perbuatan cinta kasih. Yesus berkata, “Berikanlah isinya sebagai sedekah dan semuanya akan menjadi bersih bagimu”. Perhatian kepada kaum papa dan miskin, saling berbagi adalah hal yang luhur dan patut dilakukan di dalam hidup.
Banyak kali kita berlaku seperti orang-orang Farisi yang suka melihat kelemahan sesama, memperhatikan cashing orang lain dan langsung mengadilinya. Hal terpenting yang dituntut dari kita adalah kemurnian hati. Yesus berkata, “Berbahagialah orang yang murni hatinya karena mereka akan melihat Allah” (Mat 5:8). Ia juga mengajak kita semua, “Hendaklah kalian sempurna sama seperti Bapamu di Surga sempurna adanya.” (Mat 5:48).
Kebiasaan terlalu memperhatikan aspek legalitas dalam kehidupan beriman dapat menghalangi setiap pribadi untuk hidup berdampingan dan juga dalam berelasi dengan Tuhan sendiri. Paulus dengan tegas mengingatkan jemaat di Galatia untuk tidak hanya melihat hal-hal lahiriah seperti jemaat yang tidak bersunat dan yang bersunat. Bagi Paulus, Kristus telah memerdekakan jemaat melalui pembaptisan. Maka sebagai orang merdeka sunat itu tidak berarti sama sekali. Hal yang paling berarti adalah iman yang bekerja melalui cinta kasih.
Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk bertumbuh dalam cinta kasih. Cinta kasih kepada Tuhan dan sesama. Setiap orang yang telah dikuduskan dalam pembaptisan terpanggil untuk memperhatikan sesama terutama yang miskin. Mereka adalah pilihan yang tepat untuk melayani mereka. Demikian juga orang-orang yang tidak sejalan dengan kita (sunat atau tidak bersunat), mereka tetaplah saudara yang dilayani dalam kasih. Tanda bahwa orang itu beriman kepada Kristus adalah kemampuannya untuk mengasihi. Kita terpanggil untuk bersih di luar dan bersih di dalam!
Doa: Tuhan, jadikanlah kami menjadi tanda dan pembawa kasih kepada sesama. Amen
PJSDB