Hari Senin, Pekan Biasa XXXI
Flp 2:1-4
Mzm 131:1.2.3
Luk 14:12-14
Jadilah Sehati dan Sepikir!
Ada seorang anak menceritakan pengalaman menakjubkan, sebuah pengalaman tentang kasih seorang ayah yang luar biasa. Pada tahun 1989 terjadi gempa yang dashyat di Armenia. Dalam waktu empat menit 30.000 jiwa melayang akibat gempa bumi itu. Mungkin kisah ini membuat kita teringat pada peristiwa Tsunami di Aceh dan di Jepang beberapa tahun terakhir ini. Tentu sangat menakutkan! Nah, beberapa saat setelah goncangan gempa mematikan itu, seorang ayah berlari ke arah sebuah SD untuk menyelamatkan puteranya. Dari jauh, ia sudah tidak melihat bangunan SD karena bangunan itu sudah rata dengan tanah. Sambil menatap puing-puing sekolah itu ia mengingat kembali janji setianya kepada anaknya: “Anakku, apa pun yang terjadi, ayah akan selalu ada untukmu!” Mengenang kembali janjinya ini, ia memiliki kekuatan baru untuk beraksi.
Ia mulai mendekati ruangan kelas anaknya dan menyingkirkan puing-puing yang berserakan. Orang mengatakan kepadanya, semua sudah berakhir, serahkan saja pada Tuhan. Polisi pun mengatakan kepadanya supaya jangan membuang-buang waktunya. Namun demikian sang ayah itu tetap pada pendiriannya. Setelah 10, 20 dan akhirnya 40 jam, ia berhasil mengguling sebuah batu besar dan mendengar suara anaknya dari balik batu besar itu. Ia memanggil nama anaknya, “Josef! Josef! Josef!” Ia mendengar suara dari dalam, “Ayah aku masih hidup. Aku tidak takut karena aku ingat janji ayah setiap hari bahwa ayah akan selalu ada untukku. Aku juga mengingatkan teman-teman supaya mereka tidak usah takut karena ayah masih hidup dan akan menolong saya dan mereka”. Sang ayah semakin semangat meskipun sudah lelah karena bekerja 40 jam. Ia berbisik sambil bekerja, “Anakku, aku selalu ada untukmu” dan ia berhasil menyelamatkan anak-anak dari puing-puing reruntuhan sekolah.
Ini sebuah kisah yang dapat membuka pikiran kita untuk memahami pengajaran Paulus kepada jemaat di Filipi dalam bacaan pertama. Ia menulis, “Saudara-saudara dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasih”. Paulus sedang mengingatkan jemaat di Filippi untuk memfokuskan perhatian mereka pada figur Kristus yang diwartakannya. Di dalam Kristus segalanya digenapi dan juga merupakan sukacita tersendiri baginya sebagai pewarta. Mengapa Kristus menjadi pusat segalanya? Satu jawaban yang pasti, Kristus adalah satu-satunya penyelamat kita.
Harapan Paulus karena sukacitanya sempurna kepada jemaat Filipi adalah: “Hendaklah kalian sehati dan sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa dan satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau pujian sia-sia”. Hal terbaik yang seharusnya dilakukan adalah memiliki kebajikan kerendahan hati dan memprioritaskan orang lain dari pada diri sendiri.
Sebuah komunitas Gereja yang ideal ditandai dengan kekhasan tertentu seperti ini: Jemaat merasa memiliki satu persekutuan. Gereja perdana mengenal semangat cor unum et anima una atau sehati dan sejiwa. Ini menjadi landasan yang kuat bagi mereka untuk saling berbagi. Untuk menjadi saudara sekomunitas, masing-masing mereka harus melupakan dirinya dan memprioritaskan sesama. Mereka juga diharapkan menjauhkan diri sedapat mungkin dari pujian-pujian manusiawi karena yang terpenting adalah kemuliaan nama Tuhan.
Mengapa Paulus kelihatan gelisah dengan jemaat Filipi? Karena Jemaat Filipi sudah mendengar pewartaannya tetapi proses perubahan hidup untuk sepadan dengan Yesus masih sulit. Mereka masih angkuh, punya persaingan yang tidak sehat dan egois. Itu sebabnya seruan Paulus ini juga mau mengingatkan sekaligus menguatkan persekutuan mereka, menjadikan mereka umat yang rukun, sehati dan sesuara. Pengajaran Paulus kiranya sejalan juga dengan pengajaran Yesus dalam Injil. Yesus menegaskan bahwa semangat pemuridan yang baik menjadi nyata dalam pemberian diri tanpa pamrih dan tidak membedakan pribadi-pribadi dalam pelayanan kita.
Sabda Tuhan menerangi langkah kaki kita untuk semakin percaya bahwa Tuhan hadir dalam setiap pengalaman hidup kita. Sama seperti kisah di atas, para murid Kristus harus memiliki pikiran yang sama bahwa setiap pengalaman hidup, berat atau ringan, pengalaman padang gurun yang menakutkan, Tuhan pasti tetap ada. Dia sendiri berjanji bahwa Ia akan menyertai kita sampai akhir zaman (Mat 28:20). Tuhan sungguh menjadi Bapa yang baik yang tidak akan mengingkari janjiNya bagi manusia. Sikap Tuhan menjadi milik kita dan kita hayati dalam kebersamaan dengan sesama kita.
Doa: Tuhan, terima kasih atas penyertaanMu. Amen
PJSDB