Hari Selasa, Pekan XXXII
Tit 2:1-8.11-14
Mzm 37:3-4.18.23.27.29
Luk 17:7-10
Keteladanan itu penting!
Ada seorang ibu muda memerintahkan putrinya untuk mengerjakan pekerjaan rumahnya dengan baik. Ia berusaha duduk dan mendampingi puterinya untuk mengerjakan pekerjaan rumah matematika. Tetapi pada suatu ketika ibu itu mengalami dilema karena anaknya meminta bantuan untuk mendampinginya bersamaan waktu dengan acara kesayangannya OVJ. Barusan beberapa menit duduk di sampingnya, ibu itu mulai menjawab BBM, menghidupkan TV dan menuju saluran OVJ, mulai ketawa sendiri tanpa peduli lagi dengan anaknya. “Ma, soal yang ini gimana?” tanya anak itu. “Sebentar, mami lihat ini dulu ya, nak”. Jawab ibunya. Anaknya tertidur pulas dengan kepala berada di atas buku pekerjaan rumahnya.
Sepasang suami dan isteri sebelumnya sangat akur. Kemana-mana selalu berdua. Tetapi belakangan ini mereka selalu bercekcok. Kadang-kadang suami memarahi isterinya, mengeluarkan kata kasar dan semuanya dibalas juga oleh istrinya. Suami pernah melempar istrinya dengan gelas air minum, dan dibalas dengan cacian yang kasar dari sang istri. Anak-anak yang masih remaja menyaksikan semuanya ini dan merasa heran dengan perubahan perilaku orang tua mereka yang barusan berusia empat puluhan.
Ini dua contoh kehidupan bersama di dalam keluarga setiap hari. Kadang-kadang orang tua memiliki banyak tuntutan supaya anak memiliki prestasi yang baik dengan mengikuti les private di mana-mana, tetapi tidak menunjukkan teladan dan komitmen yang baik. Gadget, saluran TV, arisan, belanja dari pasar tradisional sampai mall dan berjudi lebih kuat dan enak dari pada mendampingi anak. Lebih parah lagi berkelahi di depan anak-anak yang masih dalam taraf pertumbuhan dan membutuhkan figur orang tua yang baik.
Bacaan-bacaan suci pada hari ini mengingatkan kita tentang betapa pentingnya faktor keteladanan dalam pelayanan. Dalam suratnya kepada Titus, Paulus berkata, “Saudaraku terkasih, beritakanlah apa yang sesuai dengan ajaran yang sehat” Sebagai seorang pastor bagi jemaat, Titus diharapkan oleh Paulus untuk menganimasi dan memberikan nasihat keteladanan baik kepada kategori pribadi-pribadi sebagai berikut:
Pertama, bagi para lanjut usia. Mereka hendaknya hidup sederhana, terhormat, bijaksana, sehat dalam iman, kasih dan ketekunan.
Kedua, para wanita tua. Mereka hendaknya hidup sebagai orang beribadah, jangan memfitnah, jangan menjadi hamba anggur, tetapi cakap mengajarkan hal-hal yang baik, dan dengan demikian mendidik wanita-wanita muda mengasihi suami dan anak-anaknya, hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suami, agar sabda Allah jangan dihojat orang.
Ketiga, kaum muda. Mereka hendaknya menguasai diri dalam segala hal dan teladan dalam berbuat baik.
Selanjutnya Paulus menasihati Titus sebagai pewarta Injil bagi jemaat untuk jujur dan sungguh-sungguh dalam pengajarannya, sehat dan tak bercela di dalam pemberitaan sehingga lawan menjadi malu karena tidak ada skandal tertentu yang ia lakukan. Semua nasihat Paulus ini memiliki dasar yang kuat pada Kristus sendiri yang memberi teladan pengurbanan diri dan kekudusanNya. Mengapa harus Tuhan Yesus Kristus? Paulus memberi alasan yang kuat, “Ia telah menyerahkan diriNya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diriNya suatu umat, milikNya sendiri yang rajin berbuat baik”.
Sabda Tuhan mengundang kita untuk bertumbuh dengan Kristus sebagai dasar iman kita. Terlepas dari Tuhan Yesus Kristus, kita tidak dapat berbuat apa-apa (Yoh 15:5). Oleh karena Ia sendiri menjadi dasar iman kita maka kita hendaknya bertumbuh juga dalam semangat pelayanan yang baik. Faktor keteladanan hidup sebagai orang kudus masuk dalam mentalitas kehidupan setiap pribadi baik orang tua maupun anak-anak atau orang muda. Surat Paulus ini sangat pastoral dan patut direnungkan oleh para orang tua dan orang-orang muda untuk hidup layak di hadirat Tuhan. Apakah anda memberi teladan hidup yang baik sebagai orang tua, pendidik dan pelayan public?
Di samping faktor keteladanan, hal kedua yang kiranya patut direnungkan adalah kesetiaan sebagai abdi yang melayani. Yesus dalam Injil mengingatkan kita semua untuk memiliki prinsip hidup ini: “Kami ini hamba-hamba tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan”. (Luk 17:10). Ya, kita harus berusaha menyerupa Kristus, Putera Allah yang rela menjadi hamba untuk mengangkat martabat kita sebagai anak-anak Allah. Jadilah “servus Servorum Dei” (hamba dari segala hamba Tuhan). Apakah anda melayani dengan sungguh-sungguh dan tanpa menuntut balas? Atau dalam pelayananmu justru bertujuan mencari popularitas dan nama baik?
Doa: Tuhan, jadikan kami hari ini pemberi teladan yang baik kepada sesama. Amen
PJSDB