Hari Rabu, Pekan Biasa XXXIII
Why 4:1-11
Mzm 150: 1-6
Luk 19:11-28
Sanctus Dominus Deus Sabaoth!
Seorang ibu menyanyi dengan suara lantang: “Sanctus..sanctus…sanctus Dominus Deus Sabaoth, Pleni sunt caeli et terra gloria tua. Hosana in excelsis. Benedictus qui venit in nomine Domini, Hosana in excelsis”. Mata semua orang tertuju padanya. Dengan wajah kemerah-merahan ia bertanya kepada teman di sampingnya: “Mengapa semua orang memandangku dengan keheran-heranan?” “Kamu hebat, karena baru kali ini kamu menyanyikan lagu Kudus dengan baik, bahkan dalam bahasa Latin” kata temannya. Ibu itu sedang percaya diri karena dia merasa terkesan menyanyikan lagu kudus: “Kudus, kudus, kudus Tuhan Allah segala kuasa, Surga dan bumi penuh kemuliaan. Terpujilah yang datang dalam nama Tuhan. Terpujilah Engkau di Surga”.Banyak kali kita mendoakan atau menyanyikan lagu Kudus ini secara instan karena sudah terbiasa dalam perayaan Ekaristi dan kurang menghayatinya. Hari ini kita justru diingatkan untuk menghayatinya dengan baik.
Yohanes dalam Kitab wahyu hari ini mencoba membantu kita untuk memahami keluhuran dan kesucian Allah. Untuk itu ia menggunakan bahan-bahan dari Kitab Perjanjian Lama bukan sekedar untuk mengingatkan tetapi menghayatinya secara baru dalam Kristus. Itu sebabnya di dalam gereja masa kini, selalu ada nyanyian pujian bagi Allah sang pencipta. Dia adalah pencipta dan Tuhan atas segala sesuatu.
Yohanes mengisahkan penglihatannya: “Sebuah pintu terbuka di Surga, dan suara yang dulu pernah ku dengar berkata kepadaku seperti bunyi sangkakala, katanya, “Naiklah ke mari dan Aku akan menunjukkan kepadamu apa yang harus terjadi sesudah ini.“ (Why 4:1) Yohanes dipenuhi oleh Roh Kudus dan melihat taktha dan orang yang Mahaluhur duduk di atas takhta itu. Segala makhluk memuji dan memuliakan Dia yang ada di atas Takhta: “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah yang mahakuasa yang selalu ada dahulu, kini dan kelak” (Why 4:8; Yes 6:2-3). Para tua-tua yang berjumlah dua puluh empat orang juga berlutut sambil berseru: “Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat, dan kuasa. Sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu. Dan karena kehendakMu, semuanya itu ada dan diciptakan.”(Why 4:11).
Gambaran St. Yohanes ini membantu kita untuk membayangkan situasi di Surga: Di langit ada sebuah takhta. Seorang manusia yang agung duduk di atasnya. Dialah seorang yang tidak kelihatan, yang daripadanya cahaya dan hidup memancar. Dialah Wujud Ilahi yang direnungkan dalam sumbernya, yaitu Bapa. WajahNya memang tidak dapat dilukiskan namun semua unsur alam yang begitu mulia dan berharga dipakai untuk menunjukkan keilahianNya. Ada angin ribut, kekuatan api, kemurnian dan kesegaran air. Para tua-tua berjumlah dua puluh empat orang adalah orang-orang kudus dalam dunia Perjanjian Lama sebagai gambaran orang-orang yang setia (Yes 24:23). Empat makhluk hidup adalah simbol malaikat-malaikat.
Yohanes juga menggunakan simbol-simbol untuk menggambarkan Allah sebagaimana dilakukan oleh Yesaya dan Yehzkiel. Gambaran tentang hewan-hewan: singa, lembu, muka manusia, burung rajawali kemudian dipakai dalam kesenian kristiani untuk melambangkan keempat penulis injil: Matius (muka manusia), Markus (Singa), Lukas (sapi) dan Yohanes (burung rajawali).
Penginjil Lukas mengingatkan kita dalam bacaan Injil hari ini untuk selalu bersiap siaga di hadirat Tuhan, manakala Ia menuntut kita untuk bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang telah diserahkan kepada kita. Setiap orang telah menerima cuma-cuma dari Tuhan berupa waktu bakat dan kemampuan untuk mengembangkan Kerajaan Allah. Maka yang diminta dari Tuhan adalah bagaimana setiap pribadi dituntut untuk mempertanggungjawabkan waktu, bakat dan kemampuannya di hadirat Tuhan. Hal yang paling penting yang dituntut oleh Tuhan bukan soal berapa barang yang kita miliki, tetapi berapa yang sudah laku dan berguna bagi saudara-saudara yang membutuhkan, terutama yang miskin dan papa. Kita punya tugas mengembangkan segala sesuatu untuk kemuliaan Tuhan dan keselamatan jiwa-jiwa.
Sabda Tuhan hari ini memanggil kita kepada kekudusan. Tuhan Allah kita kudus maka kita juga hendaknya mengembangkan waktu, bakat dan kemampuan kita untuk menjadi kudus. Apakah anda berani menjadi kudus? Tidak hanya perlu tetapi harus!
Doa: Tuhan, bantulah kami untuk mengembangkan bakat dan kemampuan kami untuk kemuliaan namaMu. Amen
PJSDB