Hari Jumat Pekan Biasa XXXIII
Why 10:8-11
Mzm 118: 14.24.72.103.111.131
Luk 19:45-48
Ambillah Kitab itu dan Makanlah!
Seorang umat kembali ke rumah dengan wajah yang tidak ceria dari gereja. Ia kesal dengan pastornya yang menggunakan mimbar untuk meluapkan kemarahan dan rasa kesalnya dan lupa bahwa mimbar Sabda adalah tempat untuk mewartakan Sabda Tuhan. Ia berkata, “Seminggu aku bekerja sebagai orang awam dan mengalami banyak suka dan duka. Aku ke Gereja untuk berjumpa dengan Tuhan dan mendengar SabdaNya serta menyantap Tubuh dan Darah dalam Ekaristi. Tetapi begitu tiba di gereja aku merasa tidak nyaman. Petugas tata tertib gereja hanya berdiri dan ngobrol, mereka lupa tugasnya untuk menjemput dan mengantar umat ke tempat duduk yang masih memungkinkan. Romo juga menggunakan kesempatan untuk meluapkan kemarahannya di mimbar Sabda dengan mengecam, penuh dengan anjuran moral bagi para umatnya”.
Seorang Nabi menerima panggilan dari Tuhan untuk menjadi utusan. Dia akan berbicara bukan atas nama dan untuk diriNya sendiri melainkan atas nama Yahwe untuk kebaikan dirinya dan semua orang. Sebagai seorang pilihan Tuhan Allah, ia harus tahan banting, siap menderita untuk Tuhan dan sesama. Nabi bertindak atas nama Allah. Maka Sabda Allah haruslah menjadi milik nabi dan juga hendaknya diterima dan dimiliki oleh setiap orang. Yohanes merasa betapa pentingnya Sabda yaitu pribadi Yesus sendiri bagi manusia. Itu sebabnya ia mau menerima dan menyimpannya di dalam hati.
Yohanes mendengar suara dari langit, “Pergilah, ambillah gulungan Kitab yang terbuka di tangan malaikat yang berdiri di atas laut dan di atas bumi itu”. (Why 10: 8). Yohanes menyadarkan komunitasnya tentang betapa pentingnya membawa Sabda di dalam hidup mereka. “Pergi dan ambillah gulungan Kitab” merupakan sebuah komando penting dan harus ditaati mereka. Setiap orang percaya atau orang yang dibaptis harus selalu bersedia untuk mengikuti kehendak Tuhan: “Pergilah, ambillah”. Selanjutnya Yohanes memberi kesaksian bahwa ia pergi dan mengambil gulungan Kitab. Malaikat berkata, “Ambillah dan makanlah. Kitab itu akan terasa pahit dalam perutmu, tetapi manis seperti madu di mulutmu”. (Why 10:9).
Yohanes pun mengambil dan memakan gulungan Kitab yang disiapkan baginya. Sebenarnya pengalaman Yohanes memakan gulungan Kitab juga pernah dialami oleh Yehezkiel 2: 8-3:4). Rasanya manis dan asam, suaranya lembut tetapi tugasnya berat. Ada rasa manis dan pahit. Rasa manis karena penyertaan Tuhan yang tiada bandingnya. Rasa pahit karena pengalaman penderitaan menjelang hari Tuhan (Zef 1:14). Dengan demikian kita mengerti bahwa sejarah Israel itu penting yang digambarkan dengan tujuh meterai (Why 5:1).
Bacaan dari Kitab Wahyu kepada Yohanes ini membuat kita menyadari bahwa setiap pewarta kabar sukacita, para imam dalam memberi homili harus menyadari bahwa dirinya mewartakan Yesus. Kehendak Allah yang harus diwartakan bukan keyakinan pribadi. Sama seperti Yohanes yang diminta untuk mengunyah gulungan Kitab, demikian pula seorang pewarta sabda atau imam harus mengunyanya terlebih dahulu sebelum mewartakan kepada seluruh umat. Firman Tuhan bisa manis di mulut, pahit di telan.
Tuhan Yesus dalam Injil mengadakan sebuah pembaharuan. Pembaharuan yang berasal dari dalam hatiNya. Hal ini ditunjukkan Yesus ketika mengusir para pedagang asongan di dalam rumah ibadat mereka. Secara lahiriah mereka patut membersihkan tempat itu. Namun sebagai orang percaya kita mengerti bahwa yang dikehendaki Yesus adalah hati kita yang bersih dan hanya tertuju kepadaNya. Di tempat seperti ini orang merasakan kebutuhan rohani yang mendalam. Kita butuh Yesus senantiasa di dalam hidup ini da biarkanlah Ia masuk dan membersihkan diri kita.
Doa: Tuhan, semoga kami menyadari pertobatan yang radikal yang Engkau anugerahkan bagi kita.
PJSDB