St. Thomas Aquino
Hari Senin, Pekan Biasa III
Ibr 9:15.24-28
Mzm 98:1-6
Mrk 3:22-30
Menghujat Roh Kudus, tidak akan mendapat ampun!
St. Thomas Aquino lahir sekitar tahun 1225. Ketika berusia 5 (lima) tahun, ayahnya, seorang bangsawan bernama Lundolph Aquino mempercayakan biarawan-biarawan Benediktin di Monte Casino untuk mendidiknya. Gurunya sangat terkejut dan bangga dengan kemajuan yang dicapai oleh Thomas, karena ia belajar sesuatu hal dengan sangat cepat melampaui murid-murid lainnya, selain itu Thomas pun penuh dengan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Pada usia dimana Thomas harus menentukan jalan hidupnya, ia memutuskan untuk meninggalkan semua miliknya dan bergabung dengan ordo Dominikan, meskipun bertentangan dengan keluarganya. Tahun 1243 pada saat umurnya 17 (tujuh belas) tahun, ia bergabung dengan para biarawan Dominikan di Napoli. Meskipun dirintangi oleh orang tuanya ia tetap pada pendiriannya untuk masuk Ordo Dominikan. Di Koln antara tahun 1248-1252 ia belajar pada St. Albertus Agung dan kemudian mengajar di Paris. Pada tahun 1260, ia dipanggil pulang ke Italia dan menjelang Konsili Lyon kedua ia wafat. Buah karya Tomas tentang Filsafat dan theologi amat mendalam. Ia membuat nyata cita-cita ordonya “Contemplare et contemplata aliis tradere” (mengkontemplasi dan berbagi dengan sesama buah-buah dari kontemplasi). Karya mahabesarnya adalah Summa Theologica. Satu ucapan Thomas yang populer adalah: “Salib memberi contoh setiap keutamaan. Jika kamu mencari contoh kerendahan hati, lihatlah pada salib”.
Perkataan St. Thomas ini kiranya menjembatani permenungan kita hari ini. Bacaan-bacaan Kitab Suci hari ini mengarahkan kita pada pribadi Yesus yang menjadi pemenuhan Perjanjian kasih antara Allah dan manusia. Penulis kepada Umat Ibrani menulis, “Saudara-saudara, Kristus adalah Pengantara dari satu Perjanjian yang baru, supaya mereka yang telah dipanggil dapat menerima bagian kekal yang dijanjikan, sebab Ia telah mati untuk menebus pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan selama perjanjian yang pertama”. Kata Perjanjian memiliki makna ganda yang saling melengkapi. Perjanjian menunjukkan komitmen dari Allah untuk tetap memperhatikan manusia (umat kesayanganNya). Komitmen itu dapat terlaksana kalau ada pengantara antara Allah dan manusia misalnya Musa dalam Perjanjian Lama dan Yesus sendiri dalam Perjanjian Baru. Sebagai tanda dari komitmen Allah bagi manusia adalah “darah” simbol dari kehidupan. Yesus menyempurnakan komitmen Allah ini dengan menumpahkan darahNya sendiri bukan lagi dengan darah hewan kurban. Kita membaca: “Kristus hanya satu kali saja menyatakan diri untuk menghapus dosa lewat kurbanNya. Ia menanggung dosa banyak orang”.
Hal yang kiranya menarik perhatian kita adalah figur Yesus. Ia digambarkan menghapus dosa manusia, mengorbankan diriNya satu kali untuk selama-lamanya. Kematian Yesus adalah tanda komitmen kasih Allah bagi manusia. KematianNya menjadi locus Keselamatan manusia. Apakah pengurbanan Yesus ini disambut baik oleh umat manusia? Ternyata tidak! Penginjil Markus memberi kesaksian bahwa para ahli-ahli Taurat datang dari Yerusalem untuk menjelekkan Yesus. Mereka terang-terangan berkata, “Yesus kerasukan Beelzebul”. Ada yang mengatakan: ”Dengan kuasa Penghulu setan, Ia mengusir setan”. Yesus mengetahui gelagat para ahli Taurat maka Ia berkata, “Bagaimana iblis dapat mengusir iblis? Kalau iblis berontak melawan dirinya, ia terbagi-bagi, ia tidak dapat bertahan malahan sudah tamat riwayatnya.” Bagi Yesus, hal yang sama juga akan terjadi di dalam suatu kerajaan atau rumah tangga. Kalau kerajaan atau rumah tangga terpecah-pecah maka akan hancur.
Anggapan para ahli Taurat dari Yerusalem demikian karena mereka melihat kemampuan Yesus untuk mengusir roh-roh jahat bahkan roh jahat pun mengakui kekudusan dan kuasa Yesus. Ketidakberdayaan roh jahat di hadapan Yesus ini yang membuat para ahli Taurat beranggapan negatif terhadap Yesus. Dengan kedegilan hati para ahli Taurat ini maka Yesus mengatakan bahwa dosa dan hujat melawan anak manusia akan diampuni, namun hujat melawan Roh Kudus tidak akan diampuni selama-lamanya. Dosa melawan Roh Kudus itu dosa yang kekal!
Apa itu dosa menghujat Roh Kudus?
Di dalam Katekismus Gereja Katolik artikel 1864 dikatakan, “Tetapi apabila seorang menghujat Roh Kudus” ia tidak mendapat ampun selama-lamanya, tetapi bersalah karena berbuat dosa kekal (Mrk 3:29). Memang, kerahiman Allah tiada batasnya namun bagi siapa yang dengan sengaja tidak bersedia menerima kerahiman Allah melalui penyesalan ia menolak pengampunan dosa-dosanya dan keselamatan yang ditawarkan oleh Roh Kudus. Ketegaran hati semacam itu dapat menyebabkan sikap yang tidak bersedia bertobat sampai pada saat kematian dan dapat menyebabkan kemusnahan abadi.
Kerasnya hati manusia membuat ia perlahan-lahan namun pasti menjauhkan dirinya dari Allah. Allah adalah kasih dan setiap orang dipanggil kepada persekutuan denganNya. Namun orang yang menutup hatinya hingga saat kematian, relasi bathinnya dengan Tuhan sangat jauh maka ia tidak memperoleh keselamatan. Dosanya setiap hari bertambah banyak maka ia pun semakin jauh dari Tuhan. Dosa melawan Roh Kudus berarti orang itu betul-betul menutup hatinya terhadap finalitasnya yakni bersekutu dengan Allah dalam Roh Kudus. Menolak Roh Kudus berarti menolak kebenaran dan menolak kasih Allah serta pengampunanNya.
Pertanyaan bagi kita adalah: Apakah anda menolak Roh Kudus juga? Selidikilah bathinmu dan katakanlah dengan jujur kepada Tuhan.
Doa: Tuhan, bantulah kami untuk tidak jatuh dalam dosa melawan Engkau. Amen
PJSDB