Hari Jumat, Pekan Biasa III
Ibr 10:32-39
Mzm 37: 3-4.5-6.23-24.39-40
Luk 4:26-34
Bertahanlah dalam derita!
Seorang Bapa datang dan berbicara dengan saya. Sudah lima tahun istrinya meninggal dunia dan kini hanya dia dan seorang anaknya yang cacat (lumpuh). Setiap hari ia bekerja dan malam hari menemani anaknya. Tentu dia mengalami kejenuhan tertentu dengan situasi monoton, dan menderita lahir dan bathin. Banyak kali ia digoda teman-temannya untuk memasukkan anaknya ke panti asuhan dan ia boleh menikah lagi. Tetapi ia selalu mengingat kata-kata istrinya sebelum meninggal: “Kalau nanti saya tidak ada lagi, peliharalah darah daging kita ini meskipun dia orang lumpuh” Kata-kata almarhum isterinya ini selalu ia ingat dan renungkan dan membuat ia juga sadar bahwa anaknya yang lumpuh adalah hadiah istimewa dari Tuhan untuknya.
Setiap orang, secara pribadi memiliki pengalaman yang berbeda-beda. Penderitaan dan kemalangan pasti akan dialami entah itu besar atau kecil. Ada seorang lagi yang spontan mengatakan, “Sebelum dibaptis saya berpikir dengan masuk sebagai jemaat gereja katolik dan saya akan merasa bahagia selamanya ternyata lebih banyak menderitanya. Tetapi lama kelamaan saya menikmati penderitaan sebagai bagian dari hidupku”. Kita tidak dapat membohongi diri kita.
Penulis kepada jemaat Ibrani dalam bacaan pertama mengingatkan kita semua untuk bertahan dalam iman, kalau ternyata ada pengalaman penderitaan. Ia menulis, “Saudara-saudara, ingatlah akan masa lalu. Sesudah kamu menerima terang, kamu banyak menderita karena kamu harus bertahan dalam perjuangan yang berat, baik waktu kamu dijadikan tontonan oleh cercaan dan penderitaan, maupun waktu kamu mengambil penderitaan mereka yang diperlakukan demikian.” Orang menderita bukan karena menderita bagi dirinya sendiri tetapi menderita demi kebahagiaan orang lain. Kita lalu berhadapan dengan definisi salib. Salib bukan hanya sekedar sebuah penderitaan. Salib adalah sebuah keadaan yang saya alami sebagai penderitaan tetapi berguna untuk kebahagiaan, sesama. Saya menderita supaya keluarga saya menjadi dekat dengan Tuhan. Itulah makna salib yang benar.
Mengikuti Tuhan Yesus Kristus berarti masuk dalam sekolah penderitaan. Orang merelakan diri untuk menyerupai Yesus yang menderita supaya manusia mengalami penebusan yang berlimpah. Oleh karena itu diharapkan supaya pengikut Kristus jangan melepas kepercayaan karena upahnya besar. Orang juga diharapkan tekun dalam melakukan kehendak Allah dengan demikian janji Tuhan akan digenapi. Sungguh orang-orang percaya akan memperoleh hidup. Hal terpenting di sini adalah iman, harapan dan kasih harus bertumbuh di dalam diri setiap orang.
Iman, harapan dan kasih di dalam setiap pribadi menjadi sebuah gerakan untuk menghadirkan Kerajaan Allah. Bagaimana memahami Kerajaan Allah? Yesus menjelaskan Kerajaan Allah dalam bentuk perumpamaan-perumpamaan. Hari ini Ia mengatakan bahwa kerajaan Allah itu seumpama orang yang menabur benih di tanah. Orang itu tidak menyadarinya tetapi benih itu tumbuh dan mengikuti proses pertumbuhannya hingga musim panen tiba. Kerajaan Allah itu juga seperti biji sesawi. Biji sesawi memang kecil tetapi akan bertumbuh menjadi lebih besar dari sayuran bahkan burung pun dapat bersarang di atasnya.
Tuhan Yesus mau mengatakan bahwa Kerajaan Allah itu sudah datang dan hadir di tengah umat manusia melalui diriNya sendiri. Tetapi orang-orang kepunyaan tidak mengenalNya. Orang-orang kepunyaanNya lebih suka kegelapan daripada terang. Kita sebagai pengikut Kristus bisa juga mengalami hal yang sama. Dengan sakramen pembaptisan, kita berpikir sudah menjadi orang katolik dan cukup. Ternyata belum cukup. Kita harus bersaksi tentang Yesus yang menghadirkan kerajaan Allah. Yesus yang menderita demi keselamatan umat manusia. Maka sekalipun menderita, kita harus berbahagia karena boleh ikut serta mengalami penderitaan Kristus bagi kebahagiaan sesama. Bertahanlah dalam penderitaanmu!
Doa: Tuhan, bantulah kami untuk berani menerima penderitaan untuk melengkapi penderitaanMu yang masih kurang di dalam GerejaMu. Amen
PJSDB