Hari Senin, Prapaskah IV
Yes 65:17-21
Mzm 30: 2,4,5-6, 11-12a, 13b
Yoh 4:43-54
Yesus Berbelarasa dengan manusia yang menderita!
Kita semua mengenal istilah proposal untuk mencari dana. Biasanya proposal diedarkan dan orang atau lembaga yang tersentuh akan membantu pribadi atau organisasi tertentu yang membutuhkan. Para donatur umumnya tidak mengenal siapa pribadi yang dibantu tetapi bantuannya itu sangat berguna bagi pribadi tersebut. Dalam suatu perjumpaan dengan seorang penderma saya berterima kasih dan mengatakan kepadanya bahwa selama ini ia selalu membantu seminari kami. Ia tidak mengenal semua penghuni seminari, ia selalu menyumbang dan pasti sudah lupa besarnya sumbangan yang telah ia berikan kepada seminari tetapi ia telah memiliki andil yang besar untuk membantu dan mendukung para calon imam dan bruder. Ternyata menolong orang yang tidak kita kenal sungguh mulia. Kita tidak mengenal dan pasti kita juga tidak akan terpengaruh untuk meminta balasannya. Apa yang diberikan tangan kiri tidak diketahui tangan kananmu (Mat 6:3).
Yesus dalam Injil Yohanes diceritakan bahwa Ia meninggalkan Nazareth dan kembali ke Galilea. Ketika berada di Nazareth, Ia sempat masuk ke dalam sinagoga dan mengajar dengan kuasa dan wibawa. Orang mempertanyakan kemampuanNya karena mereka mengetahui orang tua dan pekerjaanNya sebagai tukang kayu. Orang-orang Nazaret itu kecewa dan menolak Dia. Ia berkata, “Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di negerinya sendiri. Situasi ini tentu sangat berbeda dengan Galilea. Ketika Yesus tiba di sana, semua orang menyambutNya. Mengapa? Karena mereka sadar dan melihat segala sesuatu yang dikerjakanNya di Kana karena banyak di antara mereka ikut dan menyaksikan mujizat pertama di Kana.
Penginjil Yohanes mengisahkan Yesus kembali ke Kana yang di Galilea dimana Ia membuat mukjizat pertama yang menyatakan kemuliaanNya. Pada waktu itu di Kapernaun seorang pegawai istana mempunyai seorang anak yang sakit. Ia percaya bahwa Yesus akan melakukan mukjizat dengan menyembuhkan anaknya. Maka terjadilah Yesus menyembuhkan anak itu melalui sabdaNya: “Pergilah, anakmu hidup”. Anak itu hidup dan seluruh keluarga menjadi percaya. Ini adalah mukjizat kedua Yesus, versi Injil Yohanes. Yesus menyembuhkan anak itu dari jauh tanpa Ia sendiri harus hadir dan menyembuhkan. Mukjizat ini boleh dikatakan istimewa karena Yesus tidak menggunakan material apapun. Ia juga berbelarasa dengan penderitaan manusia. Ketika orang tua anak itu meminta Yesus: “Tuhan datanglah sebelum anakku mati” dan Yesus menjawab: “Pergilah anakmu hidup” (Yoh 4:49-50).
Kisah Injil ini membantu kita untuk menyadari bahwa perbuatan kasih dapat kita lakukan dari jauh tanpa perlu mengenal siapakah yang dibantu. Kemurahan hati itu hadir di mana-mana tanpa memandang siapakah dan berapa jaraknya dengan kita. Kemurahan hati itu sebuah kebajikan universal sebagai cerminan kemurahan hati dari Allah sendiri di dalam diri kita. Yesus melakukannya tanpa memandang siapakah pegawai istana itu: apakah dia orang yahudi, atau pengkhianat dalam arti orang Yahudi yang bekerja sebagai pegawai penjajah Romawi atau dia orang Romawi. Asal dia manusia, sangat dikasihi oleh Yesus.
Nabi Yesaya dalam bacaan pertama menyampaikan janji Tuhan kepada kita bahwa Tuhan akan memberi langit dan bumi yang baru. Ia bersabda: “Sebab sesungguhnya, Aku menciptakan langit yang baru dan bumi yang baru, hal-hal yang dahulu tidak akan diingat lagi dan tidak akan timbul lagi di dalam hati.” Cinta kasih Tuhan menjangkau semua orang. Kalau tadi dalam Injil Tuhan melakukan mukjizat kepada pegawai istana , sekarang Yesaya menghadirkan Tuhan yang baik kepada penghuni Yerusalem. Tuhan berjanji supaya untuk membaharui segala sesuatu dan menganugerahkan sukacita kepada Yerusalem. Penderitaan akan dilenyapkan dan yang adalah kegembiraan kekal.
Kita berada di pekan prapaskah IV, pekan sukacita. Mari kita bersuka cita karena Tuhan baik dan amat mencintai kita. Dia peduli dengan sakit penyakit yang dialami manusia dan ia sembuhkan. Ia juga tidak mengingat-ingat kesalahan tetapi mengampuni dengan tulus. Tuhan Allah kita senantiasa lain. Pertanyaan bagi kita adalah apakah kita juga berusaha untuk menyerupai Tuhan yang mengasihi tanpa mengingat-ingat kesalahan kita? Atau kita berhenti pada rasa benci dan dendam kepada pribadi-pribadi tertentu. Mari kita berubah! Mari kita bertobat!
Doa: Tuhan, anugerahilah kami sukacita sebagai anak-anakMu. Amen
PJSDB