Hari Senin, Pekan Suci
Yes 42:1-7
Mzm 27:1.2.3.13-14
Yoh 12:1-11
Terpujilah Kristus Tuhan
Saudari dan saudara yang di kasihi Tuhan. Hari ini kita memulai perayaan Ekaristi di Pekan suci ini dengan sebuah antifon pembukaan yang bagus dan inspiratif: “Ya Tuhan, adililah mereka yang merugikan daku, perangilah mereka yang memerangi aku. Angkatlah senjata dan perisai dan bangkitlah membantu aku, ya Tuhan, sumber selamatku” (Mzm 35:1-2;140:8). Mengapa saya katakan bagus dan inspiratif karena selama hari-hari pekan suci ini kita diajak untuk memandang Yesus, Hamba Yahwe yang menderita.
Nabi Yesaya dalam bacaan pertama membantu kita mengenal figur Hamba Yahwe yang menderita yang nantinya menjadi sempurna dalam diri Yesus.Tuhan berfirman: “Lihat itu hambaKu yang Kupegang, orang pilihanKu yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh RohKu ke atasnya, supaya Ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa.” Pikiran kita langsung terarah pada figur Tuhan Yesus sendiri. Dia pernah mengakui diriNya sebagai Hamba Tuhan (Mat 12:15-21). Ketika dibaptis di Sungai Yordan dan menampakan kemuliaanNya di gunung Tabor, ada suara Bapa Surgawi mengatakan: “Inilah AnakKu yang Kukasihi, kepadaNya Aku berkenan” (Mat 3:17; 17:15; Mrk 1:11; 9:17;Luk 3:22). Yesus juga mengakui bahwa diriNya dipenuhi Roh Kudus (Luk 4:18; 10:21).
Tuhan berfirman: “Hamba itu tidak akan berteriak atau menyaringkan suaranya atau memperdengarkan suaranya di jalan. Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya. Ia sendiri tidak akan menjadi pudar dan tidak akan patah terkulai sampai Ia menegakkan hukum di bumi”. Hamba Tuhan yang digambarkan di sini adalah figur seorang pribadi yang taat dan tangguh. Ia memiliki kemiripan dengan Yesus. Tugas utamanya adalah menegakkan hukum yang tidak lain adalah hukum kasih. Bagi Yesus, hukum adalah pekerjaan Bapa yang harus dilaksanakanNya, dalam hal ini hukum baru yakni hukum kasih. Tuhan sendirilah yang akan mendampingi HambaNya untuk menyelesaikan segala rencanaNya bagi manusia di atas dunia. Dosa-dosa manusia dilepaskan dan diharapkan supaya hidupnya selaras dengan kehendak Tuhan.
Yohanes dalam bacaan Injil mengisahkan keluarga Lazarus dan Yesus. Setelah Yesus membangkitkan Lazarus, Marta dan Maria memohon kepada Yesus untuk mampir di rumah mereka di Betania. Mereka mungkin mau mengucapkan rasa terima kasih atas hidup baru bagi Lazarus. Banyak orang ikut bersyukur karena Lazarus hidup kembali. Tetapi orang-orang Farisi dan para pemimpin Yahudi tetap tidak mau menerima relaitas kebangkitan Lazarus. Mengapa? Karena kredibilitas para pemimpin saat itu menurun. Maka mereka tidak hanya mau membunuh Yesus, tetapi mereka juga mau membunuh Lazarus. Betapa sempitnya pikiran manusia sehingga tidak melihat perbuatan baik Yesus yang membangkitkan Lazarus tetapi membenci Yesus karena egoisme dan kesombongan manusiawi mereka.
Kisah lain yang kiranya menarik perhatian kita dari Injil adalah rasa hormat Maria terhadap Yesus. Ia mengambil setengah kati minyak narwastu murni lalu meminyaki kaki Yesus, mengeringkannya dengan rambutnya. Bau semerbak minyak itu melingkupi seluruh rumah. Yudas Iskariot, tidak melihat sikap Maria sebagai hal yang positif tetapi sebaliknya Ia mengatakan: “Mengapa minyak narwastu itu tidak dijual dengan harga 300 dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin”. Reaksi Yesus terungkap dalam kata-kata ini: “Orang miskin selalu ada padamu, tetapi Aku tidak selalu ada pada kamu”.
Perbuatan yang dilakukan oleh Maria adalah ungkapan kasih kepada Kristus yang tiada batasnya karena Ia telah membangkitkan saudaranya Lazarus. Minyak narwastu murni dengan semerbaknya melambangkan kasih yang sempurna akan Kristus yang nantinya menderita, sengsara, wafat dan bangkit dari alam maut. Maria juga menunjukkan dirinya sebagai murid Kristus yang setia. Ia tidak melakukan perhitungan apa-apa dengan Yesus, tidak melihat berapa harga minyak itu, atau apa kata orang tentang perbuatanya bagi Yesus. Dia hanya mau berfokus pada pelayanan sebagai wujud kasih yang sempurna bagi Yesus. Maria menggunakan lokika hati dalam hal ini kemampuan untuk mengasihi. Sikap Maria berbeda dengan Yudas Iskariot. Mulutnya mengatakan belas kasih kepada orang-orang miskin tetapi dia sendiri adalah pribadi yang tidak jujur. Perkataannya tidak sinkron dengan perbuatannya. Judas menggunakan logika pikirannya sehingga membuat perhitungan tertentu: harganya dan kepada siapa akan disumbangkan meskipun dia juga tidak akan memberikan kepada orang miskin.
Dua tipe manusia ini selalu ada di dalam diri kita. Hari ini kita memilih: apakah mau mencintai Yesus dengan sepenuh hati seperti Maria atau bersikap munafik, seolah-olah mengasihi seperti Yudas Iskariot. Banyak kali kita cenderung menjadi Yudas Iskariot yang berdalil seolah-olah melayani kaum miskin tetapi semua yang kita lakukan hanya demi nama baik, gengsi, pupularitas bahkan mengambilnya menjadi milik pribadi (korupsi). Kita bisa saja membantu sesama tetapi penuh perhitungan. Betapa lemahnya hidup kita di hadirat Tuhan. Mari kita berlaku seperti Maria. Ia memandang Yesus sebagai Tuhan dan memuji Dia dengan ungkapan kasih kepadaNya. Mari kita melayani Tuhan tanpa perlu membuat perhitungan apa-apa.
Doa: Tuhan, terpujilah namaMu, kini dan selamanya. Amen
PJSDB