Hari Minggu Paskah VII/C
Kis 7: 55-60
Mzm 97: 1.2b.6.7c.9
Why 22: 12-14.16-17.20
Yoh 17:20-26
merasakan rencana Tuhan untuk mempersatukan setiap pribadi. Saya menjadi akrab dengan kalimat “Ut omnes unum sint” ketika masih melayani di keuskupan Weetebula. Bapa Uskup Mgr. Kherubim Parera, SVD memilih semboyannya “Ut omne unum sint” atau “Supaya mereka sempurna menjadi satu”. Semboyan ini memang menarik perhatian karena Pulau Sumba kaya dengan budaya dan bahasa dan di dominasi oleh para pengikuti Kristus yakni Kristen Protestan (GKS) dan katolik. Pekerjaan Bapa uskup Kherubim selama 24 tahun sebagai Uskup di tanah Marapu adalah mengatakan dengan tegas kepada penghuninya bahwa Tuhan mengasihi dan menyatukan setiap pribadi sebagai saudara. Ia memajukan gerakan ekumene, dialog persaudaraan dengan para pemimpin GKS.Sebelum pindah ke Maumere Flores sebagai Uskup, banyak orang merasa kehilangan figur gembala yang dimana-mana selalu menekankan “Ut omnes unum sint”. Beato Yohanes Paulus II juga pernah menulis sebuah ensiklik dengan judul yang sama pada tanggal 25 Mei 1995. Setiap tahun ada juga kesempatan untuk berdoa bagi persekutuan umat kristiani (18-25 Januari).
para muridNya, bagi GerejaNya masa kini. Ia tahu bahwa Gereja memang akan berkembang karena Ia juga selalu menyertaiNya hingga akhir zaman tetapi umatNya adalah manusia-manusia lemah dan rapuh. Oleh karena itu Ia mendoakannya. Inilah doaNya: “Bapa yang kudus, bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi untuk semua orang yang percaya kepadaKu oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu sama seperti Engkau ya Bapa ada di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau agar mereka juga ada di dalam kita supaya dunia percaya bahwa Engkaulah yang mengutus Aku”
dan Bapa di Surga. Ia juga mendoakan semua orang yang mendengar pewartaan para murid dan percaya kepadaNya, supaya mereka juga bersatu denganNya. Luar biasa Tuhan kita. Ia mendoakan kita supaya bersatu denganNya sebelum kita di lahirkan. Maka boleh dikatakan bahwa sebelum dunia dijadikan Tuhan sudah punya rencana luhur bagi kita untuk menjadikan kita kudus dan tak bercela di hadiratNya (Ef 1:4). Satu hal yang dikehendaki Tuhan adalah percaya kepadaNya dan dengan demikian kita juga bersatu denganNya. Bersatu bagi Yesus bukan hanya sekedar berdekatan satu sama lain tetapi Ia ada di dalam, betul-betul melebur menjadi satu sehingga di dalam hidup ini hanya ada Tuhan yang ada di dalam hidup kita. Persekutuan Tritunggal Mahakudus hendaknya menjadi persekutuan pribadi-pribadi yang percaya kepadaNya karena merasa bahwa Tuhan Allah Tritunggal ada di dalam diri mereka. Persekutuan itu di bangun di atas dasar kasih kepada Tuhan dan kasih kepada sesama.
kepada Yesus dan mengikuti jejakNya hingga wafat sebagai martir. Kemartiran Stefanus menujunkkan persekutuanNya dengan Tuhan. Di saat yang sulit Stefanus melihat kemuliaan Tuhan Allah dan Yesus san Putra berdiri di sebelah kananNya. Penglihatan Stefanus menunjukkan persekutuan yang mendalam antara Yesus dan Allah Bapa dan bahwa segala kuasa diberikan Allah Bapa kepada Yesus PutraNya yang berdiri di sebelah kananNya. Stefanus menunjukkan kemartirannya dengan menyerahkan rohnya kepada Allah sebagai wujud persekutuannya dengan Allah dan mengampuni para algojonya. Cinta kasih itu sifatnya mengampuni, bahkan musuh sekali pun!
Pertama dan Yang Akhir” Dalam Credo, kita juga menunjukkan harapan bahwa Yesus akan datang untuk mengadili orang yang hidup dan mati. Yesus selalu dinantikan dengan penuh kerinduan. Sejak zaman dahulu selalu ada doa-doa singkat penuh makna: “Datanglah, Tuhan Yesus! Maranatha!
besar kepada Tuhan. Kita merindukan Roh KudusNya untuk mempersatukan diri kita denganNya. Kita merindukan Roh KudusNya untuk membuat kita berani bersaksi melalui perbuatan-perbuatan kasih dan menunjukkan bahwa Allah adalah kasih. Mari pada hari ini kita mewujudkan kasih dan biarlah setiap pribadi yang berbeda sekalipun menjadi satu sesuai dengan doa Yesus: “Ut omnes unum sint”.