Hari Jumat, Paskah VII
Ketika mempersiapkan pernikahan sepasang suami istri, saya ditanya apakah ketika mengucapkan janji nikah harus dengan suara lantang. Mengapa janji itu tidak di lakukan dengan sebuah bisikan yang rasanya lebih mesra. Saya mengatakan bahwa janji pernikahan itu memang harus diucapkan dengan suara lantang karena peristiwa iman ini disaksikan oleh semua umat yang hadir dan mewakili Gereja. Janji perkawinan merupakan ikrar publik. Hal yang sama juga dilakukan oleh para imam, biarawan dan biarawati. Nasihat-nasihat Injili yakni ketaatan, kemiskinan dan kemurnian diikrarkan secara publik atau di depan umum. Semua orang menjadi saksi dan ikut mendoakan kesetiaan panggilan baik sebagai suami, istri maupun biarawan dan biarawati. Pada dasarnya janji perkawinan atau kaul-kaul kebiaraan mau mengatakan bahwa orang terpanggil itu akan mengasihi Yesus lebih dari yang lain.
Dalam perkawinan katolik. Para pasutri mengikrarkan sumpah setia perkawinan mereka untuk setia dalam untung dan malang, di waktu sehat dan sakit dan untuk saling mengasihi hingga maut memisahkan setiap pribadi di antara mereka. Para biarawan dan biarawati juga mengikrarkan kaul di depan umum untuk mengikuti Yesus dari dekat dengan hidup dalam ketaatan, kemiskinan dan kemurnian. Bentuk-bentuk hidup yang berbeda tetapi merupakan panggilan dari Tuhan yang mengarah kepada kekudusan.
Dialog pertama: Di hadapan keenam murid yang lain, Yesus bertanya kepada Petrus: “Simon, Anak Yohanes, Apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?” Petrus menjawab, “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa Aku mengasihi Engkau”. Kata Yesus: “Gembalakanlah domba-dombaKu”. Masih segar dalam ingatan Petrus bahwa Ia pernah berjanji untuk setia kepada Yesus namun janjinya ini diingkarinya ketika harus menyangkal Yesus tiga kali. Sekarang ia ditanya oleh Yesus sendiri apakah ia sungguh-sungguh mengasihiNya lebih dari yang lain. Petrus tanpa banyak refleksi menjawab bahwa Tuhan sendiri sudah tahu bahwa ia memang mengasihiNya. Tuhan memberinya tugas untuk menggembalakan” kambing-kambing yang masih kecil”. Artinya, Petrus bisa sungguh-sungguh mengasihi Yesus lebih dari yang lain kalau ia dapat memperhatikan jemaat yang baru mulai peziarahan imannya bersama Yesus. Tentu saja sebagai gembala ia harus bekerja keras supaya jemaat atau gereja muda ini bisa bertumbuh. Mereka dibawa oleh Yesus untuk bersatu dengan Tuhan dan mengalami rahmatNya.Petrus harus menjadi Yesus yang memperhatikan jemaat terutama yang kecil dan kurang diperhatikan.
Petrus menjawabNya: “Benar Tuhan, Engkau tahu bahwa Aku mengasihi Engkau”. Kata Yesus kepadaNya: “Gembalakanlah domba-dombaKu”. Petrus masih belum sadar juga tentang maksud Yesus. Ia masih berpikir mengasihi dalam arti mengasihi secara manusiawi. Maka ia pun menjawabnya tanpa beban bahwa ia memang mengasihi Yesus. Yesus mengulangi tugas yang harus diemban Petrus untuk menggembalakan domba-dombaNya. Kali ini Yesus tidak mengatakan tentang jemaat yang baru memulai peziarahan iman tetapi mereka yang sudah sedang berziarah dalam iman atau yang sudah percaya kepada Yesus supaya dibimbing menjadi pengikut yang baik. Jemaat ini dibimbing oleh Petrus supaya menyadari bahwa mereka juga sungguh-sungguh dikasihi oleh Tuhan. Mereka mengikuti Tuhan dalam kasih.
Mengapa Petrus merasa sedih? Karena tiga kali Yesus bertanya tentang kemampuan Petrus untuk mengasihi, membuat Petrus teringat pada pengalaman dirinya di mana tiga kali ia menyangkal Yesus. Dengan tiga kali pertanyaan tentang kasih, tiga penyangkalan juga dihapus oleh Tuhan. Petrus mengakui bahwa ia sungguh mengasihi Yesus, meskipun pernah tiga kali menyangkalNya.
Petrus secara manusiawi nyaris lupa akan masa lalunya. Ketika Yesus membawa dia sampai pada kesadaran akan masa lalu, ia pun menyesal, sedih dan siap untuk berubah. Proses perubahan bathin bukan merupakan urusan orang lain. Itu adalah tanggung jawab pribadi dan harus ada komitmen pribadi untuk berubah. Petrus menyesal dan membangun komitmen untuk berubah dan mengikuti Yesus. Paulus dalam bacaan pertama membuat komitmen untuk setia kepada Yesus. Ia dipenjarakan di Kaisarea tetapi tetap berani berkata bahwa Yesus yang ia ikuti sudah wafat tetapi sungguh-sungguh bangkit dari alam maut.



