Hari Kamis, Pekan Biasa VIII
Pada suatu kesempatan saya menyempatkan diri ke Gereja St. Yohanes Bosco Sunter, Jakarta Utara untuk mencari seorang bapa bernama Aldo. Hampir semua orang pasti mengenal beliau karena dia melakukan karya sosial dengan melatih bapa-bapa paroki untuk melayani lewat pijat refleksi. Pa Aldo memiliki kekurangan fisik sebagai tuna netra tetapi menginspirasikan para bapa untuk melayani dengan sungguh. Itu sebabnya setiap hari Minggu mereka memiliki satu ruangan khusus untuk melakukan pelayanan sosial ini. Setiap kali kalau bertemu dengan Pa Aldo, yang nampak dari dia adalah keramahan dan kegembiraan. Saya heran kalau melihat orang yang bukan tuna netra memiliki wajah yang sedih atau tidak ceriah dan tidak mau melayani sesama. Tuhan memang selalu punya rencana yang indah bagi semua anakNya.
Timeus, jadi nyatanya ia tidak punya nama dan menjadi simbol semua orang yang mau memulai perjalanan iman bersama Yesus. Yesus bersama para muridNya melewati kota Yerikho dan ketika hendak meninggalkan kota tertua itu, anak Timeus berprofesi sebagai pengemis yang duduk di pinggir jalan berseru: “Yesus, Putra Daud, kasihanilah aku!” Sapaan ini menarik karena identitas Yesus dinyatakan dengan jelas. Reaksi dari banyak orang yang sudah berjalan bersama Yesus adalah menegur, melarang untuk diam. Tetapi si pengemis buta ini berseru lagi dengan menghilangkan nama Yesus: “Putra Daud, kasihanilah aku”. Seruan ini membuat Yesus tergugah untuk memanggilnya. Reaksi lagi dari orang-orang banyak yang tadi menghalanginya juga berubah: “Tabahkanlah hatimu, berdirilah, Dia memanggil engkau”. Hasilnya adalah, ia segera melepas jubahnya, berdiri, mendekati Yesus.
Kisah ini memang sangat menarik perhatian kita. Figur-figur yang digambarkan di sini adalah: Pertama, orang buta. Tuhan Allah adalah Pribadi yang senantiasa menggerakkan hati kita untuk memohon sesuatu kepadaNya. Orang buta yang dikisahkan di sini cerdas karena ia tahu bahwa kesempatan penebusan yang berlimpah sedang lewat dan dia tidak boleh membiarkannya berlalu begitu saja. Oleh karena itu ia berseru lebih kuat lagi meskipun dihalangi oleh orang-orang yang sudah sedang mengikuti Yesus. Iman dan cintanya kepada Yesus membuat dia berani, apapun halangannya untuk bertemu dengan Yesus. Ia meminta untuk dikasihani, diberi anugerah untuk melihat. Ia bersedia melepaskan pakaian lamanya, berdiri dan mendekati Yesus. Ia menginginkan pakaian baru dalam Kristus.
di sapa untuk kedua kalinya sebagai Mesias maka Ia berhenti. Orang ketika berdoa kepada Tuhan harus berdoa tanpa henti, bukan sekali berdoa langsung malas berdoa. Yesus memanggil si buta, memandangnya, berdialog penuh kasih. Orang buta yang tadinya minder dapat terbuka bahkan disembuhkan. Ia melihat hal terdalam di dalam kehidupan orang buta yakni imannya.
dengan pijat refleksinya. Kita memiliki banyak orang sederhana yang senantiasa memberi inspirasi untuk kehidupan kita. Mari kita mengambil Yesus sebagai inspirator yang melayani tanpa kenal lelah. Banyak orang miskin yang mengulurkan tangan ke arah kita untuk memohon bantuan. Apakah anda punya hati untuk menolong? Mari kita juga mengambil figur orang buta yang berani mencari Tuhan karena imannya. Imannya juga yang menyelamatkannya.
Penulis Kitab Putra Sirakh dalam bacaan pertama melukiskan Allah kita, Allah yang Mahakuasa dan kemuliaanNya memenuhi segala ciptaanNya. Ada semacam pengakuan iman bahwa segala sesuatu yang kelihatan diciptakan melalui Sabda Tuhan. Segala ciptaan dengan sendirinya akan memancarkan keagungan Tuhan yang begitu rapi dan harmonis. Semua ini dipikirkan dan dirancang oleh Tuhan sendiri. Apakah kita pernah menyadari alam semesta kita dirancang begitu teratur? Semuanya ini membuktikan bahwa Tuhan ada karena rencananya yang begitu mulia dan teratur maka muliakanlah Dia.