Hari ini kita mendengar kisah Injil yang sangat menarik perhatian. Yesus diundang oleh seorang Farisi bernama Simon untuk makan di rumahnya. Datangmjuga seorang wanita, tanpa nama, hanya disebut “seorang pendosa terkenal” di kota itu. Ia membawa buli-buli berisi minyak wangi. Apa yang ia lakukan di hadapan Yesus? Ia menangis, membasuh kaki Yesus dengan air matanya, menyekanya dengan rambutnya, mencium kaki Yesus, meminyakinya dengan minyak wangi. Di hadapan Yesus wanita ini merasa diri sebagai orang berdosa dan menyatakan penyesalannya yang mendalam. Ia tidak menutupi dirinya sebagai orang berdosa tetapi jujur dan terbuka di hadapan Yesus. Dia adalah orang berdosa yang “banyak mengasihi” Yesus.
menghargai wanita itu dan martabatnya. Yesus tidak mengadilinya berdasarkan masa lalunya. Yesus melihat wanita itu dengan kekiniannya. Masa lalu penuh dosa dan salah, masa kini memiliki pertobatan, banyak mengasihi dan layak untuk diampuni. Semua tindakan yang dilakukannya terhadap Yesus adalah tanda pertobatannya yang radikal. Oleh karena itu Yesus pun dengan tegas mengatakan, “Dosamu telah diampuni”. Sebelumnya kepada Simon, Yesus sudah mengatakan bahwa Ia mengampuni dosa wanita itu karena wanita itu sendiri telah banyak berbuat kasih. Artinya, karena Allah adalah kasih maka wanita itu sungguh-sungguh mengalami Allah yang adalah Kasih itu sendiri dalam pertobatan dan pengampunan yang diterimanya.
Sikap Yesus ini kiranya sejalan dengan pengalaman Daud di dalam bacaan pertama. Daud terkenal bukan hanya sebagai raja yang hebat, tetapi ia juga banyak berbuat dosa. Dosa yang dibuat Daud dalam bacaan pertama adalah membunuh Uria, suami dari Betseba. Daud kemudian mengambil Betseba sebagai istrinya. Ini memang dosa berat dan merupakan hal yang tidak adil. Oleh karena itu Tuhan mengutus nabi Natan untuk menegur Daud akan dosa yang sudah dilakukannya. Daud pun menyadari dirinya sebagai orang berdosa yang membuat kejahatan di hadirat Tuhan. Ia berkata kepada Nathan, “Aku sudah berdosa kepada Tuhan!” Nathan menjawabnya, “Tuhan telah menjauhkan dosamu itu, engkau tidak akan mati”
Saya ingat St. Gregorius Nasianse (330-390) pernah berkata, “Tobat adalah baptisan kedua, baptisan air mata”. Memang orang dapat menyatakan penyesalan yang mendalam dengan menangis seperti wanita pendosa di dalam Injil. St. Yohanes Maria Vianney (1786-1859) berkata, “Setelah jatuh, segeralah bangkit kembali! Jangan membiarkan dosa di dalam batimu bahkan untuk sejenak”. Pengalaman akan Allah ditandai dengan pertobatan yang terus menerus dan bermetanoia atau berpaling kepada Tuhan saja. Allah sendiri menurut St. Fransiskus dari Sales, sangat menghargai pertobatan, sekecil apa pun pertobatan di dunia, asalkan itu murni, menyebabkan Dia melupakan segala jenis dosa, bahkan setan pun akan diampuni semua dosanya, jika saja mereka melakukan penyesalan. Bertobat yang benar membutuhkan penyesalan yang mendalam dan berani untuk bertobat.
Setiap kali menutup pelayanan sakramen tobat kepada sang penitent, sebagai seorang imam saya selalu mendoakan doa ini: “Allah Bapa yang Mahamurah telah mendamaikan dunia dengan diriNya dalam wafat dan kebangkitan PutraNya. Ia telah mencurahkan Roh Kudus demi pengampunan dosa. Dan berkat pelayanan Gereja, Ia melimpahkan pengampunan dan damai kepada orang yang bertobat. Maka saya melepaskan saudara dari dosa-dosa saudara, demi nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus”
Sabda Tuhan pada hari ini membantu kita untuk menyadari kemurahan dan kerahiman Tuhan yang selalu mengampuni dosa dan salah kita. Yesus sendiri tidak memperhitungkan dosa-dosa kita tetapi memperhatikan iman dan kepercayan kita kepadaNya. Ia tidak memperhitungkan masa lalu tetapi melihat kekinian diri kita. Masa lalu penuh kegelapan dosa, masa kini penuh pertobatan. Hal yang penting di sini adalah dengan bertobat dan percaya maka akan diampuni oleh Tuhan. Pertanyaan bagi kita adalah apakah kita juga bisa seperti Yesus yang tidak mengadili sesama dengan melihat masa lalunya tetapi melihat masa kininya? Ataukah kita seperti orang Farisi yang hanya melihat masa lalu sesama kita?


