Hari Kamis, Pekan Biasa XIII
Kej 22:1-19
Mzm 116:1-2.3-4.5-6.8-9
Mat 9:1-8
Kuasa Mengampuni Dosa
Pada suatu kesempatan, saya berbincang-bincang dengan seorang sahabat. Biasanya ia banyak bertanya tentang iman katolik. Ia pernah bertanya kepada saya: “Pastor siapa, yang sebenarnya memiliki kuasa untuk mengampuni dosa manusia?” Saya menjawabnya, “Tuhanlah yang memiliki kuasa untuk mengampuni dosa-dosa kita”. Dia bertanya, “Mengapa kita harus mengaku dosa kepada pastor? Mengapa tidak langsung mengaku dosa kepada Tuhan karena Dialah yang mengampuni kita?” Saya menjawabnya, “Memang Tuhan yang memiliki kuasa untuk mengampuni dosa manusia, tetapi Tuhan Allah, melalui Yesus PutraNya melimpahkan kepada para muridNya kuasa yang sama untuk mengampuni dosa.” Saya melanjutkan penjelasan yang lebih mendalam sehingga membuat dia memahaminya, meskipun masih banyak pertanyaan lainnya. Saya merasa bahwa katekese di dalam Gereja katolik, persiapan pembaptisan dan mistagogi memang perlu dihidupkan dan dilakukan terus menerus di dalam Gereja.
Menurut Katekismus Gereja Katolik, dikatakan bahwa hanya Allah yang mengampuni dosa. Yesus bersabda, “Dosamu telah diampuni” (Mat 9:2; Mrk 2:5) semata-mata karena Dia adalah Putra Allah. Imam dapat mengampuni dosa sebagaimana Yesus lakukan karena Yesus sendiri memberi wewenang kepada para imam tertahbis (KGK, 1441-1442). Memang banyak kali kita tanpa sadar membuat pembenaran-pembenaran, rasionalisasi atas dosa-dosa kita dan menaruhnya di tempat tersembunyi. Maka Tuhan lebih menghendaki agar kita berani mengatakan dosa-dosa kita dalam pertemuan pribadi denganNya. Penginjil Yohanes bersaksi bahwa Yesus yang bangkit mulia berkata kepada para muridNya: “Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada maka dosanya tetap ada” (Yoh 20:23).
Pada hari ini Penginjil Matius mengisahkan kegiatan-kegiatan pelayanan Yesus. Ia seperti biasa naik ke dalam perahu lalu menyeberang. Ia berkeliling dan berbuat baik melalui pengajaran, Sabda dan karya-karya berupa mukjizat-mukjizat. Ketika tiba di Kapernaum, beberapa orang membawa kepadaNya seorang lumpuh yang terbaring di tempat tidurnya. Yesus memandang orang itu, melihat imannya dan berkata: “Percayalah, anakKu, dosamu sudah diampuni!” Dengan berkata demikian maka muncul reaksi-reaksi melawan Yesus. Beberapa ahli Taurat berpikiran jahat melawan Yesus di dalam hati mereka bahwa Yesus sedang menghujat Allah. Reaksi balik dari Yesus adalah menegur para ahli Taurat dengan berkata, “Mengapa kalian memikirkan hal-hal yang jahat di dalam hatimu? Tetapi supaya kalian tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa”. Yesus menyembuhkan si lumpuh di hadapan ahli-ahli Taurat dan banyak orang yang ada bersama mereka takjub dan memuliakan Allah.
Kisah orang lumpuh di dalam bacaan Injil hari ini memang menarik perhatian kita semua. Banyak kali kita menyaksikan orang-orang lumpuh di sekitar kita dan reaksi kita adalah menertawakannya karena belum ada perasaan empathy dengan penderitaan mereka. Dia atau mereka itu lumpuh secara fisik tetapi kita sebagai sesama lumpuh secara rohani sehingga tidak berempathy dengan mereka. Dia yang lumpuh membutuhkan bantuan kita untuk melayani dan meneguhkannya. Kita yang secara fisik baik tetapi mengalami lumpuh secara rohani juga membutuhkan sesama untuk memberikan kesadaran baru, supaya dapat berempathy dengan sesama. Hari ini Yesus tidak hanya menyembuhkan seorang yang sakit lumpuh, tetapi Ia juga menyembuhkan kita semua. Ia melihat iman kita, Ia mengampuni dan menyembuhkan anda dan saya.
Satu hal yang juga penting untuk kita refleksikan berdasarkan bacaan suci hari ini adalah iman. Teolog Karl Rahner pernah berkata bahwa Iman berarti menempatkan diri dengan hal yang tidak bisa dimengerti atas Tuhan untuk seumur hidup. Katekismus Gereja Katolik (KGK, 153-165, 179-180.183-184), memberikan tujuh ciri iman:
1. Iman adalah suatu rahmat cuma-Cuma yang kita terima saat kita dengan sungguh-sungguh memohonkannya
2. Iman merupakan kekuatan adikodrati yang mutlak diperlukan jika kita ingin mencapai keselamatan.
3. Iman menuntut kehendak bebas dan pemahaman yang jelas dari seseorang ketika menerima undangan ilahi.
4. Iman merupakan kepastian yang mutlak karena Yesus yang menjaminnya.
5. Iman tidaklah sempurna kecuali jika mengarah pada cinta kasih yang aktif.
6. Iman bertumbuh saat kita semakin cermat mendengarkan Sabda Tuhan dan memasuki hubungan yang khusyuk dengan Dia dalam doa.
7. Iman memberi kesempatan untuk mencicipi kegembiraan surgawi
Di dalam Kitab Perjanjian Lama, Abraham adalah salah satu tokoh yang penting karena memiliki iman yang besar kepada Tuhan Allah. Imannya yang besar itu diuji oleh Tuhan sebagaimana kita dengan dalam bacaan pertama. Apa ujian iman Abraham? Ternyata Tuhan meminta Abraham untuk mempersembahkan Ishak putra tunggalnya sebagai kurban sembelihan di atas Mezbah. Ini sebuah ujian iman yang sulit di mata manusiawi kita. Apa yang yang dilakukan Abraham? Dia meninggalkan rumahnya dan berjalan jauh ke gunung Moria untuk mempersembahkan kurban bakaran. Sesampai di gunung itu, Tuhan meminta Abraham untuk menyembelih Ishak anaknya sebagai kurban bakaran. Ketika Ishak sudah berada di atas mezbah dan siap untuk disembelih, Tuhan mengatakan kepada Abraham untuk tidak melakukan sesuatu yang menyakitkan Ishak. Ishak digantikan oleh seekor domba jantan. Hal yang penting di sini adalah iman Abraham diuji, tetapi ia tetap patuh dan setia kepada Allah. Dengan iman yang kuat kepada Tuhan maka Abraham diberi berkat melimpah. Memang hanya orang yang berserah diri secara total dan takut akan Allah dapat mendatangkan berkat bagi sesama.
Sabda Tuhan pada hari ini sangat menguatkan kita. Mari kita bertumbuh dalam iman kepada Tuhan. Bersatu dengan Tuhan adalah kerinduan setiap orang. Tuhanlah yang mengampuni dan menyembuhkan kita semua. Hari ini kita sungguh disegarkan oleh sabda Tuhan karena Tuhan mengampuni dosa dan menyembuhkan sakit penyakit kita.
Doa: Tuhan terima kasih atas pengampunan yang Engkau berikan kepada kami hari demi hari. Amen
PJSDB