Hari Senin, Pekan Biasa XXII
1Tes 4:13-17a
Mzm 96:1.3.4-5.11-12.13
Luk 4:16-30
Kematian itu Indah
Saya pernah membaca sebuah buku berjudul “Kematian itu indah. Bagaimana Menghadapinya?”. Buku kecil ini merupakan buah permenungan St. Alfonsus de Liguori yang disadur bebas oleh alm. Pater Moses Beding CSsR ke dalam bahasa Indonesia. Di dalam buku itu terdapat satu bab yang membahas secara khusus bagaimana cara mempersiapkan kematian. Pertama, kita jangan menunggu saat terakhir baru menyiapkan diri untuk menyambut kematian. Kita semua seharusnya sadar bahwa kita akan mati, satu kali maka haruslah menjadi suatu kematian yang baik dan bahagia. Untuk itu orang harus membenci dosa dan mencintai Allah. Kedua, sering memeriksa bathin dan membereskan hidup. Harapan Alfonsus adalah supaya setiap orang melakukan pertobatan total di dalam hidupnya. Semua afeksi jahat dibuang. Sering mengikuti perayaan Ekaristi dan menerima komuni kudus, mengadakan kunjungan berkala kepada Sakramen Mahakudus dan mengakui dosa-dosa melalui sakramen tobat. Ketiga, menghindarkan diri dari cinta duniawi. Prinsip yang perlu dimiliki oleh setiap orang adalah merasa bahwa setiap hari adalah hari yang terakhir baginya. Dengan demikian orang dapat berdoa, melakukan tugas dengan kasih dan menerima komuni kudus. Ini ketiga kiat yang dapat membantu kita untuk menyiapkan diri sehingga meninggal dunia dalam suasana bahagia dan terberkati. St. Fransiskus dari Asisi mengatakan bahwa kematian itu adalah saudara. Pertanyaan bagi kita adalah mengapa harus takut dengan kematian?

Paulus dalam suratnya juga mengatakan bahwa kita yang masih hidup dan masih tinggal sampai kedatangan Tuhan, sekali-kali tidak akan mendahului mereka yang sudah meninggal. Dengan seruan dari penghulu malaikat dan bunyi sangkakala Allah maka Tuhan sendiri akan turun dari surga. Mereka yang meninggal dalam Kristus akan lebih dahulu bangkit. Kita semua yang masih hidup akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan untuk menyongsong Kristus di angkasa. Ini adalah sebuah gambaran eskatologis yang sangat menarik karena menggambarkan bahwa kita semua akan meninggal dunia, satu kali untuk selamanya. Kita juga akan bersatu dengan Kristus selamanya sebagaimana Ia sendiri sudah berjanji sebelum mengalami PaskahNya. Kematian dan kebangkitanNya menjadi kematian kita akibat dosa dan kebangkitan badan atas jasa Yesus Kristus Tuhan kita.

Reaksi lain adalah pengajaran dari Yesus bahwa pada hari ini genaplah seluruh nas sewaktu mereka mendengarnya. Semua orang membenarkanNya, tetapi juga terheran-heran dengan kebijaksanaan yang Ia miliki. Dari situ mereka mempertanyakan identitas Yesus: “Bukankah Ia ini anak Yusuf?” Mereka semakin kecewa dan menolak kehadiran Yesus di Nazareth. Orang-orang Nazareth memandang Yesus sebagai Anak Yusuf, si Tukang Kayu. Pandangan orang Nazaret sangat manusiawi. Mereka hanya menandang Yesus sebagai manusia dan lupa bahwa Yesus juga Putra Allah. Banyak kali kita juga mungkin lupa bahwa Tuhan Yesus menyertai kita sehingga di antara kita juga melupakan Tuhan. Orang dapat menjadi agnostik terhadap Yesus.
Sabda Tuhan pada hari ini mengantar kita untuk menerima kematian sebagai bagian akhir hidup kita. Kita menerima kematian karena Yesus Tuhan juga menderita, wafat dan bangkit. Apakah kita percaya kepadaNya?
Doa: Tuhan, tambahlah iman kami kepadaMu. Amen
PJSDB