St. Yohanes Krisostomus
Hari Jumat, Pekan Biasa XXIII
1Tim 1:1-2.12-14
Mzm 16: 1.2a.5.7-8.11
Luk 6:39-42
Aku telah dikasihiNya!
Dalam sebuah rekoleksi komunitas, romo yang mendapat kepercayaan untuk membimbing rekoleksi mangajak kami semua selaku peserta rekoleksi untuk melihat masa lalu kami masing-masing, menyadarinya dan menyatakan syukur senantiasa kepada Tuhan yang telah memanggil dan memilih kami semua untuk menjadi abdinya. Setelah melihat masa lalu masing-masing, kami semua berkumpul untuk sharing pengalaman dan saling meneguhkan. Pada umumnya para peserta menyadari keutamaan-keutamaan yang menjadi kekuatan di dalam hidupnya saat ini, dan sangat menyadari kelemahan-kelemahan pribadi yang perlahan-lahan mengantar kepada pertobatan radikal. Misalnya, ada seorang romo yang membandingkan dirinya dengan teman-teman lain. Teman-temannya lebih pintar, berbakat, rajin ke gereja sedangkan dia sebelumnya malas belajar, kurang berbakat dan malas berdoa dan ia merasa aneh karena justru ia yang menjadi imam sedangkan mereka yang lain gagal dalam proses pembinaan awal. Saya yakin banyak di antara kita kalau melihat masa lalu, membandingkan dirinya dengan teman-teman lain akan merasa kaget dengan kebesaran Tuhan di dalam dirinya.

Apa yang Paulus katakan tentang dirinya sendiri? Ia menulis dengan jujur kepada Timotius: “Dari Paulus, rasul Yesus Kristus, atas perintah Allah penyelamat kita dan Yesus Kristus, dari pengharapan kita, kepada Timotius putraku yang sejati dalam iman”. Kita langsung melihat bagaimana Paulus menyadari hidup dan panggilannya. Semua yang sedang ia lakukan bukan dari dirinya sendiri tetapi semuanya berasal dari Allah Tritunggal Mahakudus. Allah Tritunggal Mahakudus memberi rahmat, kerahiman dan damai. Pemberian Tuhan kepada Paulus ini masih tetap di rasakan di dalam Gereja hingga saat ini.

Banyak orang malu untuk melihat masa lalunya yang gelap. Ada sikap “jaim” kalau diketahui teman-teman bahwa pada masa kecilnya ia seorang pemalas, pengecut, pernah jatuh dalam dosa dan lain-lain. Ini adalah sifat munafik di dalam hidup manusia. Hanya orang beriman yang dapat mengenal dirinya dan tunduk di hadirat Tuhan seraya memohon ampun. Kepada Timotius, Paulus menunjukkan bahwa sejahat-jahatnya hidup manusia, kejahatannya itu akan lenyap karena kasih Tuhan lebih besar dari segalanya. Kejahatan manusia itu hanyalah setetes air di atas samudera kasih Tuhan. Maka hanya orang rendah hati yang dapat mengenal dirinya, merasakan rahmat, kerahiman dan damai dari Tuhan. Paulus sangat inspiratif bagi kita semua dalam menapaki jalan pertobatan.

Sabda Tuhan pada hari ini sangat inspiratif bagi kita semua. Paulus merasakan rahmat, kerahiman dan damai dari Tuhan Allah Tritunggal karena ia rendah hati di hadiratNya. Ia mampu melepaskan balok di matanya sendiri sehingga layak menjadi murid dan rasul Yesus Kristus. Kita sendiri mungkin masih dikuasai sikap egois sehingga tidak mampu bertobat. Kita perlu mawas diri dan mengenal diri kita sebagai pribadi laksana bejana tanah liat yang banyak rapuhnya. Apabila kita bersedia untuk berubah maka kita pun akan menjadi bejanah yang sempurna dan berguna. Kalau kita rendah hati maka balok di mata kita, keegoisan, kesombongan hidup akan berubah menjadi kerendahan hati di mana kita sungguh-sungguh membentuk gereja sebagai sebuah persaudaraan sejati. Pertanyaan untuk direfleksikan: Apakah anda dan saya merasa dikasihi Tuhan seperti Paulus?
Doa: Tuhan Yesus Kristus, bantulah kami untuk bertumbuh di dalam kasih. Semoga kami mampu mengenal diri kami dengan segala kelebihan dan kekurangan supaya kami sungguh-sungguh layak bagiMu. Amen
PJSDB