Theresia dikenal dengan doa-doanya yang sederhana. Salah satu doanya yang terkenal adalah: “Yesus, tentu Engkau senang mempunyai mainan. Biarlah saya menjadi mainanMu! Anggap saja saya ini maminanMu. Bila akan Kauangkat, betapa senang hatiku. Jika hendak Kausepak kian kemari, silakan! Dan kalau hendak Kau tinggalkan di pojok kamar lantaran bosan, boleh saja. Saya akan menunggu dengan sabar dan setia. Tetapi kalau hendak Kautusuk bolaMu…O.. Yesus, tentu itu sakit sekali, namun terjadilah kehendakMu”. Orang kudus memiliki doa sederhana, penuh persahabatan. Ia juga pandai membagi pengalaman rohaninya. Ia pernah menulis: “Di suatu hari Minggu kupandang Yesus di salib. Hatiku tersentuh oleh darah yang menetes dari tangan-Nya yang kudus. Kurasa sungguh sayang, sebab darah itu menetes ke tanah tanpa ada yang menampungnya. Aku pun memutuskan untuk dalam Roh tinggal di kaki salib supaya dapat menampung darah Ilahi yang tercurah dari salib itu dan aku mengerti bahwa setelah itu aku harus menuangkannya atas jiwa-jiwa.”(Otobiografi).
Bacaan-bacaan liturgi pada hari ini menggambarkan hidup dan karya st. Theresia. Pesan sukacita dari nabi Yesaya menggambarkan sukacita besar yang dimiliki oleh St. Theresia di hadirat Tuhan. Ia mengalami banyak kesulitan sejak ditinggal ibunya bahkan ketika menderita sakit paru-paru tetapi ia tetap setia kepada Yesus. Nabi Yesaya menulis: “Bersukacitalah bersama-sama Yerusalem, dan bersorak-sorailah karenanya, hai semua orang yang mencintainya!” (Yes 66:10). Yesaya juga menulis: “Sesungguhnya Aku mengalirkan kepadanya keselamatan seperti sungai dan kekayaan bangsa-bangsa seperti batang air yang membanjir, kamu akan menyusu, akan digendong dan akan dibelai-belai di pangkuan.” (Yes 66: 12). Tuhan sungguh memperhatikan umat kesayanganNya.
Penginjil Matius menghadirkan kisah yang menunjukkan sikap ambisius para murid Yesus. Mereka datang kepadaNya dan bertanya kepadaNya tentang siapakah yang terbesar di dalam Kerajaan Surga. Yesus tidak menjawab siapa tetapi mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka. Kemudian Yesus berkata: “Jikalau kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk di dalam Kerajaan Surga” (Mat 18: 3). Lihatlah bahwa Yesus tidak menjawab pertanyaan mereka tentang siapa yang terbesar tetapi menunjukkan kepada mereka semangat untuk menjadi murid yang benar seperti seorang anak kecil.
Yesus mengangkat contoh anak kecil di hadapan para muridNya bukan untuk menunjukkan bahwa para murid harus memiliki sikap innocent, rendah hati dan kebajikan moral lainnya. Yesus mengangkat contoh anak kecil untuk menunjukkan sikap murid yang benar. Seorang murid Kristus haruslah seorang anawim. Dia itu lemah, tidak berdaya, berpasrah tetapi memiliki harapan besar kepada Tuhan. Murid Yesus yang benar adalah dia yang selalu mengandalkan Tuhan di dalam hidup. Dia yang bersahabat dengan Tuhan. Apakah kita memiliki semangat seperti anak kecil? Atau kita justru lupa dengan Tuhan dan mengandalkan diri sendiri.
PJSDB

